Darius menyisir setiap tempat bersama 100 anak buahnya. Dia meninggalkan istana dengan tergesa-gesa. Dia merasakan sebuah firasat buruk yang menimpa Puteri Alessa.
“Tuan Puteri, Anda ada di mana?” gumamnya sepanjang perjalanan. Matanya dengan teliti memperhatikan setiap sudut kota kecil yang dilewatinya. “Ke selatan, apa jangan-jangan…”
Darius menarik tali kekang untuk mempercepat laju kudanya. Dia memperkirakan tempat yang sekiranya di datangi sang Puteri bersama Pangeran Yudas.
Pangeran Yudas, pria yang cukup berambisi. Selama dia menjabat sebagai jenderal, Pangeran Yudas tidak menyukai Darius. Apa lagi keberadaannya yang selalu di dekat Puteri Alessa. Melihat responnya ketika di pengadilan pun Darius sudah bisa menduga. Jika Pangeran Yudas mengincar takhta tersebut. Darius tidak bisa berpikir positif lagi, karena nasib Puteri Alessa berada di ujung tanduk.
Rombongan Darius memakan waktu yang cukup lama untuk sampai ke Acropolis. Kota Athena yang kini telah menjadi kota mati itu tampak mencekam, memberikan atmosfir yang tidak nyaman.
“Periksa setiap tempat!” perintah Darius pada para pengawal.
Darius sendiri pergi menuju kuil Parthenon, entah mengapa seperti ada sesuatu di sana yang memanggilnya untuk segera sampai puncak. Angin malam menerpa wajahnya saat dia menginjak kuil Parthenon. Awalnya terlihat biasa saja, karena di sana tidak ditemukan apa pun. Namun, semua berubah ketika netra hitam milik Darius melihat ke arah tanah yang terdapat cairan merah tua. Cairan yang tampak sudah meresap ke dalam tanah itu bersumber dari seseorang yang terbaring tidak berdaya. Darius membelalak, dengan jantung yang hampir berhenti di tempat. Orang itu adalah Puteri Alessa.
“TUAN PUTERI ALESSA!” Darius berteriak dan langsung berlari menghampiri tubuh terkulai Puteri Alessa. Mata gadis itu terpejam tidak merespon panggilan sang jenderal.
“PUTERI! PUTERI, SADAR LAH!” Darius memangku kepala Puteri Alessa lalu menepuk pipinya pelan. Jantungnya bergemuruh, rasa takut merayapi hatinya. Dia meraih tangan sang Puteri dan merasakan sebuah denyut yang begitu lemah.
“Dia masih hidup,” ucapnya lirih. Ada kelegaan dalam dirinya. Sebuah harapan yang sangat mengembirakan. Sekecil apapun itu, baginya masih merupakan sebuah kemungkinan. Puteri Alessa masih bisa diselamatkan.
Darius menggendong tubuh lemah Puteri Alessa dan berjalan cepat untuk kembali ke istana. Namun, saat dia baru ingin menuruni anak tangga kuil, salah satu pengawal menghampiri. Terdapat luka di tubuh pengawal itu.
“Tuan Darius, kita di serang,” ucapnya terbata. Darah segar keluar dari mulut pengawal.
“Apa? Siapa yang menyerang?” Darius terkejut.
“Pengawal istana menyerang pengawal yang lain, uhuk…uhuk…”
Darius mengerutkan kening. Kenapa pengawal istana menyerangnya? Menyerang sesamanya? Darius pun mengintip di balik dinding sambil menggendong Puteri Allesa. Dia melihat pengawal istana yang menyerang secara membabi buta, dia pun melihat pengawal khusus Pangeran Yudas sedang tertawa dan menikam pengawal Darius.
“Mereka… melakukan kudeta!” Darius menggeram, ternyata semua di dalangi oleh Pangeran Yudas. Anak selir yang tidak tahu diri dan terima kasih. Padahal selama ini Puteri Alessa begitu menghormatinya, merangkulnya sebagai keluarga. Tapi, apa yang kini di lakukannya? Pria itu mencoba untuk membunuh pewaris takhta. Calon Kaisar Aegis.
“Tuan… sebaiknya pergi bersama Yang Mulia Tuan Puteri. Hamba akan menahan mereka di sini,” ucap pengawal itu. Salah satu pengawal terbaik yang Darius miliki.
Darius tahu jika dia tidak akan mampu melawan pasukan Pangeran Yudas saat ini. Mereka kalah jumlah, ditambah Puteri Alessa yang membutuhkan pertolongan secepatnya. Darius memejamkan mata kemudian menatap bangga pada sang pengawal.
“Demi dewa Zeus yang agung, aku akan memuliakan keluargamu atas kesetiaanmu pada Tuan Puteri Alessa. Waktu itu akan tiba, semua akan kembali pada tempatnya,” Darius bersumpah, akan membalas kebaikan pengawalnya yang rela berkorban hingga titik darah penghabisan.
Pengawal itu tersenyum. “Panjang umur Yang Mulia Kaisar,” serunya dengan keteguhan. Semangat akan pengorbanan diri berkobar mengalahkan rasa takut. Dia pun pergi menuruni kuil untuk menahan pengawal istana yang telah berkhianat.
***
Sementara itu saat istana mendapatkan kepanikan akibat Puteri Alessa yang menghilang secara tiba-tiba, Pangeran Yudas pun sampai di istana. Pria itu menggenggam sesuatu lalu bersujud di hadapan Permaisuri Rhea.
“Ibunda… maafkan aku yang tidak bisa menjaga Yang Mulia…”
“Apa maksudmu?”
Pria itu pun menjulurkan tangannya sambil menunduk, membuka genggaman yang selama perjalanan dikepalnya. Terdapat sebuat liontin yang dikenal oleh Permaisuri Rhea. Liontin yang menjadi jimat seseorang. Permaisuri Rhea membulatkan mata, tangannya meraih liontin itu dengan gemetaran.
“Dari mana kau dapatkan ini? Pangeran Yudas, katakan!” pekik Permaisuri.
“Aku membawanya ke kuil Parthenon, Yang Mulia ingin mendo’akan mendiang Kaisar. Namun, tidak sengaja beliau terpeleset hingga terjatuh dari sana. Dia terjun dari tebing itu,” jawab Pangeran Yudas. Pria itu memberikan raut wajah sedih yang dibuat-buat.
“Kau… membawa Puteriku ke kuil tanpa ijin,” Permaisuri Rhea meninggikan nada bicaranya.
“Maafkan aku Ibunda, Yang Mulia Tuan Puteri tampak bersedih hati, hingga aku berusaha menghiburnya,” sergah Pangeran Yudas. Dibalik wajah sedihnya dia menyembunyikan seringai yang sempat terlintas di mata Permaisuri Rhea.
“Kau tersenyum?”
“Aku? Tersenyum untuk apa?”
“Kau… kau senang puteriku celaka!”
“Ibunda, aku tidak mungkin bahagia saat saudaraku mati,” ucapan Pangeran Yudas menyulut emosi Permaisuri Rhea.
“Puteriku tidak mati!” teriaknya.
“Maafkan aku Ibunda, aku tahu ini sangat menyedihkan,” Pangeran Yudas memasang wajah polos.
“Berhenti memanggilku Ibu, dasar anak selir kurang ajar. Tidak tahu terima kasih, aku mau kau dihukum!”
Seketika raut Pangeran Yudas berubah menjadi dingin dengan manik tajam.
“Jangan hina Ibuku!” pria itu mendesis. Bahkan dia berani bangkit dari sujudnya dan berdiri menjulang di hadapan Permaisuri dengan mengacungkan telunjuknya.
“Sudah berani, kau terkutuk. Pengawal! Hukum penggal Pangeran Yudas!” Permaisuri memberikan perintah. Namun, tidak ada satu pun pengawal yang menyeret Pangeran itu. Wanita itu menatap nyalang setiap pengawal yang diam ditempat.
“Apa yang kalian lakukan? Aku perintahkan untuk menghukum Pangeran Yudas!”
“Tidak ada yang akan menghukumku, Ibunda…” Pangeran Yudas mengejek dan memberikan isyarat pada pengawal. Pengawal itu malah mencekal tangan Permaisuri.
“Apa-apaan ini! Lepaskan! LEPASKAN!” Permaisuri Rhea meronta dari cekalan menyakitkan sang pengawal.
“Diam lah kau wanita ular, selama ini aku sudah diam. Aku dan Ibuku begitu baik padamu karena aku tidak akan membunuhmu. Untuk… saat ini,” pria itu berkata sambil mengelilingi Permaisuri Rhea.
“Kau yang membunuh puteriku! Kau jahanam!” maki Permaisuri Rhea.
“HAHAHAHAHAHA, jadi kau setuju kan jika dia sudah mati?”
Permaisuri Rhea menangis, wanita itu kini tidak memiliki apa-apa lagi. Suami dan anaknya telah tiada. Rasanya dunia seakan runtuh. Bahkan orang yang sudah dia berikan susu kini membalasnya dengan air tuba. Kebaikannya dibalas dengan pengkhianatan.
Pangeran Yudas mengurung permaisuri Rhea di dalam penjara bawah tanah. Dan dia mengumumkan penobatannya saat itu juga, menggantikan Puteri Alessa sebagai Kaisar baru Aegis.
“Akulah Kaisar yang baru. Yudas Klark, Putera Basil!”
Senyuman kebanggaan dia terbarkan bersamaan dengan itu seruan mengelukan dirinya terdengar di penjuru Istana.
“Panjang Umur Kaisar Yudas!”
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Dian Anggraeni
semoga yudas dapat hidayah kembali ke jalan yang benar wkkk
2022-12-22
1
Mega
Terkutuklah, kau Yudas!!!
2022-11-17
1