Setelah persidangan pihak kekaisaran segera menyiapkan upacara untuk penobatan Kaisar baru. Disaat yang lain sibuk dengan segala sesuatunya, Puteri Alessa memilih pergi ke kamarnya. Dia termenung menatap diri di dalam cermin. Dia menerima takhta di atas kematian Ayahnya yang mendadak. Puteri Alessa mengingat di malam mereka masih sempat berbicara. Di mana dia patah hati oleh mantan tunangannya, rasanya tidak seberapa dibandingkan sakit hati karena ditinggal mati oleh sang Ayahanda.
Puteri Alessa bangkit dari duduknya dan hendak pergi menuju kamar kaisar. Namun, saat membuka pintu dia berpapasan dengan Pangeran Yudas.
“Panjang umur Yang Mulia Kaisar…”
“Tolong, penobatan belum dilakukan,” Puteri Alessa merasa masih segan.
“Hanya tinggal menunggu waktu,” ucap Yudas. Pria itu menyunggingkan senyum. “Ada yang bisa hamba bantu?”
Puteri Alessa menggeleng dengan kekehan. Kakaknya kadang terlihat lucu. Pangeran Yudas Klark adalah anak dari selir kesayangan Kaisar Basil. Dan merupakan anak lelaki satu-satunya dari 20 selir yang mengisi harem Kaisar. Karena itu lah dia bisa begitu dekat dengan Puteri Alessa yang merupakan anak keturunan murni dari Kaisar. Sedangkan anak-anak dari selir lain yang bergender perempuan lebih banyak tinggal di luar istana. Hanya kedudukannya lebih tinggi dibandingkan rakyat biasa.
Puteri Alessa mengingat suatu hal ketika melihat wajah Pangeran Yudas.
“Mengenai suatu tempat penghilang kesedihan-“
“Kau ingin ke sana?” tanya Yudas memotong ucapan Puteri Alessa.
“Sekarang?” gadis itu bertanya balik.
“Lebih cepat lebih baik,” sahut Yudas cepat.
“Tapi… sebentar lagi upacara akan dimulai,” Puteri Alessa sedikit khawatir. Dia takut jika menghambat upacara yang akan dilakukan dengan kepergiannya.
“Hanya sebentar, aku yakin setelah ini kau bisa memerintah Aegis dengan baik,” Yudas meyakinkan.
“Begitukah?”
“Ya, hati yang tenang akan membuat hidupmu lebih terarah,” tambahnya.
Perkataan Yudas langsung menggedor hati Puteri Alessa. Padahal dia dengan susah payah menutupi kesedihannya. “Apa aku terlihat putus asa?”
“Kau seperti pohon ek yang kering.”
“Bawa aku ke sana, Kak!”
***
Pangeran Yudas dan Puteri Alessa pergi dari istana, mereka menggunakan biga* menuju tempat yang dimaksudkan oleh Pangeran Yudas. Perjalanan yang cukup jauh dan memakan waktu, selama perjalanan Puteri Alessa merasa sedikit resah.
“Ada apa?”
“Tidak ada,” Puteri Alessa menggeleng. Dia mengalihkan pandangan dan memperhatikan jalan. Tiba-tiba dia mengerutkan kening. “Aku tau jalan ini, apa kita akan ke-“
“Acropolis, kita akan ke sana,” terang Yudas menyela perkataan Puteri Alessa.
“Kota di ketinggian, tempat yang Kakak maksud adalah itu?”
“Ya, bukankah kau senang berdo’a? Bagaimana kalau kali ini kau memohon pada Dewi Athena,”
“Aku tidak membawa apa pun,” keluh Puteri Alessa.
“Aku pikir, Dewi pasti memaklumi keadaanmu sekarang yang sedang bersedih.”
“Semoga saja…”
Mereka pun sampai di kuil Parthenon, sebuah kuil besar dan megah yang dibangun di sebuah puncak bukit dengan tinggi 150 m. Bangunan ini dulunya dibangun sebagai penghormatan untuk Dewi Athena, yang merupakan dewi kebijaksanaan, perang, seni, dan kerajinan tangan. Selain itu, Parthenon juga digunakan sebagai kuil oleh dewa-dewi yang berada di Acropolis. Memang dari sana kita bisa memandang kota di bawahnya. Kota Athena yang dulu berjaya kini telah tidak berpenghuni akibat serangan kerajaan romawi ratusan tahun yang lalu. Kota ini masih termasuk wilayah Aegis.
Puteri Alessa menggunakan api yang masih menyala di sebuah obor sebagai media untuk berdo’a. Dia memutar api lalu berdoa dengan khidmat. Pangeran Yudas melihat itu sambil menyunggingkan senyum aneh.
“Bagaimana rasanya?”
