Seperti biasa, hari libur adalah harinya Bilqis untuk me time dan hibernasi. Apalagi setelah semalam ia menguras banyak energi dan hati saat menghadapi bos killernya yang sekarang bertambah predikat menjadi mesum.
“Bu, ibu ga tahu ya, semalam ada cinderela,” ucap Radit saat keluarga itu tengah menikmati makan siang, tapi untuk Bilqis itu itu adalah makan siang sekaligus makan pagi.
Bilqis merapel makannya karena sejak subuh ia kembali tidur dan bangun saat waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang.
Bilqis melirik ke arah adiknya yang memiliki mulut tanpa saringan dan rem.
“Oh ya? Di mana?” tanya Laila membuat Radit menggaruk.
Ternyata kepolosan dan sikap bar-bar Bilqis diturunkan dari sang Ibu. Hal itu terlihat dengan ekspresi Laila yang menanggapi putranya dengan serius.
“Di rumah kita,” jawab Radit.
“Ah. Kamu ada-ada aja. Cinderela Cuma ada di dongeng. Masa iya masuk rumah kita.”
“Ya, salam. Ibu,” teriak Radit sembari menepuk jidatnya.
Sedangkan Bilqis hanya tertawa terbahak. “Sukurin. Walau pun lu ngasih clue ke Ibu. Ibu ga bakal mudeng.”
Radit pun menggaruk kepalanya yang tak gatal. Pasalnya ia ingin meledek sang kakak dengan mengaja ibunya sebagai teman untuk ikut meledek Bilqis. Namun, kepolosan sang ibu tidak bisa diganggu gugat. Alhasil, Radit pun kesal sendiri.
“Udah, cepet habisin makanan kamu,” kata Laila pada putranya. “Jangan kebanyakan ngayal. Jadi gini kan? Ibu tahu kamu pengen punya pacar cantik kaya cinderela kan?”
“Lah, kok jadi Radit, Bu?” tanya anak lelaki yang cukup tampan itu dengan menunjuk dirinya sendiri.
Sontak, Bilqis pun kembali tertawa, seperti tertawa jahat. “Mau ngebully, malah jadi kena bully. Kacian …”
Bilqis meledek adiknya sembari berjalan melewati, karena ia baru saja menyelesaikan makan siangnya dan membawa piring itu ke dalam untuk mencucinya sendiri.
Di tempat berbeda, Alex tengah memandangi foto sang istri sembari tertawa di dalam kamarnya. Sejak semalam, ia tidak bisa tidur. Alex terus memegangi bibirnya yang baru bersentuhan dengan sekretarisnya. Ada rasa yang berbeda menurutnya. Bibir Bilqis begitu manis.
“Sayang, kau tahu. Aku bertemu seseorang yang mirip denganmu,” kata Alex sembari memegangi foto mendiang sang istri. “Yah, walau dia mirip denganmu tapi kelakuannya sangat berbeda.”
Alex kembali tertawa dan kemudian terdiam sejenak. “Bolehkah aku mencintai seseorang selain kamu?” tanyanya sendu sembari menatap foto itu.
“Bukannya aku ingin menggeser posisimu dihatiku. Hanya saja, wanita ini selalu membuatku tertawa. Dan rasanya berbeda. hidupku kembali penuh warna setelah gelap karena kehilanganmu.” Alex berkata dengan nada sendu.
“Restui aku, Sya,” kata Alex lagi dengan mendekatkan foto itu dan mengecupnya. “Aku selalu mencintaimu.”
Alex kembali meletakkan foto itu di samping ranjangnya. Setiap kali hendak tidur, Alex memang selalu bicara pada foto itu, seolah sang istri masih berada di sini. Ia juga sering berkeluh kesah tentang pekerjaan dan aktifitasnya sehari-hari seperti yang biasa ia lakukan pada mendiang sang istri saat raganya masih bersama.
Anastasya adalah cinta pertama untuknya. Saat itu, ibu Alex dan ibu Tasya adalah teman baik. mereka bertemu saat Tasya berkunjung ke rumahnya untuk pertama kali dan kala itu keduanya sama-sama tengah duduk di bangku kuliah, hanya saja Tasya berada di bawah Alex jauh. Tasya saat itu baru masuk kuliah sedangkan Alex baru akan di wisuda. Mereka semakin dekat karena ternyata Tasya berkuliah ditempat yang sama dengan Alex di Singapura.
