"Bagaimana jika pantai?" Brian begitu riang mengusulkan idenya.
"Pantai?" Tanya Bella, tak terlalu yakin dengan apa yang ia dengan. Brian mengangguk menanggapi hal itu.
"Pantai yang mana?" Tanya Bella lagi.
"Pantai, yang mempertemukan kita berdua! Bukankah sudah lama sekali kita tak mengunjunginya?"
Benar, sudah lama sekali Bella tak mengunjungi tempat itu. Tempat indah yang begitu santai, dimana untuk pertama kalinya dirinya bertemu dengan seorang pemuda yang begitu ia cintai.
Pemuda pertama yang membuat hatinya tertarik, pemuda dingin yang sangat menyebalkan namun sangat menawan. Bagi kalangan lain, sosok Brian dulu mungkin bukanlah sosok yang di harapkan. Matanya yang buta akan ambisi, membuat sorot matanya begitu ditakuti.
Tetapi hari ini, seakan badai tak lagi ada dalam diri Brian. Sosok itu pergi! Ya, benar sosok itu pergi! Pemuda yang dulunya buta akan ambisi, berubah menjadi sosok yang begitu hangat, penuh cinta juga kasih.
Pemuda itu sekarang adalah kekasihnya, yang sedang mengayuh sepeda yang ia tumpangi dengan riang. Memang seperti inilah yang Bella harapkan, sosok Brian yang begitu hangat.
Tetapi apalah yang sedang takdir rencanakan saat ini, misteri takdir memanglah tak muda dipecahkan oleh seorang manusia biasa. Takdir, seakan menjadi sebuah kejutan, yang datang secara tiba-tiba tanpa tau isinya.
Ketika sang penerima kejutan itu membukanya, akan ada suka setelahnya juga akan ada duka setelahnya. Kedua hal itu tak pasti! Namun beginilah kehidupan, akan ada kejutan takdir setiap harinya. Manusia hanya mampu menerima itu dan menjalaninya bukan? Mengelak, diluar batas kemampuan kita.
Kayuhan sepeda itu mulai melambat, tak terasa menit berlalu begitu cepat.
Laju sepeda itu mulai berhenti, tepat di tepi pantai yang cukup sepi itu. Kicauan burung, deru ombak, pasir putih yang lembut rasanya masih sama bagi Bella. Sepoi angin berhempus cukup kencang, membuat rambut panjang Bella tertiup angin dan berkibar anggun. Mereka turun dari sepedanya, Brian mengajak Bella duduk bersandar pada sebuah batu karang besar.
"Nostalgia apakah yang kau ingat disini Bella?" Tanya Brian.
"Tentu saja banyak sekali!" Ujar Bella.
"Mari sebutkan lagi nostalgia itu, aku ingin mengingatnya lagi disini bersamamu!" Lembut sekali, nada bicara yang jarang sekali Bella dengar. Sambil menikmati suasana pantai, perlahan Bella mulai mengingat satu persatu nostalgia indah yang terjadi di pantai itu. Brian mendengarkan hal itu dengan seksama.
...Suatu saat nanti ...
...kita bisa saja bertemu lagi ...
...Dalam karakter cerita yang berbeda...
...semoga saja kita tetap bisa berbagi seumur hidup...
_____0_____
Beberapa mobil militer mulai berhenti, tepat di depan rumah sakit. Eddie yang sedang ada disana faham, untuk siapakah mobil-mobil itu datang kemari. Hari ini, adalah hari terakhir! Dimana dirinya mampu melihat saudaranya, sebelum eksekusi mati di jatuhkan. Seorang pria bertubuh besar berpakaian seragam militer lengkap, perlahan mulai menghampiri Eddie, raut mukanya begitu serius.
"Apa benar saudara Brian ada disini?" Tanya Pria itu.
"Benar, hanya saja Brian sedang menikmati sisa waktunya sejenak! Mohon berikan belas kasih anda padanya, setidaknya dua jam lagi ia akan kembali!" Pria itu melotot mendengar jawaban dari Eddie.
"Bagaimana mungkin seorang buronan di beri kebebasan macam itu!" Ujarnya pedas.
"Ingat, sebelum menyebutnya buronan, negaramu pun juga berhutang padanya. Atas apa yang ia lakukan! Dia yang menyerahkan Shawn, tepat di hadapan negaramu! Apa negaramu mampu melakukan hal itu? Bukan malah kabur atau mengelak, bahkan orang yang sempat kau panggil buronan itu pun berani menjemput mautnya dengan mengakui semua kesalahannya di depan negaramu, sambil berlutut! Bukankah ia begitu bijaksana!" Pria itu mengepalkan tangannya kuat mendengar jawaban Eddie, ia bungkam tak mampu berkata lagi.
