“Alexander Kenneth,” panggil seorang pria yang berdiri tak jauh dari tempat berdirinya Alex dan Bilqis.
Alex menoleh ke arah suara itu dan seketika bibirnya mengembang. “Om Darwis.”
Pria yang disebut namanya oleh Alex pun mengangguk dan tersenyum. “Ternyata kau masih mengenaliku.”
“Tentu saja.”
Alex melepaskan pegangan tangannya yang semula melingkar di pinggang Bilqis dan mendekati pria paruh baya itu. Lalu, kedua pria itu saling berpelukan.
“Long time no see,” ucap Alex setelah lama mereka berpelukan.
“Ya, very long time.” Pria paruh baya itu pun menanggapi. “Tadinya om tidak ingin menyapamu, karena khawatir kamu lupa dengan Om.”
“Tentu saja tidak. Om kan sahabat Baik Papa. Jadi saya pasti ingat.” Alex tampak tersenyum hangat pada pria paruh baya itu.
Lalu, Darwis melirik ke arah Bilqis. “Dia kekasihmu? Calon ibu Aurel?”
Alex tersenyum. namun, kepalanya tidak mengangguk.
“Kau tidak mengenalkannya padaku?” tanya Darwis lagi.
“Tentu akan saya kenalkan, Om.” Alex pun mendekati Bilqis yang memang sedari tadi memperhatikan kedua pria itu.
Darwis pun ikut mendekat dan mereka berdiri berdekatan.
“Sayang, Ini Om Darwis, sahabat Papa ku.”
Sontak, Bilqis pun menoleh ke arah Alex. Pasalnya ada yang aneh dengan panggilan Alex pada dirinya. Namun, Alex tampak tak peduli pada sorot mata Bilqis yang sedang mempertanyakan panggilan itu.
“Halo.” Darwis mengulurkan tangannya lebih dulu ke arah Bilqis.
Mau tak mau Bilqis pun menerima uluran itu dan ikut tersenyum seperti mimik wajah pria paruh baya yag terlihat ramah itu.
“Sepertinya, wajahmu tidak asing,” kata Darwis lagi.
Alex tercekat. Ia tahu bahwa pria di depannya ini ingin mengatakan bahwa Bilqis mirip dengan almarhumah istrinya.
“Wajah saya memang pasaran, Om. Waktu kecil saya pernah ditarik ibu-ibu, padahal itu bukan ibu saya.”
Sontak, Darwis tertawa. “Ternyata kekasihmu lucu juga.”
Alex pun tersenyum. “Ya, kali ini memang sedikit berbeda, Om.”
Darwis semakin tersenyum. apalagi melihat Bilqis yang melirik ke arah Alex. “Wah, sepertinya Om bakal harus ke Singapura dalam waktu dekat. atau pernikahan kalian akan di adakan di sini?”
Alex dan Bilqis saling melirik.
“Di tung ..”
“Tid …”
Alex dan Bilqis hendak menjawab dengan jawaban yang berbeda. Lalu, Alex melirik ke arah Bilqis dengan isyarat untuk membiarkan dirinya yang menjawab.
“Di tunggu saja undangannya, Om.”
Bilqis pun cemberut. Ia tidak ingin ada kesalahpahaman disini, mengingat statusnya ini hanya sekedar pacar semalam.
Darwis menyaksikan ekspresi Alex dan Bilqis bergantian. Ia pun tersenyum.
“Baiklah, Om tinggal dulu ke sana.”
Darwis menunjuk pada kerabatnya yang cukup jauh dari tempat Alex dan Bilqis berdiri.
“Silahkan, Om,” jawab Alex sambil sedikit membungkukkan tubuhnya tanda hormat. Bilqis pun tersenyum dan melakukan hal yang sama.
“Kalian benar-benar pasangan serasai.” Darwis menepuk pelan bahu Alex yang diangguki oleh pria itu.
“Terima kasih, Om. Doakan kami segera menyusul Adnan ke pelaminan”
“Tentu saja,” jawab Darwis yang kemudian tersenyum ke arah Bilqis yang tengah membulatkan matanya ke arah Alex untuk meminta penjelasan dari maksud permintaannya pada pria paruh baya itu.
Darwis pun pergi meninggalkan dua insan yang setelah ini pasti akan berseteru.