“Daddy …” panggil seorang anak kecil yang imut yang selalu dikncir dua itu.
Aurel yang baru saja membuka pintu kamar sang ayah, langsung berteriak memanggil. Gadis kecil itu pun langsung naik ke pangkuan sang ayah yang tengah duduk dia atas ranjang sembari meluruskan kakinya dan bersandar pada dinding ranjang itu.
“Ada apa, Sayang?” tanya Alex yang langsung mengelus rambut lurus putrinya.
“Nanti sore, Daddy tidak ada acara kan?” tanya anak berusia lima tahun enam bulan yang sudah lancar mengucapkan huruf ‘R’.
“Hmm …” Alex pun berpikir.
“Daddy, jangan lama-lama berpikir! Apa Daddy sedang mencari alasan untuk tidak bisa menemaniku?” tanya Aurel.
“Memang Daddy harus menemanimu ke mana? Bukankah kita sudah berjalan-jalan mall hingga malam, minggu lalu?”
Aurel menepuk jidatnya, karena lagi-lagi sang ayah melupakan kata-kata yang ia ucapkan kemarin. Atau Alex memang sengaja lupa? Tapi sepertinya ia memang lupa.
“Kemarin Aurel kan sudah bilang bahwa sore ini teman Aurel berulang tahun dan merayakannya di restoran FCC.” Aurel menyebut sebuah restoran yang menyuguhkan ayam kentucky yang lezat dan lebih mahal.
Alex nampak berpikir. Lalu, sedikit berteriak. “Ah, ya.”
Saat Alex mengeraskan suaranya, Aurel pun sontak terkejut dan tertawa sembari mengelus dadanya. “Aku tekejut,” ucap Aurel sambil tertawa.
“Kamu terkejut?” tanya Alex sembari ikut mengelus dada Aurel. “Maaf ya, suara Daddy terlalu keras ya, sampai kamu terkejut.”
Aurel tertawa hingga jejeran gigi susunya pun terpampang. “Hiya.”
Alex gemas dan mencubit pipi chuby itu sambil tertawa. “Baiklah, Daddy akan mengantarmu.”
“Yeay …” Aurel langsung bergoyang dengan kedua tangannya ke atas. Ia sangat senang.
Namun, berbeda dengan Alex. Sebenarnya ia tidak ingin ada di tempat itu, mengingat nantinya di sana akan ada banyak mamah-mamah muda yang akan menggodanya. Alex cukup syok saat pernah menghadiri rapat orang tua murid di sekolah Aurel. Para mamah-mamah muda itu ada yang sampai bertengkar demi mendapatkan kursi yang ada di sebelah Alex. Berlebihan bukan? Padahal dari sekian mamah-mamah muda itu, tidak ada satu pun yang membuat Alex tertarik.
****
“Dit, anterin kakak yuk!” ajak Bilqis dengan menyenggol bahu adiknya yang sedang menonton tivi.
“Ke mana sih?” tanya Radit malas. Hari ini ia memang ingin bersantai ria, mengingat hasil usaha untuk membuat skripsi sudah diterima dan tinggal menunggu sidang.
“Ke mini market depan. Mbak ingin membeli pembalut. Baru nih, sedangkan stok abis.”
“Ck.” Rasanya Radit sangat malas, tapi ia juga kasihan melihat sang kakak harus berjalan kaki, mengingat Bilqis tidak bisa mengendarai kendaraan roda dua, karena sebuah trauma yang ditimbulkan dari sang ayah.
Saat itu, Bilqis yang masih berusia enam tahun, harus masuk selokan karena kendaraan roda dua yang ayahnya kendarai untuk membeli ayam bakar kesukaannya itu pun oleng dan tak terkendali.
Radit bangkit dan meraih kunci motornya. Motor yang dibelikan Bilqis untuk memudahkannya untuk ke kampus.
“Ayo!” ajak Radit pada sang kakak.