Puteri Alessa membuka mata dan menengok ke arah Pangeran Yudas. Pria itu menampilkan raut wajah yang tidak pernah Puteri Alessa lihat sebelumnya. Mendapatkan Puteri Alessa yang terdiam, akhirnya dia melayangkan kata kembali.
“Aku penasaran, apa yang kau rasakan dari semua do’amu? Apa semua terkabul?” tanyanya sambil berjalan mendekat.
“Ya!” jawab gadis itu cepat.
“Apa saja?”
“Kerajaan kita makmur dan berjaya hingga saat ini, lalu-“
“Bukankah kau pernah berdo’a agar Kaisar sehat selalu?” ada nada mengejek di setiap katanya.
“Itu…”
“Dan apa yang kau dapatkan?” kini suaranya terdengar dingin. Puteri Alessa pun agak terkejut dengan segala pertanyaan Pangeran Yudas.
“A-aku-“
“Dewa sudah tidak mendengar do’amu. Kau tau kenapa? Karena memang tidak ada Dewa di dunia ini!” tegasnya.
Puteri Alessa merasa kesal, karena merasa Dewa yang selama ini dipujanya sedang diremehkan. “Lalu untuk apa kau membawaku ke sini jika kau tidak percaya akan adanya Dewa?”
“Dewa adalah musuh kami para pria, karena mereka kami terlihat lemah. Lagi pula bukan itu tujuanku ke sini,” Pria itu menatap Puteri Alessa dengan tajam.
“Maksudmu?”
Pangeran Yudas mengeluarkan belati, dengan cepat dia berlari menghampiri Puteri Alessa dan…
JLEB!!!
Sebuah tikaman bersarang di perut Puteri Alessa. Rasa sakit, terkejut dan limbung menjadi satu. Darah segar mengalir deras menodai gaun putih tulang yang melekat di tubuh gadis itu. Manik bening itu membelalak disertai mulutnya yang mengeluarkan cairan berwarna senada.
“Ke… napa?”
Bukan jawaban yang Puteri Alessa dapatkan, melainkan tarikan dari belati yang menancap diperutnya.
ZRASH!!!
“AAKKHH!”
Sakit teramat sangat Puteri Alessa rasakan, dia tidak sanggup lagi menahan tubuhnya hingga ambruk. Mengeluarkan suara pun tidak mampu. Dia hanya bisa melihat seringai dari bibir Yudas. Yang selama ini dia anggap sebagai keluarga bahkan menganggapnya sebagai Kakak.
Pria itu berjongkok, memberikan raut iba yang dibuat-buat dan mendekatkan bibirnya di telinga Puteri Alessa.
“Tidurlah yang nyenyak, adikku sayang… sampaikan salamku pada Ayahanda.”
Setelah mengucapkan itu, Pangeran Yudas bangkit dan melangkah mundur. Dia berjalan menjauh meninggalkan kuil itu. Puteri Alessa berusaha mengangkat tangannya. Mendengar kata terakhir itu membuat Putri Alessa berfikir jika yang bertanggung jawab akan kematian ayahanda adalah Yudas. Dia marah, sakit dan kecewa. Bulir bening menyeruak dari sudut matanya dan menyatu dengan darah yang hampir membanjiri tubuhnya.
'Orang itu... orang yang kau rawat sejak kecil tega membunuhmu, Ayah... orang yang aku panggil kakak kini menikamku. apakah aku akan mati?'
***
30 menit sebelumnya.
Istana tampak ricuh dengan kepergian Puteri Alessa yang tidak diketahui.
“Puteri Alessa tidak ada!” para dayang tampak panik, padahal upacara penobatan sudah akan dimulai.
“Bagaimana bisa kalian kehilangan Tuan Puteri?” pekik Permaisuri Rhea.
“Maafkan hamba Yang Mulia,” dayang itu bersujud memohon ampun.
“Cari puteriku sampai dapat! Jika tidak, aku akan menggantung kalian!” ancam Permaisuri Rhea.
Dengan penuh ketakutan para dayang mencari. Mereka tidak akan berhenti sampai Puteri Alessa ditemukan karena leher mereka sudah menjadi taruhan.
Darius mendengar hal itu pun mengerahkan semua anak buahnya untuk mencari bahkan hingga ke luar istana. Hingga beberapa saat dia mendapatkan kabar dari anak buahnya.
“Ada budak yang melihat Yang Mulia Tuan Puteri pergi dengan Pangeran Yudas menggunakan biga,” ucap sang pengawal.
Darius mengepalkan tangan dengan rahang yang mengeras. “Ke arah mana mereka?”
“Selatan, Tuan!”
“Kita ke sana sekarang!”
Tbc.
*sebutan kereta kuda pada masa itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Dian Anggraeni
waah kirain yudas yg ini bakalan baik. ternyata sama saja hahaha
2022-12-20
1
Mega
Sudah bisa ditebak, dari kemarin sangsi sama orang ini
2022-11-17
0