Tring
Sebuah notifikasi masuk ke ponsel Bilqis. Baru saja ia akan merebahkan diri dan bermimpi indah di pulau kapuk miliknya, tapi tangannya gatal untuk segera meraih benda pintar yang berbunyi.
Bilqis melihat notifikasi yang datang dari Bank.
“Eh, udah gajian,” gumam Bilqis yang belum membuka e-banking-nya.
Biasanya Bilqis dan para karyawan Alex akan menerma gaji di setiap tanggal enam. Namun, berhubungan tanggal enam jatuh pada hari sabtu, maka dimajukan menjadi hari ini, tanggal lima.
“Aaa …” Bilqis menjerit saat membuka e-banking dan melihat nominal transfer yang masuk.
Sontak, Ibu dan adiknya yang bernama Radit pun segera menghampiri teriakan Bilqis.
“Ada apa, Nak?”
“Kenapa sih, Mbak? Teriakannya ngebangunin orang sekampung tahu ngga.”
Bilqis lagi senang. Ia mengabaikan sang adik yang selalu mengajaknya ribut. Namun, saat salah satu di antara mereka tak ada di rumah, baik Bilqis atau Radit pasti menanyakan satu sama lain.
“Gajiku naik, Bu.” Bilqis langsung menghambur peluk ke arah Laila dan memperlihatkan ponselnya. “Sekarang gajiku dua puluh dua juta.”
Saat menjadi sekretaris manajer, Bilqis digaji lima belas juta. Dan tidak tanggung-tanggung, Alex menaikkan gajinya sebesar tujuh juta. Itu diluar dari ekspektasi Bilqis, karena ia pikir kemungkinan naik hanya sekitar dua sampai tiga jutaan aja. Memang bekerja dengan Alex harus ekstra sabar dan ekstra waktu, karena sejak menjadi sekeretaris bos killer itu, Bilqis kerap lembur dan pulang malam. Ia sering menemani Alex untuk bertemu dengan klien kapan pun.
“Aaa … Ibu ikut senang, Nak.” Laila dan Bilqis berjingkrakan.
“Coba aku liat, Mbak.” Radit mengambil ponsel Bilqis dan melihat nominal yang tertera di sana. “Wah, keren Mbak. Semoga aku bisa sukses kaya mbak.”
Bilqis mendekati adiknya dan merangkul bahu itu. “Harus dong. Makanya kamu cepet lulus. Nanti mbak rekomendasiin pekerjaan. Kita harus buktikan sama keluarga Ayah yang julid itu, kalau kita bisa lebih jaya tanpa ada uang sepeserpun yang mengalir dari mereka.”
“Bilqis,” panggil Laila lirih.
Radit memeluk sang kakak. Kedua kakak beradik ini memang kompak dan saling berkasih yang. Namun, Laila tetap tidak senang jika kedua anaknya membenci Ridho, ayah kandung mereka.
Laila tidak suka jika anak-anaknya menaruh dendam pada sang ayah dan keluarganya. Walau ia tidak pernah mengajarkan pada Bilqis dan Radit untuk membenci ayah kandung dan keluarganya, tapi mereka berdua sudah terlanjur benci pada ayahnya yang tidak bertanggung jawab dan meninggalkan mereka saat mereka tak berdaya. Tapi kini, kedua anak itu sudah besar. Mereka pun memiliki kekuatan yang kelak akan menjatuhkan sang ayah nantinya.
****
Hari ini adalah hari weekend. Biasa jika weekend, Bilqis akan banyak menghabiskan waktu di kasur untuk tidur. Setelah menunaikan sholat subuh, ia akan tidur kembali dan bangun jam sepuluh atau sebelas siang. Laila pun tidak membangunkan putrinya, karena ia tahu bahwa sang putri membutuhkan istirahat di saat libur.
“Sudah bangun?” tanya Laila saat melihat Bilqis membuka lemari es dan menuangkan susu uht segar satu liter ke gelasnya. “Tumben, jam segini udah bangun.”
“Dih, Ibu gimana sih? Kemaren aja marah-marah katanya mulai sekarang dibiasakan jangan bangun siang kalau lagi libur. Sekarang di bilang tumben,” kata Bilqis manyun.
Pasalnya saat ini waktu baru menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh menit. Waktu yang masih terbilang pagi oleh Bilqis, tapi tidak untuk Laila.
“Ya udah, kalau kamu udah bangun jam segini. Nanti siang anter Ibu ke supermarket yuk! Ibu mau belanja bulanan. Semuanya habis. Minyak habis, sabun habis …”
“Iya, Ibu.” Bilqis memotong perkataan Ibunya yang kalau diteruskan akan panjang kali lebar. “Kita cus jam sebelas nanti ke mall xxx. Oke.”
“Ga usah ke mall, Qis. Ke supermarket aja,” jawab Laila.
Bilqis mendekati sang Ibu dan duduk di sampingnya sembari merangkul bahu wanit peruh baya itu. “Bilqis mau sekalian creambath dan pijat refelksi, Bu. Di mall itu ada.”
“Terus Ibu nungguin kamu, gitu? Lama dong.”
“Ya, ikut Bu. Sekalian facial supaya muka Ibu kinclong.”
“Ah, ga usah. Udah tua juga,” jawab Laila sembari menggelengkan kepalanya.
“Ish Ibu, ga apa-apa. Supaya nanti kalau ketemu Bapak Ridho yang terhormat, dia nyesel karena udah ninggalin Ibu.”
Plak
“Aww …” jerit Bilqis karena mendapat pukulan dari Laila.
“Ayah.” Laila menegaskan kata itu, pasalnya kedua anaknya tidak pernah mau menyebut Ridho dengan sebutan Ayah. setiap kali harus menyebut nama sang ayah, mereka hanya menyebut dengan sebutan Bapak Ridho yang terhormat.
“Sebutan Ayah hanya untuk laki-laki yang bertanggung jawab pada anak istrinya, Bu. Kalau dia, ya Bapak Ridho yang terhormat.”
Bilqis langsung meluyur pergi setelah berkata demikian. Sedangkan sang Ibu hanya menggelengkan kepala dan menarik nafasnya kasar.
“Maaf, Mas. Aku sudah berusaha mengajari mereka untuk tidak membencimu. Tapi rasanya tidak bisa,” gumam Laila setelah melihat Bilqis kembali masuk ke kamarnya.
Sedangkan Radit, masih asyik berkutat di depan laptop di dalam kamarnya untuk mengerjakan skripsi. Ini adalah tahun kelima ia kuliah, sebelumnya ia berjanji pada sang kakak untuk lulus dalam jangka waktu empat tahun, tapi ternyata mundur. Dan, kali ini ia tidak ingin mengecewakan Bilqis lagi, mengingat sang kakak yang telah membiayai kuliahnya sejak pertama kali masuk.
****
Bilqis dan Laila masuk ke sebuah mall besar di Jakarta. Radit tidak ikut. Ia lebih memilih di rumah sambil mengerjakan skripsi. Pria yang sebentar lagi berusia dua puluh empat tahun itu hanya meminta dibawakan ramen dan sushi saja.
“Bu, Bilqis pengen buang air kecil nih,” keluh Bilqis saat keduanya baru masuk ke dalam mall.
“Ck, kamu. Emang tadi di rumah ngga?”
Bilqis menggeleng. “Dari rumah udah ke pengen tapi tanggung udah rapi.”
“Ya udah, Ibu tunggu sini.”
Bilqis mengangguk dan segera meninggalkan sang Ibu Laila menggeleng melihat putrinya berlari mencari kamar kecil.
“Ya ampun antri banget,” kata Bilqis saat melihat orang yang berjejer di dalam kamar kecil khusus perempuan.
BIlqis dan Laila memang tidak jadi berangkat pukul sebelas. Mereka malah berangkat sore, karena Bilqis yang masih bermalas-malasan.
Di dalam kamar kecil itu, Bilqis melihat seorang anak kecil sudah berdiri di depan antrian. Kemungkinan jika ada satu bilik saja yang terbuka, maka anak kecil itu akan masuk ke sana. sedangkan Bilqis berdiri di antrian paling belakang.
