Bilqis berdiri tepat di gedung tinggi. Ia menatap gedung tempatnya bekerja. Jujur, sebenarnya ia malas menginjakkan kakinya di gedung ini. Ia juga malas bertemu Alex. Terlebih karena insiden malam minggu kemarin saat berada di mall. Ia merutuki keputusannya yang langsung menggendong seorang anak kecil yang berdiri di antrian paling depan. Hanya karena ia tidak ingin mengantri dan sudah sangat ingin membuang air kecil, ia pun menggunakan cara licik agar tidak mengantri. Namun, siapa sangka bahwa itu semua malah membawa dirinya ke sebuah insiden memalukan.
“Hmm …” rengek Bilqis sembari menutup wajahnya.
Rasanya Bilqis masih malu bertemu bosnya itu. Ia masih mengingat dengan jelas bagaimana Alex menertawainya waktu itu. walau pria itu mencoba menahan tawanya, tapi tetap saja senyum yang sangat lebar serta jejeran giginya terlihat.
“Hei, ngapain bengong?” tanya Tina dengan menepuk bahu Bilqis dari belakang. “Ayo masuk!” ajaknya.
Bilqis pun menarik nafasnya kasar dan mengikuti langkah Tina.
“Qis, nanti siang makan bareng ya. Gue lagi seneng. Jadi gue mau traktir,” kata Tina di sela langkah mereka.
“Aku doang, apa sama yang lain?” tanya Bilqis.
“Sama yang lain dong. Tapi kita-kita aja, sekretaris senior,” jawab Tina bangga.
“Dalam rangka apa?” tanya Bilqis lagi.
“Ada deh, nanti di resto xxx seberang, gue kasih tahu. Okay. Bye …” Tina melambaikan tangan sembari mengedipkan mata, lalu berjalan cepat meninggalkan Bilqis.
“Dasar si Tin Tin! sok misterius banget,” gumamnya sembari melihat punggung Tina yang semakin jauh dari pandangannya.
Tina memiliki karakter yang berbanding terbalik dengan Bilqis. Sejak SMA, wanita itu memang sedikit urakan. Namun, ia bisa mempertahankan kehormatannya di sela teman - temannya yang sudah melepaskan itu dengan pacar mereka masing - masing, hingga satu malam, Tina tak bisa membendung sentuhan yang diberikan Jhon. Ia pun pasrah dan menyerahkan sesuatu yang begitu berharga pada pacar sekaligus bosnya itu. Tina benar - benar tidak bisa menolak pesona Jhon.
Biqis menggelengkan kepala karena ketika bersama Tina, otaknya penuh dengan sesuatu hal yang mesum. Pasalnya wanita itu kalau bicara tidak jauh dari s*lngk*ng*n. namun, Bilqis tetap teman yang baik. ia juga tidak pernah menjatuhkan teman sejaatnya saat bekerja. Justru ia selalu membantu. Bahkan saat Bilqis membutuhkan uang besar untuk menambal kekurangan pembelian rumahnya, Tina dengan cepat memberi bantuan itu dan Bilqis membayarnya dengan mencicil tanpa bunga. Untung saat ini cicilan itu sudah selesai dan tergantikan dengan mobil.
Tring
Bilqis sampai di lantai ruangan yang ia tempati. Ia tak tahu apakah Alex sudah datang atau belum, tapi biasanya memang Alex bos yang paling rajin sepanjang sejarah ia menjadi sekretaris. Ia selalu kalah cepat dengan Alex saat tiba di sini.
Sembari melangkahkan kaki menuju mejanya, Bilqis kembali menarik nafas dan membuangnya kasar. Memang ia mematrikan hati bahwa ia adalah wanita anti pria. Bilqis membentuk pola pikir bahwa hidupnya tidak akan direpotkan dengan urusan cinta. Ia tidak akan percaya pada laki-laki karena pada dasarnya laki-laki adalah sama, hanya mau mengambil keuntungan saja. dan menurutnya cinta adalah kamuflase yang membungkus nafs*.
Bilqis tidak menyadari bahwa dirinya adalah wanita normal. Ia juga tertarik pada pria tampan, seperti Alex contohnya. Ia juga sempat merasa berbunga saat mendapatkan senyum dari bos yang ia sebut killer itu. Ia juga sempat salah tingkah dengan jawaban Alex yang asal tapi menjurus. Namun, ia menepis semua itu. Ia menepis rasa suka dan kagumnya pada Alex dengan menyebut pria itu killer dan menyebalkan, seolah Alex tidak ada bagusnya dimata Bilqis. Padahal dunia pun tahu bahwa pria itu penuh dengan pesona yang tak bisa dihindari.
“Hei, kamu sudah datang?” tanya Alex pada Bilqis yang baru saja mendaratkan b*k*ngnya di kursi kerjanya itu.
Bilqis pun menoleh. “Iya, Sir.”
Melihat wajah Bilqis, Alex ingin kembali tertawa karena ingat insiden di mall waktu itu.
“Baru datang? Telat lagi?”
Bilqis langsung menggeleng. “Sudah dari tadi, Sir. ini komputerku sudah menyala.”
Untung saja saat b*k*ngnya belum mendarat di kursi, Bilqis sudah lebih dulu menyalakan komputer PC itu.
“Buatkan aku kopi,” ucap Alex dan langsung kembali memasuki ruangannya.
Bilqis memonyongkan bibir dan bangkit dari duduknya untuk menuju pantry. “Ya, Sir killer.”
Tiba-tiba pintu ruangan itu kembali terbuka saat Bilqis hendak melintas. “Kamu ngomong sama saya?”
