Di suatu daerah terpencil di perbatasan Negeri Aegis tengah terjadi sebuah pertarungan sengit.
CRANG! CRANG!
Suara pedang beradu, berdesing mengusik keheningan area padang pasir nan tandus. Cahaya mentari pekat memapar wajah seorang wanita yang berdiri menjulang. Surai emasnya mengurai indah melambai mengikuti angin yang tertiup cukup kencang. Dengan lihai menghindari setiap serangan yang tertuju padanya.
Hiaat!
“Bertahan!”
“Aku mengerti!”
“Mana tenaganya?” ucapan itu membuat kilatan di manik sang Wanita.
“Jangan remehkan aku!”
Kreekk!
PRANK!
Pedang yang hendak menghujam tubuh sang Wanita terpelanting ke udara hingga menancap ke pasir yang tidak jauh darinya berdiri. Ia menghunuskan pedang pada sang lawan hingga senyuman tipis terpatri di wajah orang itu.
“Kau hebat Tuan Puteri, akhirnya Anda bisa mengalahkan hamba,” Darius menatap kagum sang Puteri yang dulu sempat hampir meregang nyawa di gendongannya.
“Pertarungan belum selesai selama kepalamu belum terpenggal,” ucapnya dengan nada datar. Dingin tidak tersentuh. Jangan lupa matanya yang tajam, mampu memberikan intimidasi pada lawannya.
Sosok wanita itu adalah Puteri Alessa Melaina Aprhodite, puteri Kaisar Basil negeri Aegis. Puteri yang terkenal selalu lemah lembut dan penyayang itu kini telah berubah menjadi pribadi yang dingin seperti es. Netranya yang selalu memancarkan binar dan cerah telah berganti dengan kelam dan gelap.
Meski begitu tidak memudarkan kecantikan paripurna yang dimilikinya yang terkenal seantero negeri Aegis, sebagai wanita tercantik di dataran Yunani. Puteri Alessa terkenal sebagai titisan dewi bahkan ada yang percaya dia adalah keturunan dewi kecantikan.
“Sebuah kehormatan bisa mati di tangan Anda, Kaisar Aegis!”
“Jangan katakan itu lagi,” Puteri Alessa menarik pedang lalu memasukkan ke selongsongnya. “Aku bukan Kaisar, aku hanya seorang puteri naif yang percaya jika tidak ada orang jahat di dunia ini.” Darius merasakan kekecewaan dalan setiap kata yang Puteri Alessa ungkapkan.
Semua perubahan itu bukan tanpa alasan. Semua disebabkan oleh pengkhianatan sang Kakak yang dia yakini sebagai penyebab sang Kaisar, yaitu ayahanda Puteri Alessa meninggal secara mendadak. Juga penusukan yang dilakukan sang Kakak pada dirinya. Sejak itulah Puteri Alessa membenci yang namanya pria. Baginya Pria hanya makhluk serakah yang kejam.
“Anda bisa merebutnya sekarang Tuan Puteri. Hamba sudah mengumpulkan semua pengikut Kaisar terdahulu yang mendukung Anda sebagai Kaisar sebenarnya,” Darius selalu menyemangati Puteri Alessa untuk melakukan kudeta. Mengambil takhta yang seharusnya menjadi milik Puteri Alessa. Ia pun menjadi pelatih pedang sang Puteri, membekali wanita itu bela diri agar bisa melawan jika ada yang berniat jahat padanya.
“Lagipula, rakyat merasa menderita sejak penobatan Pangeran Yudas. Dia berlaku semena-mena dengan memerintahkan kerja tanpa henti untuk membangun patung dirinya di tengah kota Aegis. Tidak hanya itu, dia mengambil secara paksa semua hasil panen rakyat tanpa menyisihkan sedikitpun untuk mereka bertahan hidup. Rakyatmu banyak yang mati kelaparan!” perkataan terakhir Darius membuat Puteri Alessa berlonjak kaget. Dia tidak menyangka selama 5 tahun pemerintahan Kakaknya, para rakyat kesusahan.
“Kau bilang apa?”
“Selamatkan kami Tuan Puteri, selamatkan Aegis!” Darius bersujud di hadapan Puteri Alessa.
***
Malam itu bintang bertaburan di langit. Puteri Alessa memandang hamparan benda bercahaya tersebut di balkon istana kecilnya, dengan gusar berkali-kali menarik napas dalam.
“Ayah…, apa aku bisa menang melawan Kakak?” wanita itu bertanya pada angin, berharap Aiolos menyampaikan pertanyaan itu pada Ayahnya yang ada di Elysium.