“Hai sayang, ayo Aunty antar kamu ke dalam,” kata Bilqis sembari memegang tangan gadis kecil yang hendak memasuki bilik.
Gadis kecil itu pun hanya mengangguk. Padahal biasanya anak itu tidak akan mau dengan orang asing, tapi dengan Bilqis entah mengapa gadis kecil itu pun mau.
Bilqis dan gadis kecil itu memasuki bilik yang sama. Kebetulan bilik kamar kecil itu cukup luas, mengingat ini adalah mall yang cukup besar dan konon banyak pengusaha serta artis yang datang ke mall ini.
Bilqis membantu gadis kecil itu untuk duduk di kloset. Ia melihat gadis kecil itu membersihkan dirinya sendiri. Gadis kecil itu begitu mandiri, mengingatkan akan dirinya kala diusia yang sama.
“Sudah? Tidak perlu dibantu Aunty?” tanya Bilqis.
Gadis kecil itu tersenyum. “Tidak usah. Aku bisa sendiri karena aku anak mandiri. Itu kata Daddy.”
“Hebat.” Bilqis bertepuk tangan.
Kemudian ia kembali menurunkan gadis kecil tadi hingga kedua kakinya menyentuh lantai, lalu membuka pintu bilik itu. “Sekarang kamu keluar duluan. Aunty mau pip*s.”
Gadis kecil itu menggeleng. “Aku tunggu di sini saja.”
“Tapi …” Bilqis ragu.
Namun keinginan untuk membuang itu sudah terlanjut tak bisa ditahan. Ia pun langsung membuka celananya dengan tetap menutup bagian privasinya itu.
“Aunty beli di mana celana sofia nya?” tanya gadis kecil yang imut itu.
Ah, Bilqis lupa kalau tadi ia menggunakan cel*n* dalam bergambar kartun sofia the first, karena Bilqis memang menyukai kartun yang ada di Disney Junior itu.
“Aku suka Sofia,” kata gadis kecil itu.
“Aku juga.”
“aku gadis desa yang sederhana, dalam semalam jadi .. Putri.”
Bilqis dan gadis kecil itu menyanyikan lagu sofia sama seperti yang ada di saluran televisi anak dunia itu. lalu mereka tertawa. Bilqis langsung menyukai gadis kecil yang cantik dan lucu itu. apalagi rambutnya yang dikuncir dua, membuat Bilqis semakin gemas.
“Aku beli ini di strore xxx. Di sana banyak pakaian-pakaian sofia,” sambung Bilqis dengan menunjukkan celana d*l*mnya saat merapikan kembali pakaiannya.
Mereka pun keluar dari bilik dan mencuci tangan di wastafel. Bilqis kembali membantu gadis kecil itu untuk mencuci tangannya.
“Mana ayahmu?” tanya Bilqis saat mereka sudah keluar dari kamar kecil.
“Sayang, kamu sudah selesai?” tanya seorang pria dari belakang mereka.
Gadis kecil itu menoleh dan langsung memeluk ayahnya. “Daddy.”
Bilqis ikut menoleh. Namun, tenggorokannya tercekat karena ia sangat mengenali ayah anak itu. “Sir.”
“Bilqis.” Alex pun terkejut.
“Daddy, Aku ingin ke store xxx. Aunty itu menggunakan celana d*l*m sofia. Katanya di sana banyak menjual pakaian sofia.”
Glek
Bilqis bersusah payah menelan salivanya. Gadis kecil itu dengan polos menceritakan semua yang terjadi di dalam bilik kamar kecil tadi.
Sambil mendengarkan ocehan sang putri, Alex terus menatap Bilqis dengan senyum menyeringai atau meledek. Entahlah, Bilqis pun tidak bisa mengartikan senyum lebar itu.
“Om jin, bantu aku menghilang sekarang!” teriak Bilqis dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Rahmi Mamimima
🤣🤣🤣🤣
2025-03-17
0
Ariesta 💜
Anjiir... Sofia....
Wkwkkwkk....
2024-10-22
0
LinaMR
🤣🤣🤣🤣
2024-10-04
0