“Maksud, Sir apa?” tanya Bilqis.
“Apa?” Alex malah balik bertanya.
“Tadi, Sir minta doakan apa padanya?” tanya Bilqis dengan menunjukkan wajahnya pada punggung Darwis yang sudah menjauh.
“Hanya asal bicara saja, supaya lebih meyakinkan kalau kamu kekasihku.” Alex meninggalkan Bilqis untuk mengambil buah di sana.
“Diam di sini,” ucap Alex lagi.
Bilqis hanya bisa memalingkan wajahnya dengan kesal. Pasalnya selama di sini, ia benar-benar tidak bisa bergerak. Mentang-mentang bos killer itu sudah membayar malam ini dengan uang lemburan, Bilqis seolah harus menerima setiap perlakuan yang dilakukan sang bos, termasuk menerima ketika Alex mengatakan dia sebagai calon istrinya di depan teman-temannya.
Walau Bilqis tidak mengenal satu pun teman Alex kecuali Jhon, tapi tetap saja ia khawatir jika pacar pura-pura yang ia lakukan malam ini, nanti akan menjadi sebuah rumor.
“Ini! Bukannya tadi kamu ingin buah.” Alex menyodorkan makanan yang sedari tadi ingin Bilqis makan.
Bilqis menggeleng. “Tidak.”
“Ayolah! Aku sudah mengambilnya untukmu.” Alex mengambil tangan Bilqis dan memaksa untuk menerima piring yang ia pegang tadi.
Mau tak mau, Bilqis pun menerima piring itu. walau sebenarnya ia memang menginginkan makanan itu, hanya saja Bilqis berusaha menjaga image-nya.
Bilqis merutuki Alex yang tak kunjung pulang. Padahal Jhon dan Tina saja sudah pulang sejak tiga puluh menit yang lalu. Namun, Alex betah sekali berada di pesta ini dan mengenalkan dirinya pada semua yang mengenal pria itu.
Kepulangan Tina membuat Bilqis bosan dan merasa sendiri, walau di sana Alex selalu berada di dekatnya dan tidak meninggalkannya. Namun, berbincang dengan kalangan atas sungguh sangat membosankan.
“Lex, sepertinya kekasihmu sudah lelah. Pulanglah!” ujar salah satu teman Alex yang melihat kebosanan Bilqis.
“Kamu bosan, Sayang?” tanya Alex lembut.
Bilqis menatap sang bos dan mengangguk.
“Baiklah, kalau begitu aku pamit ya,” ucap Alex pada teman-temannya.
“Lex,” panggil teman Alex dan si bos itu pun langsung menoleh.
“Cepet nikahin. Kalau ngga, depe-in supaya ga kabur.”
Alex menanggapi dengan menaikkan ibu jarinya ke atas. “Siap.” Lalu, ia kembali beralih pada Bilqis yang sudah menunggunya untuk meneruskan langkah kaki mereka menuju luar.
Alex tetap menggandeng sekretarisnya hingga sampai di lobby dan memasuki mobil yang sudah dibawa petugas dari basement.
Alex membuka pintu untuk Bilqis, lalu ia mengitari kap dan duduk di kursi kemudinya.
“Apa yang di depe-in?” tanya Bilqis sembari memasang seatbelt, mengingat perkataan teman Alex tadi saat mereka pergi.
“Bisnis. Supaya ga jatuh ke tangan orang lain, maka aku harus DP kan dulu.”
“Oh.” Bilqis membulatkan bibirnya sembari mengangguk. Ia berpikir, Alex dan temannya sedang membicarakan tender pengadaan barang.
Alex tersenyum melihat ekspresi polos itu dan menjalankan kendaraannya. Bilqis masih canggung dengan keadaan ini, dengan segala yang terjadi hari ini, dengan statusnya yang menjadi pacar semalam malam ini. Alex benar-benar mengenalkan dirinya sebagai kekasih di depan teman-temannya tadi. Dan jujur hal itu membuat perasaannya terganggu. Entah terganggu karena senang atau justru sebaliknya.
“Masih ada satu jam, sebelum pukul sebelas,” ujar Alex tiba-tiba setelah melihat arlojinya.
Alex berkata tanpa menoleh ke arah Bilqis. Namun, seketika Bilqis yang semula memandang ke arah jendela pun menengok dan mengarahkan matanya pada pria yang sedang fokus menyetir itu.
Alex ikut menoleh dan membalas tatapan Bilqis. “Aku menghitung lemburmu sampai jam sebelas malam. Dan, karena ini masih jam sepuluh. Jadi masih ada waktu satu jam untuk menggunakanmu kan?”
“Apa?” tanya Bilqis tak terima dengan kalimat terakhir Alex yang ambigu.
Kedua bola mata Bilqis membulat dan Alex pun mengerti.
“Maksudku menggunakan tenagamu untuk bekerja padaku.”
Bilqis mendengus. Alex memang pria menyebalkan. Bos yang seenaknya, semaunya, tidak bisa dbantah, dan banyak perintah. Oleh sebab itu, orang kantor menyebutnya killer.
Kemudian, Alex membawa Bilqis ke hiburan seperti pasar malam modern. Tempat yang dulu pernah ia kunjungi bersama mendiang sang istri. Saat itu, Alex menemani keluarga Tasya untuk mengunjungi saudara ayahnya yang masih banyak tinggal di kota ini.
Di sana banyak menjajakan makanan-makanan tradisional, juga permainan anak dan dewasa seperti biang lala, kora-kora, atau rolercoaster kecil.
“Wah …” Bilqis tampak sumringah saat matanya melihat ke arah kembang api yang berkilau di langit.
“Kau suka?” tanya Alex dan Bilqis langsung mengangguk.
“Kau mengajakku ke mana, Sir?” Bilqis balik bertanya.
“Ke suatu tempat yang aku sukai. Mungkin juga kamu suka.”
Bilqis mengangguk seperti anak kecil. “Tentu saja aku suka.”
Alex membawa Bilqis ke kerumunan orang-orang di sana. Bilqis tampak antusias. Gaun panjang yang ia kenakan pun tak menyulitkan jalannya untuk menghampiri ke berbagai tempat di sana.
Bilqis berlari menuju sebuah danau dengan dekorasi yang dibuat indah. “Oh … aku rindu tempat ini,” teriaknya.
Alex tersenyum melihat kelakuan Bilqis. Wanita itu tampak berbeda dari biasanya. Bilqis membentangkan kedua tangannya di depan danau buatan yang indah itu. Alex pun ikut berdiri di samping wanita tangguh, tapi terlihat rapuh
Memori Bilqis memutar saat masih kecil. Kala itu ia baru berusia enam tahun. Hampir setiap tahun sejak ia berusia satu tahun dan belum memiliki adik, Bilqis selalu di ajak ke tempat ini oleh sang ayah. Namun saat usianya enam tahun, itulah hari terakhir Bilqis dibawa oleh pria yang menjadi cinta pertamanya itu.
Seketika air mata Bilqis menetes.
Alex pun menoleh untuk melihat raut sedih iti, mengingat tempat ini juga telah membuatnya sedih dengan segala kenangannya bersama Tasya. Apalagi ia pernah berjanji akan mengajak samg istri kembali ke sini. Tapi yang ia ajak sekarang adalah Bilqis, yang sekilas seperti duplikasi mendiang istri, wanita serupa tapi tak sama.
“Hei, kau menangis?” tanya Alex yang tiba-tiba mendekati wajah Bilqis dan menemukan wanita itu terisak dalam diam.
“Aku patah hati, aku patah hati,” ucap Bilqis berulang kali.
Alex memeluk bahu Bilqis dari samping dan membiarkan wanita itu menangis di bahunya. Bilqis pun tidak berontak, ia justru memeluk sang bos yang menyebalkan itu. Alex berpikir bahwa Bilqis tengah patah hati karena kekasihnya. Padahal Bilqis patah hati oleh pria yang dulu ia kagumi sebagai seorang ayah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Puput
Tapi Emang obrolan laki laki itu cuma bisa dipahami oleh Kaumnya aja, kita sebagai perempuan bingung maksudnya apa
2024-06-04
0
Yuliana Purnomo
hanyut juga aku Thor,,mewek.dikit boleh kan???
2024-01-23
0
Murnychaniya Murnychaniya
haahh ikut mewek gara2 Bilqis 🥹🥹🥹
2023-10-21
0