“Puteri, Anda belum tidur?” Darius datang dengan sebuah selimut. Pria itu memakaikannya pada Puteri Alessa tanpa canggung. Sebegitu dekat mereka hingga Puteri Alessa pun merasa biasa-biasa saja. Baginya, Darius adalah orang yang sangat ia percayai.
“Terima kasih, Darius,” Alessa tersenyum tipis. Sebuah senyuman yang hanya Darius yang bisa melihatnya. Selama ini semua orang hanya melihat wajah datar tanpa ekspresi dari puteri Alessa.
Darius mengangguk dan duduk di samping Puteri Alessa. Mengikuti arah pandang sang Puteri.
“Aku sedang memikirkan perkataanmu tadi siang, Darius… aku sangat membenci Kakak. Tidak! Dia tidak layak dipanggil Kakak,” Puteri Alessa mengepalkan tangan hingga buku-bukunya memutih. Amarahnya langsung naik saat mengingat pria laknat itu.
“Dia memang bukan saudara Anda sejak dia mencelakai Anda, Tuan Puteri.” Darius membenarkan semua ucapan Puteri Alessa. Baginya semua keputusan dan apa pun yang menjadi keinginan Puteri Alessa merupakan prioritas utama.
“Kau selalu seperti itu, Darius… jangan buat aku menjadi manja. Karena seorang yang manja bukan lah orang yang berguna. Pecundang pembuat masalah, hanya menyusahkan.”
“Hamba tidak pernah memanjakan Anda Puteri, karena semua yang Anda pilih adalah yang terbaik!”
Puteri Alessa melempar pandangan pada pria tampan di sampingnya dan terkekeh. “Aku harus membayar mahal dengan semua pemikiranmu itu. Tapi, sayangnya aku tidak memiliki apa-apa.”
Darius berdiri dan membentangkan tangannya. “Anda bisa lihat dari ujung timur hingga ke barat?”
“Hm… ya aku melihatnya,” puteri Alessa mengikuti arahan Darius untuk melihat hamparan pasir sepanjang mata memandang.
“Semua ini milikmu Puteri, dataran negeri ini milikmu!” Darius lalu menggenggam tangan puteri Alessa dengan tatapan penuh keyakinan. “Cukup Puteri memberikan perintah, kami para mengikutmu akan menggulingkan Pangeran Yudas. Memperjuangkan hak Anda hingga titik darah penghabisan. Anda sudah berubah Tuan Puteri, Anda bukan wanita lemah lagi. Dunia ini berada di genggamanmu. Anda adalah keturunan Dewi, dan hamba mempercayai itu!”
“Darius….”
“Kibarkan bendera perang secepatnya, Tuan Puteri! Sudah saatnya kita pulang ke negeri kelahiran para dewa!”
***
Penantian dan latihan selama 5 tahun yang telah dilalui Puteri Alessa merupakan bekal yang dirasa cukup untuk menggulingkan pemerintahan Kaisar Yudas. Darius mengarahkan semua mantan pengawal kerajaan terdahulu yang tersisa, juga para rakyat yang sukarela berjuang membuka jalan untuk sang puteri hingga tepat berhadapan dengan sang Kaisar lalim.
Selama 5 tahun pula Darius memasukkan mata-mata di pemerintahan Pangeran Yudas guna mendapatkan informasi, kapan kekaisaran cukup lemah dan tepat untuk di serang. Dan kabar yang dinantikan pun tiba. Saat Pangeran Yudas mengutus 30.000 pasukan untuk melumpuhkan Negeri Persia. Saat itu kekaisaran dalam keadaan rentan karena para pasukan di kerahkan dalam perang.
Darius mengembangkan senyuman lebar menerima berita itu, dengan antusias menyampaikannya pada Puteri Alessa. Manik berwarna biru itu bergulir dengan cantik memindai secarik kertas bertuliskan informasi tentang Aegis. Puteri memperhitungkan semuanya dan menarik setiap sudut bibirnya sama seperti Darius.
“Kita bawa pasukan besok!” perintah Puteri Alessa yang langsung diangguki oleh Darius.
“Siap laksanakan Yang Mulia!”
Genderang perang mulai di tabuh mengiringi perjalanan Puteri Alessa menuju pusat kekaisaran Aegis. Yaitu istana yang dahulu ditempatinya. Dengan zirah perang yang dikenakannya, Puteri Alessa bertekad untuk membalas semua perlakuan Pangeran Yudas. Dia pastikan, kepala Pangeran Yudas tertancap di ujung tombaknya.
Tbc.
Darius Adolf
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments