"Selamat ya, Qis. Congratulation.”
Saat makan siang, Bilqis dibanjiri ucapan selamat dari rekan sejawatnya. Dari yang senior hingga junir. Ucapan selamat itu juga datang dari Mira, sekretaris paling senior di kantor ini, juga dari Tina, wanita yang sama-sama merintis karir dengan Bilqis bahkan mereka melakukan test dan medical chack up bersama saat melamar di kantor ini.
“Sumpah ya, Qis. Aku ga nyangka kamu akan melesat secepat ini,” ucap Mira sembari menepuk bahu Bilqis.
“Ah, kenceng banget nepuknya, Mbak,” sahut Bilqis sembari mengusap punggungnya, membuat Mira tertawa.
“Lagian kamu lesu banget sih. Emang ga seneng apa naik jabatan?” tanya Mira.
“Iya, nih. Dari kemarin aku juga bilang gitu, Mbak,” sahut Tina.
“Ya, kenapa dipindahin sih? Padahal aku udah nyaman sama Pak Dion.”
“Ciye, Pak Dion ngasih kamu kenyamanan apa sih?” ledek Tina.
“Eh, Tin Tin. Gue ga kaya lu ya,” sahut Bilqis pada Tina, membuat wanita itu tertawa.
Di kalangan para sekretaris, kelakuan Tina dan bosnya memang bukan rahasia umum, tapi mereka saling menjaga itu dan diluar dari para sekretaris, tidak ada yang tahu afair antara Tina dan bosnya.
“Sir Alex sebenarnya baik, kok Qis. Buktinya sama Alana aman-aman aja. Yang penting satu, kamu nurut aja apa yang dia mau,” ucap Mira.
“Nurutin apa aja yang dia mau? Kalau dia mau macem-macem gimana?” tanya Bilqis.
“Yang ada bukan dia yang macem-macem, tapi kamu,” lanjut Mira, membuat Bilqis nyengir.
“Dasar!” Mira menoel pipi Bilqis.
“Hati-hati kamu kepincut, Qis,” ledek Tina.
“Ngga ya. Ngga akan. Aku penganut yang tidak butuh laki-laki. Jadi ga ada kamus aku suka sama cowok. Apalagi dia.”
Dia yang sedang para wanita ini bicarakan adalah Alex. Alex menjadi bahan pembicaraan sekretarsi di kantornya.
“Yakin? Ayo taruhan!” sahut Tina.
“Ayo! Aku ga akan terpesona sama si duda itu,” kata bilqis sombong.
“Awas kamu, Qis! Nanti ketulah omongan sendiri.” Mira memberi peringatan.
“Ngga akan, Mba Mira. Tenang aja,” jawab Bilqis sombong. Padahal sekarang saja ia sudah merasakan getaran aneh saat bersama pria yang dua hari lagi akan menjadi bosnya itu.
****
Dua hari berlalu, dan selama dua hari itu Bilqis selalu lembur, mengingat Alex hanya memberi waktu sedikit untuk ia berbenah dan merapikan pekerjaannya bersama Dion.
“Dasar Killer, masa nyuruh orang pindah cuma dikasih waktu dua hari. Dikira aku robot apa? Kerja lembur bagai kuda,” omel Bilqis pada dirinya sendiri saat keluar dari mobil dan melangkah memasuki rumah.
Ceklek
Ia melihat sang ibu yang menunggunya di depan televisi.
“Ibu? Belum tidur?” tanyanya.
Sang ibu yang bernama Laila menoleh. “Ibu nungguin kamu. Kok dua hari ini kamu pulang malam?”
“Iya, Bu. Mulai besok aku pindah bos. Jadi dua hari ini terpaksa ngerapihin kerjaan bos yang lama,” jawab Bilqis.
“Jadi kamu pindah kantor?” tanya Laila lagi.
“Ngga pindah kantor, Bu. Tapi bos Bilqis ganti. Sekarang Bilqis malah jadi Bos pemilik kantor itu.”
“Wah, itu artinya kamu naik jabatan, Nak?” tanya Laila senang.
Bilqis mengangguk. “Naik gaji juga, Bu.”
“Oh, syukur alhamdulillah.” Laila langsung memeluk putrinya. “Kamu memang hebat, Qis. Dari kecil tidak pernah menyusahkan Ibu, malah selalu membantu ibu.”
Wajah Bilqis tidak tampang senang, hingga Laila pun bingung. “Kok kamu malah cemberut.”
“Ya, soalnya bos Bilqis ini rada rada, Bu.”
“Rada-rada, gimana? Rada mesum maksud kamu?”
Bilqis langsung menggoyangkan kesepuluh jarinya. “Bukan, bukan. Bukan itu.”
“Terus?”
“Ya, galak. Suka marah-marah, tempramen dan ketus,” jawab Bilqis.
“Ya, kamu harus bisa ngikutin dia supaya ga dimarahin. Kamu kan pintar. Ibu yakin kamu bisa,” ucap Laila untuk memberi semangat pada putrinya.
