Istana Aegis
Sehari setelah acara pesta penobatan Kaisar, istana Aegis dihebohkan dengan banyaknya surat yang masuk dari berbagai penjuru. Jumlahnya hingga ratusan. Pengirimnya pun dari berbagai kalangan. Dari para saudagar kaya, pejabat hingga para pangeran di negeri tetangga. Dan, semua surat itu berisikan data para pria yang mendaftar sebagai kandidat selir sang kaisar. Padahal perihal Kaisar yang mencari selir belum di keluarkan secara resmi oleh istana. Penasehat istana sampai geleng-geleng kepala. Sepertinya semua pria telah terpesona oleh Kaisar di acara pesta kemarin malam.
“Yang mulia… Anda mendapatkan ratusan surat cinta…. Mau saya bacakan satu persatu?” penasehat istana membawakan surat itu dengan keranjang besar.
Kaisar Alessa terkekeh, dia mengambil salah satu surat tersebut. “Warna merah muda, pria ini pasti romantis.”
“Atau lebih tepatnya seorang gadis. Anda bukan mencari istri, tapi suami,” sahut Darius mengejek.
Kaisar Alessa menoleh pada Darius yang memasang wajah datar. “Suami yang manja, boleh juga… pasti dia penurut.” Masih dengan senyuman manis.
“Banyak anjing yang lebih penurut jika Anda ingin mencari yang seperti itu,”
“Darius?!” Kaisar Alessa membeliakkan mata mendengar ucapan Darius.
“Maaf Yang Mulia, saya pamit ke tempat pelatihan!”
Darius pergi tanpa menunggu Kaisar memberikan izin atau tidak padanya. Penasehat pun tidak kalah keheranan. Kaisar melemparkan pandangan penuh tanya pada pria paruh baya itu. Penasehat hanya bisa mengangkat bahunya.
“Ada apa dengannya?”
“Saya juga tidak tahu Yang Mulia.”
Kaisar menghentakkan tubuhnya dengan keras saat duduk di kursinya. Moodnya turun akibat sikap aneh Darius.
“Mengapa Darius terdengar sangat kasar,” Kaisar melemparkan surat yang tadi ada di tangannya. “Bukakan, dan pilih yang menurut Anda cocok untukku,” perintahnya.
Penasehat tersentak dan menegang. “Sa-saya yang memilih, Yang Mulia?”
Kaisar mengangguk. “Jangan lupa…” Kaisar menjeda perkataannya hingga sang penasehat mendengarkan dengan seksama. “pria itu harus tampan, kau mengerti?”
Penasehat mengangguk kaku. “Ba-baik Yang Mulia!”
Beberapa jam kemudian pemilihan surat pun selesai. Penasehat menaruh surat-surat yang telah dia sortir ke atas meja kaisar. Kaisar mengerutkan kening.
“Hanya tiga? Bukankah aku meminta 4?”
“Maaf yang mulia, perwakilan dari Aegis sendiri saya merasa tidak ada yang cocok. Hanya satu kandidat yang saya yakini serasi untuk yang Mulia, tapi saya tidak menemukan surat dari orang tersebut.”
“Siapa yang kau maksud?”
“Putera Menteri petahanan, yaitu Tuan Helios Attala.”
***
SRANG!!! SRANG!!!
Suara pedang beradu terdengar di sekitar lapangan tempat pelatihan para prajurit. Darius memberikan latihan extra pada bawahannya hingga mereka kelelahan.
“Tuan Darius… bolehkah kami beristirahat sebentar?” tanya salah satu prajurit yang sudah mengayunkan pedang selama 4 jam berturut-turut. Peluh keringat bukan lagi membasahi kening. Tapi, hampir seluruh tubuhnya basah kuyup. Bisa diperkirakan sebentar lagi orang itu masuk angin.
Darius yang sejak tadi terdiam dengan pikiran yang menerawang, bahkan tidak memperhatikan para prajurit yang latihan tanpa henti hanya melenggang pergi tanpa jawaban.
Setelah kepergian Darius semua prajurit ambruk, merebahkan diri di atas tanah dengan nafas tersengal-sengal.
“Aku hampir mati…” ucap prajurit yang barusan meminta izin.
Di sepanjang jalan Darius mengetatkan rahang, dia uring-uringan dan tidak tenang. Apa lagi sejak semalam. Pria yang ia lukai terus mendekati Kaisar Alessa. Mendesak Kaisar agar bertanggung jawab. Darius menyesali apa yang telah dia lakukan. Andai ia tidak melukai pria itu, mungkin Kaisar akan lepas dari jeratan pria yang memang sengaja menjadikan hal itu sebagai alasan. Semua kesalahannya kini menjadi tanggungan Kaisar Alessa.
Dairus menghembuskan napas kasar. Kepalanya terasa mau pecah. Ditambah hari ini datang begitu banyak surat untuk sang Kaisar. Ingin rasanya membakar setiap surat itu. Menjadikannya jadi abu dan membuangnya ke udara hingga tidak meninggalkan jejak.
Di saat perasaannya masih belum menentu. Datang seseorang yang menghampiri Darius. Raut wajah pria itu tidak kunjung membaik. Masih sama malah lebih muram.
“Tuan Darius!” panggil seseorang yang merupakan salah satu penjaga istana. Penjaga itu tersentak ketika melihat air muka Darius yang menoleh padanya.
“Ehm… Tuan… “ ucapnya terbata.
“Ada apa?” tanya Darius dingin.
“I-itu… Yang Mulia….”
Mendengar Kaisar yang disebutkan, Darius langsung berubah serius dan khawatir. “Ada apa dengan Kaisar Alessa? Di mana beliau sekarang?” Darius mencengkeram kedua bahu pengawal itu dengan keras. Sang penjaga sampai meringis nyeri.
“Bu-bukan Kaisar Alessa… tapi… Kaisar yang dulu,” jelasnya membuat cengkeraman itu mengendur.
“Maksudmu pangeran Yudas? Ada apa dengannya?”
“Beliau… kabur!”
***
Darius berjalan setengah berlari menuju penjara bawah tanah. Di sana sudah banyak penjaga yang berkerumun. Terdapat dua penjaga penjara yang tergeletak di tanah dalam keadaan mengenaskan. Tangan dan kakinya terputus, diperkirakan akibat dari tebasan sebuah pedang.
Darius mendekat dan menekuk kakinya hingga berjongkok di samping mayat dua perjaga tersebut. Pria itu mengeryit ketika maniknya menangkap sesuatu yang janggal. Darah bekas luka tebasan tidak berceceran ke mana-mana. Bahkan warna darahnya agak menghitam. Darius menggoreskan sedikit telunjuknya dan meraba tekstur darah tersebut. Pria itu terdiam sesaat sebelum menoleh pada bawahannya.
“Pastikan tidak ada yang mengetahui hal ini, termasuk Yang Mulia Kaisar!” perintahnya tegas penuh penekanan.
Para penjaga penjara dan istana saling bersitatap lalu kemudian mengangguk patuh. “Baik Tuan Darius!”
Setelah perintah tersebut dicetuskan, Darius memerintah bawahannya untuk membereskan kekacauan yang ada di penjara bawah tanah. Salah satunya mengubur korban dengan layak. Darius pun membagi beberapa prajurit untuk menyelidiki Pangeran Yudas yang kabur dari penjara. Darius curiga, jika ada yang membantu Pangeran Yudas untuk keluar dari sana. Pasalnya, kedua lengan pangeran Yudas sudah tidak ada, terputus akibat tebasan Kaisar Alessa saat kudeta terjadi. Tidak mungkin baginya menggunakan sebilah pedang bahkan dengan kedua kakinya. Masa perebutan kekuasaan belum lah menginjak 1 tahun. Baru beberapa bulan. Jadi bagaimana cara pangeran Yudas yang diyakini lemah tidak berdaya bisa keluar dari penjara dan melawan dua penjaga? Sungguh tidak masuk akal.
Darius memutar otak, bisa jadi ini berhubungan dengan Permaisuri Rhea yang hingga kini belum ditemukan keberadaannya. Atau jangan-jangan terdapat mata-mata di dalam pasukannya? Darius tidak akan tinggal diam. Dia harus mendapatkan jawaban dari semua misteri ini.
***
“Darius!” Kaisar Alessa memanggil Darius yang kebetulan saling berpapasan.
“Hamba… Yang mulia,” jawabnya sambil menunduk memberi hormat.
“Kamu dari mana saja? Aku mencarimu dari tadi,” Kaisar Alessa melipat tangannya menungu penjelasan.
Darius menelan salivanya. Jangan sampai Kaisar tahu hal ini. Semua hanya akan menambah beban untuknya. “Saya sedang memberikan pengarahan dan strategi perang sebagai bentuk pertahanan pada setiap prajurit. Karena sebulan ke depan kita akan menyerang negeri Persia!”
Kaisar cukup terkejut mendengar penjelasan Darius. “Apa? Kita menyerang Persia?”
“Iya Yang Mulia!”
“Sebaiknya kamu urungkan!”
“Kenapa Yang Mulia?”
“Karena ada calon selirku yang berasal dari sana… Jerome Istvan, Pangeran Persia!”
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Dian Anggraeni
kenapa ya aku masih berharap yudas dapat hidayah
2023-02-01
1