Di sela-sela waktu itupun, dua insan ini sedang menikmati waktunya dengan senang. Perlahan cahaya sang surya mulai redup, keduanya mulai memperhatikan hal itu. Brian memberikan isyarat pada Bella untuk menghitung mundur, waktu dimana sang surya mulai lelah dengan tugasnya. Mereka berdua menghitung detik dimana matahari mulai tenggelam, hitungan terakhir adalah ketika sang surya tak lagi bersinar cerah.
"Wah, sepertinya sudah cukup lama kita berdua disini ya?" Ujar Brian seraya berdiri. Bella memperhatikan Brian yang berdiri dihadapannya, rasanya kakinya lemas sekali untuk hanya sekedar berdiri.
Bukan karena ia sakit, tetapi karena hari ini adalah hari terakhir, ya, benar! Hari ini terakhir kalinya, pemuda yang ia cintai itu bersamanya! Hari ini untuk yang terakhir kalinya tawanya ia dengarkan, senyumnya, tingkahnya, sifatnya yang dingin.
Sungguh sangat disayangkan, realita tentangnya datang paling akhir. Dimana saat itu Bella sedkit membenci Brian, namun sebuah kenyataan, dengan hitungan detik merubah kebencian itu menjadi cinta kembali.
Bella berdiri menghampiri Brian dan ikut berdiri di sisinya. Langit malam tanpa taburan bintang, mengapa? Tidakkah taburan bintang begitu indah di atas sana? Lalu mengapa hari ini sama sekali bintang tak ada? Apakah langit sedang mendukung suasana hati Bella, yang sangat kacau? Brian melirik kecil gadis disampingnya, yang sedang termenung memandang langit. Sedikit air mata keluar dari mata Bella, hal itupun terjadi pada Brian.
Tetapi Brian mencoba tegar saat ini, jika dirinya rapuh, lalu siapakah orang yang akan menguatkan gadisnya. Langkahnya begitu berat melangkah pergi meninggalkan gadis disampingnya itu, gadis yang teramat ia kasihi.
"Sepertinya sudah waktunya ya?" Ujar Bella , nada bicaranya sedikit bergetar.
"Ya, sudah waktunya! Sebelumnya, boleh aku mengatakan sesuatu sebelum aku pergi?" Tanya Brian berbalik menghadap Bella, begitupun dengan Bella. Satu anggukan kepala Bella berikan.
"Meskipun lisanku tak pernah berucap mengungkapkan perasaanya, kau harus tau. Bahwasannya, dari dalam lubuk hati yang paling dalam hati ini begitu mencintaimu. Kau adalah cahaya pertama, yang masuk menembus badaiku. Menjungkir balikkan duniaku, menundukkan pemuda bodoh ini padamu! Hanya seorang gadis, kau tau awalnya aku menganggap dirimu adalah sebuah beban bagiku, benalu yang mengusik hidupku. Tetapi, karena tantangan yang kau ajukan, lambat laun hatiku mulai memberikan simpatinya Bella. Jika bukan karenamu, mungkin akan selamanya aku berada dalam jalan yang salah! Jika saat ini takdir begitu jahat padaku, aku menerimanya! Karena aku pun tau, setiap perbuatan akan menemui balasannya nantinya. Jika balasan untukku adalah kematian, aku akan menerimanya sebagai penebusan dosa! Jika saja ada keajaiban disini, maka pada saat inilah aku akan meminta, untuk Tuhan memutar waktu. Aku ingin memperbaiki kehidupanku yang berantakan, aku tau satu hal! Orang tua ku pasti sedang menangis di atas sana, aku memang tidak berguna!"
Hari ini, Brian menangis dihadapan Bella, Bella begitu iba melihat hal itu. Tutur katanya yang begitu menyentuh hatinya, membuatnya juga menitikkan air mata. Perlahan Brian menghapus air matanya, tersenyum menatap penuh ke arah gadisnya.
...Terkadang saat satu orang hilang...
...Maka seluruh dunia akan tampak kosong...
"Terima kasih!" Ucap Brian lagi, Bella masih tetap diam. Ketika Brian selesai berucap, barulah Bella mulai berucap.
"Apa kau ingat sesuatu?" Lirih Bella, Brian mendengar apa yang Bella ucapkan meskipun itu pelan.
"Apa?"
"Mengenai sebuah janji? Buah dari hasil tantangan, yang ku ajukan?" Brian mengingat sedikit, hal apa yang Bella ucapkan, pada akhirnya Brian mengingatnya.