“Ya, semoga,” jawab Bilqis mengangguk.
Keesokan harinya adalah hari pertama yang menegangkan. Pasalnya hari ini, Bilqis resmi pindah ke lantai enam. Lantai ruangan Alex dan sepertinya ia akan lebih banyak bertemu sosok pria tampan itu.
Bilqis berangkat seperti biasa. Sebelumnya bos Bilqis yang bernama Dion memang tidak pernah dadtang lebih awal darinya. Pria itu kerap mengantarkan anak istrinya terlebih dahulu dan tiba dikantor tepat pukul delapan pagi atau lebih lima sampai sepuluh menit.
Bilqis pun dengan santai berjalan menuju lift, sesampainya di kantor. Ia melihat jam digital ditangan kirinya, waktu menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh menit. Bilqis tiba lebih awal tiga puluh menit, hebat bukan? Ini record tercepat karena biasanya ia orang yang tidak korupsi waktu jika dalam hal datang dan pulang.
Setiba di lantai enam, Bilqis langsung mendudukkan dirinya di kursi barunya itu.
“Ekhem …” Alex berdehem tepat di belakang Bilqis dan berdiri di pintu ruang kerjanya.
Sontak Bilqis menoleh.
“Eh, Sir sudah datang?” tanyanya tanpa rasa bersalah.
“Jam segini kamu baru datang? Yang bos itu aku apa kamu? Huh!”
“MasyaAllah, pagi-pagi udah disemprot gue,” ucap bilqis dalam hati. “Hari pertama pula lagi.”
“Ngapain bengong!” kata Alex lagi dengan nada ketus. “Ayo cepat bantu saya! Banyak berkas yang harus kamu kerjakan sekarang.”
“Ah. Iya, Sir.” Bilqis langsung menghampiri Alex dan memasuki ruangan itu.
Ia melihat beberapa tumpukan berkas di atas meja Alex. Tumpukan itu terlihat menggunung, membuat Bilqis lemas sebelum memulai aktifitas.
“Oh,ya. Sebelum kamu ambil berkas itu, buatkan saya kopi.”
Baru saja Bilqis hendak mengambil tumpukan berkas itu, Alex sudah kembali memerintahnya. “Baik, Pak.”
Bilqis pun meninggalkan berkas itu dan segera keluar dari ruangan Alex.
“Hei, kenapa langsung pergi? Bawa dulu berkas ini ke mejamu!” ucap Alex lagi.
“Loh, tadi kata Sir Alex, saya disuruh buat kopi dulu.”
“Ya, buat kopi setelah kamu keluar dan membawa berkas ini. Berkas-berkas ini memenuhi meja saya.”
Bilqis memonyongkan bibirnya sejenak danhal itu terlihat oleh Alex.
“Kenapa?” tanya Alex.
Bilqis langsung menggeleng. “Ngga apa-apa, Sir.”
“Kenapa ekspresimu seperti itu?” tanya Alex lagi.
“Tidak apa-apa.” Bilqis menggeleng. “Tidak apa-apa, Sir.” ia kembali mengulang perkataannya.
Sungguh, mulai hari ini hidup Bilqis terasa mencekam. Hampir seluruh waktunya berada di kantor dan sekarang dengan suasana yang seperti ini. Hah, entah ia akan bertahan atau tidak, tapi jika tidak bertahan, Bilqis membutuhkan uang untuk biaya sehari-hari di rumah dan kuliah adiknya, karena zaman sekarang mencari pekerjaan itu tidak mudah.
Bilqis membuat kopi di pantry. Ia juga mencicipi kopi itu terlebih dahulu dengan sendok yang semula ia pakai untuk mengaduk.
“Enak,” serunya. Ia pun bergegas membawa kopi itu ke ruangan Alex.
“Sorry, Sir. ini kopi anda!” ucap Bilqis sembari menaruh cangkir itu di atas meja Alex.
Alex diam dan tidak berterima kasih atau melihat apa yang wanita itu berikan. Namun, pria itu langsung mengambil cangkir dan meminum minuman yang baru saja Bilqis buat. Kebetulan Bilqis belum pergi dari ruangan itu, lebih tepatnya baru hendak pergi. Namun, teriakan Alex kembali membuatnya menoleh.
“Ah, apa kamu ingin membakar lidahku? Ini sangat panas,” ucap Alex kesal.
“Masa sih, Sir? Tadi saya coba kok. Ngga panas,” jawab Bilqis polos sembari menggelengkan kepala.
“Kau mencoba kopi yang tadi saya minum? Dari cangkirku?” tanya Alex, membuat Bilqis terdiam.
“ Eum ….” Bilqis berpikir untuk menjelaskan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Rahmi Mamimima
dlu aq jg gni 😭 skrg mlh jd suamiku
2025-03-17
0
KING'Tozis - Fingerstyle Ndr
wkwkwkw😁
2024-04-27
0
Tika Rotika
🤣🤣🤣kasihan si bilkis aq tunggu bucin nya alex🥰🥰
2023-10-19
2