Bilqis langsung menggeleng. “Ngga, Sir. saya ngomong sama kaki meja.” Arah mata Bilqis menuju pada kaki mejanya yang membut kakinya tersanding sedikit saat bangkit tadi.
Alex pun menggelengkan kepala. “Dasar ceroboh!”
Setiap hari, Alex selalu minta dibuatkan kopi oleh Bilqis. Padahal kebiasaan itu belum pernah ada sebelumnya. Sekretaris sebelumnya juga pernah melakukan hal yang sama. Namun tidak setiap hari. Dulu, Alex lebih sering meminta asisten rumah tangganya yang membuatkan kopi sekaligus duduk bersama putrinya untuk makan siang. Tapi sekarang, kopi buatan asisten rumah tangga yang sudah mengabdi padanya lebih dari sepuluh tahun itu kalah enak dari kopi buatan Bilqis.
“Permisi, Sir.” Bilqis membuka pintu Alex sembari membawa kopi pesanan bosnya itu.
Bilqis meletakkan cangkir itu tepat di depan Alex. Lalu, ia pamit. Namun, Alex mencegahnya.
“Bilqis.”
“Ya, Sir. Ada lagi yang bisa saya bantu?” tanya Bilqis lembut.
Ia menghilangkan kecanggungan karena insiden mall itu dengan berusaha memasang wajah biasa dan seramah mungkin, seolah insiden itu tidak pernah terjadi.
“Duduk!” pinta Alex sembari melebarkan tangannya ke arah kursi yang ada di depannya.
Bilqis pun menurut. Dengan gerakan lambat, ia mendekati kursi itu dan duduk di sana.
“Jangan dibahas! Jangan dibahas! Jangan dibahas!” dalam hati, Bilqis terus berkata semoga insiden itu tidak dibahas di sini.
“Gajimu sudah keluar?” tanya Alex.
Bilqis mengangguk. mengingat nominal gaji yang ia terima jumat kemarin, membuat Bilqis lupa akan insiden itu dan menampilkan senyum yang manis di depan Alex.
“Apa insntif yang aku berikan terlalu kecil untukmu?” tanya Alex lagi.
Sontak, Bilqis langsung menggeleng. “Tidak, Sir. itu sudah lebih dari cukup. Saya terima kasih.”
“Saya juga terima kasih. Walau banyak catatan pekerjaanmu yang masih belum beres. But so far, semua oke.” Alex menggeser kertas yang semula berada di didepannya ke arah Bilqis. “Ini catatan kesalahanmu. Saya tidak memberikan pada HRD karena ini hanya human error. Dan saya harap bulan depan kamu tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.”
Bilqis mengangguk. “Ya, Sir.”
Bilqis mengambil kertas itu dan melihat betapa banyak catatan kesalahan yang Alex ketik di sana. ada 101 kesalahan. Bilqis pun menoleh ke arah Alex setelah melihat kertas itu.
“Ini kesalahan saya, Sir?” tanyanya tak percaya.
“Tentu saja. tidak mungkin saya kan yang membuat kesalahan.”
Hati Bilqis langsung dongkol. Senyum manis yang semula ia tunjukkan pun berubah. Pasalnya di sana juga ada poin yang berisi tentang gaya berjalan Bilqis, yang selalu berjalan di depannya.
“Apa cara jalan saya juga salah?” tanyanya heran.
“Ya.” Alex mengangguk. “Harusnya saya yang berjalan di depanmu, bukan kamu yang berjalan di depan saya.”
Bilqis langsung memonyongkan bibirnya di depan kertas yang sedang ia baca itu untuk menutupi ekpresi wajahnya di depan Alex.
“Saya tidak suka melihat b*k*ngmu yang bulat itu,” jawab Alex lagi dengan nada datar. Padahal dalam hati ia bukan tidak suka, tetapi takut terhipnotis dengan bentuk tubuh Bilqis yang cukup bagus.
“What?” tanya Bilqis dalam hati dengan nada mengamuk. Bisa-bisanya dia mencela sekaligus merendahkan dirinya. “Si*l.” Bilqis terus mengumpat dalam hati.
“Baiklah, saya akan memperbaiki kesalahan saya,” ucap Bilqis mengalah karena ia tidak ingin berlama-lama di dalam ruangan ini.
Alex pun mengangguk dan Bilqi bangkit dari kursinya.
“Bilqis,” panggil Alex lagi saat Bilqis hendak keluar dari ruangan itu.
“Ya.” Bilqis kembali menoleh.
“Ada sesuatu dari putri saya.” Alex memberikan paper bag pada Bilqis. “Putriku menyukaimu, katanya kartun kesukaan kalian sama.”
Blush
Pipi Bilqis langsung memerah. Ah, akhirnya insiden memalukan itu kembali disinggung. Namun, Bilqis tetap memasang wajah cool.
“Oke, Sir. Terima kasih.”
Alex pun tersenyum dan mengangguk. “Semoga pas.”
Bilqis ikut mengangguk dan tersenyum. Kata Pas yang dilontarkan Alex menurut Bilqis adalah barang yang ada di dalam paper bag itu sesuai dengan keinginannya.
Bilqis kembali ke mejanya. Ia duduk dan menebak-nebak apa yang diberikan gadis cantik itu. jujur sejak melihat Aurel, Bilqis memang sudah senang dengan gadis itu.
Bilqis pun membuka paper bag yang bermotif garis-garis horizontal berwarna pink.
“What?”
Bilqis terkejut, karena isi paper bag itu adalah celana d*l*m dan bra dengan motif sofia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Yuli Chello
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2024-10-03
0
H
😂😂😂
2024-10-03
0
DozkyCrazy
ngaaakakk bgt
2024-02-13
1