Bilqis pun nyengir dan langsung ikut berdiri. “Nah, gitu dong. Itu baru adiknya kakak.”
Radit hanya menjawab dengan cibiran. Bibir bawahnya turun ke bawah.
“Jelek,” kata Bilqis sembari mendorong pelan kepala sang adik.
“Eh, jangan salah! Jelek-jelek gini banyak yang maksir,” elak Radit.
“Oh, ya? Ga percaya. Mana ada cewek yang mau sama cowok ga punya duit kaya kamu. Orang kuliah aja masih dibiayain.”
Radit nyengir. “Sekarang emang kere, tapi lihat lima tahun kemudian. Aku jadi apa?”
“Jadi apa?” tanya Bilqis dan Radit menggeleng. “Ngga tahu.”
“Dasar!” Bilqis kembali menoyor kepala sang adik saat ia sudah duduk di atas motor, tepat dibelakang sang adik.
Lalu, Radit hanya menanggapi dengan tawa.
Setelah sampai di minimarket, Bilqis mengambil barang yang diperlukan. Kemudian, ia langsung menuju kasir. Langkah Bilqis diikuti oleh sang adik yang ikut mengambil sebuah minuman dan meletakkannya di antara barang-barang Bilqis yang akan di bayar.
Bilqis berdiri di depan petugas kasir. Sedangkan RAdit melihat-lihat barang-barang yang terpampang di dekat sana. kebetulan, minimarket ini sepi. Mungkin karena siang hari dan diluar matahari begitu terik sehingga orang malas untuk keluar rumah.
“Udah belum?” tanya Radit yang kemudian menghampiri sang kaka dengan berdiri di samping Bilqis persis.
Radit juga menggandeng bahu sang kakak layaknya seorang kekasih atau istri. Kebetulan lagi, tinggi Radit memang jauh di atas Bilqis. Kepala Bilqis sejajar dengan bahu Radit, sehingga memudahkan pria itu untuk merangkulnya seperti sekarang. Radit memang kerap bermanja-manja pada sang kakak.
“Mbak, ada produk baru nih,” ucap si kasir saat selesai bertransaksi dengan Bilqis dan baru saja selesai memasukkan barang-barang yang sudah Bilqis bayar ke sebuah kantung kertas.
Kasir itu memegang sebuah benda yang ditunjukkan pada Bilqis dan Radit. Namun, Bilqis dan Radit saling bertatapan karena ia tahu benda apa yang ditawarkan petugas kasir itu.
“Ini baru, Mbak. Sensasinya juga berbeda. Ada geriginya, aromanya juga enak rasa buah. Di sini ada banyak rasa, ada anggur, apel, dan jeruk. Di jamin bikin Mbak dan Mas nya ketagihan. Mau coba?”
Bilqis dan Radit pun menahan tawa.
“Maaf ya, Mba. Cowok disebelah saya ini, adik saya. tapi terima kasih atas penawarannya,” ucap Bilqis membuat petugas kasir itu pun tercekat dan memerah menahan malu.
“Oh, maaf ya, Mbak. Saya kira Mbak dan Mas nya suami istri,” ujar si kasir untuk menghilangan rasa malu.
Radit pun mengambil kantung itu dan tersenyum pada sang kasir. “Bagaimana kalau kita yang mencobanya.” Radit mengarahkan jari telunjuknya pada dirinya sendiri dan kasir itu.
“Aww …” Radit langsung menjerit karena tiba-tiba Bilqis menjewer telinganya dan menggiringnya keluar.
“Kuliah aja belum kelar, udah ngajak anak orang yang ngga-ngga,” kata Bilqis kesal.
“Ampun, Mbak. Ampun. Cuma buat seru-seruan doang,” sanggah Radit sembari memegangi telinganya yang sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
putia salim
coba si bos kiler ngeliat adegan bilqis sm radit pst udah cemburu buta😀
2023-06-07
3
💕Bernadet Wulandari💕
kirain apaan pas baca judulnya ternyata untuk ena2 toh. 😂😂😂 kakak adik sama2 somplak.
2023-04-24
2
Sri Widjiastuti
jadi apa? prok prok😄😄
2023-02-27
0