"Ya, aku ingat!"
"Bisa ku minta hal itu sekarang?"
"Mintalah selagi aku masih mampu memenuhinya!"
"Esok adalah sidang terakhir di Amerika, dimana kau akan di eksekusi! Biasanya, mereka mengajukan permintaan terakhir sebelum tahanan akan dihukum mati. Brian hari ini, aku ingin kau berjanji padaku. Kau akan melakukan apapun yang ku inginkan!"
"Selama itu masuk akal, aku akan memenuhinya Bella!"
"Mintalah perpanjangan hidup dalam satu tahun, jadikan aku milikmu!" Brian terkejut mendengar apa yang Bella bicarakan.
"Kau sadar apa yang kau katakan? Kau berharap pada seseorang yang akan mati! Menghindari kematianku sekarang pun percuma, esok kematian itu akan datang lagi padaku!" Tegas Brian.
"Kenapa kau tidak akan menurutinya?"
"Aku tidak ingin berdebat Bella! Tidak, selama itu menyangkut keadilan! Dan inilah keadilan untukku, mati setelah menghabisi banyak nyawa! Jangan hancurkan masa depanmu sendiri Bella, masih ada cinta yang datang padamu setelah ini kau gadis baik, kau pantas mendapatkan yang terbaik!"
Bella tak mampu membalas perkataan Brian, dirinya benar-benar tak kuasa lagi. Brian menarik Bella masuk kedalam dekapannya. Gadisnya itu menangis, terisak disana, ini terlalu perih untuk di deskripsikan.
"Aku yakin akan ada tawa setelah ini untukmu! Jadilah kuat, meskipun kakiku tak lagi melangkah bersamamu. Percayalah, bahwa disampingmu aku tetap mengawasimu meskipun tak terlihat!"
Hari itu adalah hari penuh duka yang Bella alami. Guncangan batin yang sangat menyiksanya. Malam tak lagi malam, perjalan Brian dari Tokyo ke Amerika pun usai. Kini dirinya, sedang berada dalam ruang eksekusi. Pagi di Amerika, begitu mencengkam bagi Bella juga Eddie, mereka terpisah oleh ruangan kaca.
Dimana didalamnya Brian sedang duduk disana, sambil memandang penuh ke arah orang-orang yang sangat ia sayangi. Jika Brian tak memintanya, mungkin Bella tak akan datang kemari, hatinya sungguh tak mampu menyaksikan akhir dari kisah cintanya, melihat pemuda yang ia cintai mati hadapannya.
...'Surya terakhir adalah ketika mataku melihatmu menitikkan air matanya untukku, apakah setelah ini hidupku akan benar berakhir? Meninggalkan dirimu adalah hal terberat bagiku, jika saja aku mampu merubah takdir hari ini juga akan ku rubah hidupku pada panutanku yang terkasih ayah dan ibu, maafkan aku yang bodoh ini pada adikku yang ku sayangi, ku mohon setelah ini berilah dirinya kebahagiaan Tuhan! Pada Bella gadisku, seandainya memang ada keajaiban, aku berjanji akan kembali selamat tinggal dunia yang fana ini, kisahku berakhir disini!' Batin Brian....
...Persiapan pun usai, mesin mulai dinyalakan. Kali pertama kursi listrik dinyalakan, hari itu seakan adalah akhir yang menyakitkan bagi Brian juga Bella....
...Apakah Tuhan mendengar jeritan hatinya, sebelum pergi? Ya, Tuhan selalu mendengar jeritan hati hambanya, suara pengikutnya yang tersiksa. True Love adalah cinta sejati, dimana hal itu melambangkan dua insan yang saling mencintai. Akhir adalah sebuah awal baru. Dimana ketika kata Hello datang kemudian akan datang juga kata Goodbye. Mereka adalah dua kalimat komplementer, yang tidak dapat di pisahkan. ...
The End
Cooming Soon Season 2
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
@Ani Nur Meilan
Bagaimana nasib Brian loloskah dari hukuman itu🤔🤔🤔
2023-02-22
0
☠ᵏᵋᶜᶟ Fiqrie Nafaz Cinta🦂
hantu donk... tak terlihat tapi bisa di rasakan
2023-02-22
0
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦𝐀⃝🥀𝑰voᷠnͦeͮℛᵉˣ
Pagi-pagi dah sesak sekali hatiku,nyeri teriris, takdir cinta yang "mungkin" berakhir tragis,kematian didepan mata kekasihnya dan kata2 terakhir yang pasti akan selalu terngiang 🥺🥺🥺
2023-02-15
0