“Minggri-minggir, air panas,” teriak Bilqis dengan membawa setumpuk berkas di dadanya.
Semua orang yang Bilqis lewati pun langsung memberi jalan padanya. Sikap Bilqis memang sedikit bar-bar dan heboh, tapi justru dengan sikapnya yang seperti ini membuat ia banyak teman.
Bilqis langsung meletakkan berkas banyak itu di atas meja kerjanya. “Huft. Berat juga.” Ia menghapus peluh yang sedikit membasahi keningnya.
Ceklek
Pak Dion membuka pintu ruang kerjanya. “Gimana, Qis? Datanya ketemu?”
Bilqis yang mejanya berada [ersis di samping pintu ruangan itu pun menoleh. “Ini baru saya bawa berkasnya dari gudang. Saya pilih dulu ya, Pak.”
“Oke.” Dion mengangguk. “Kau memang sekretaris andalan.”
Pekerjaan Dion sangat terbantu oleh kehadiran sekretarisnya. Bilqis termasuk sekretaris senior di sana. kebetulan ia memang lulus dari akademik sekretaris. Pembukuannya pun rapi dan Bilqis juga termasuk wanita yang cekatan juga pintar.
Tiga tahun, ia menjadi sekretaris Dion. Untung saja Dion bukanlah atasan yang macam-macam. Walau di kantor ini ada juga yang menjadi sekretaris plus-plus, tapi tidak untuk Bilqis. Ia hanya niat bekerja dan mencari uang untuk Ibu dan adiknya yang masih kuliah. Sejak kecil, ia ditinggal oleh sang ayah yang memilih perempuan lain. Pada saat itu sang adik genap berusia dua tahun, sedangkan dirinya enam tahun. Alhasil sang ibu pun harus bekerja keras untuk menafkahi kedua anak yang masih ke kecil. Hal itu membuat Bilqis menjadi anak pertama yang prihatin serta memilki beban di pundaknya. Ia juga menjadi wanita mandiri hingga harus bekerja sambil kuliah demi masa depan seperti saat ini. Ia menerima nasib. Tapi satu yang menimbulkan masalah, kini Bilqis menjadi wanita yang anti pria dan phobia pada pernikahan. Ia tak ingin mengalami hal yang sama seperti ibunya.
****
Sepanjang malam, Alex kembali mengingat seorang wanita yang menabraknya di kantor. Sejauh ini, Alex baru melihat wanita itu. tapi menurut data yang ia minta dari HRD, wanita itu sudah bekerja lama di kantornya. Bahkan wanita itu juga sudah menjadi sekretaris senior di sana.
“Kenapa aku baru melihat dia?” tanya Alex pada dirinya sendiri sembari memegang dagunya di ruang kerja.
“Daddy …” teriak Aurel setelah membuka pintu ruang kerja sang ayah.
“Hai …” Alex langsung tersenyum saat melihat putri yang kini sudah genap lima tahun.
Aurel berlari ke arah sang ayah yang sedang duduk di kursi kerjanya. Alex pun memutar kursi itu ke arah sang putri yag sedang berlari dan membentangkan kedua tangannya.
“Ups.” Alex menangkap tubuh sang putri.
“Aku merindukanmu, Dad.”
“Sama, Daddy juga merindukanmu.”
Aurel duduk di pangkuan sang ayah. Sudah seharian Aurel tidak melihat ayahnya. Sang ayah berangkat lebih pagi dari dirinya, sehingga setelah sang ayah tiba di rumah, ia pun langsung mencari keberadaan itu.
“Bagaimana sekolahmu?” tanya Alex.
“Baik.”
“Apa ada orang yang menindasmu di sana?” tanya Alex lagi.
“Tidak.” Aurel menggeleng. “Justru mereka berebut ingin menjadi temanku.”
“Oh ya?”
Aurel mengangguk. “Itu karena aku baik.”
Aurel tertawa dengan memperlihatkan jejeran gigi susunya yang rapi.
Alex ikut tertawa lebar dan memeluk tubuh mungil itu. “Ya, kamu memang anak baik, karena kamu lahir dari ibu yang baik.”
Sekilas mata Alex memerah mengingat mendiang sang istri. Sungguh, ia merindukan sosok itu. Sosok yang mampu menenangkannya jika ia kesal dan marah-marah karena pekerjaan. Sosok yang membuatnya hilang lelah karena kepenatan dari rutinitasnya sehari-hari.
“Daddy …” panggil Aurel dengan melonggarkan pelukannya pada sang ayah.
Anak kecil itu mengusap pipi sang ayah. “Jangan sedih! Ada aku di sini, Dad," ucapnya lucu.
Aurel memasang wajah menggemaskan membuat Alex tersenyum.
Alex terharu dan memeluk tubuh mungil itu lagi. Ya, untung saja ia memiliki Aurel, reinkarnasi dari Anastasya. Mata Alex terpejam dan kembali mengingat kejadian di kantor siang tadi, karena selain Aurel ternyata ada satu orang yang mirip dengan mendiang sang istri. Bilqis Talitha. Nama itu yang ia temukan dari catatan curiculum vitae yang diberikan bagian HRD.
****
“Qis, ke ruangan saya sekarang!” pinta Dion pada sekeretarisnya.
“Iya, Pak.” Bilqis langsung berdiri dan melangkahkan kaki menuju ruangan yang tidak jauh itu.
Ceklek
Bilqis membuka perlahan pintu ruangan itu dan masuk.
“Duduk, Qis!” Dion mempersilahkan Bilqis untuk duduk di kursi yang ada di depannya.
Bilqis menurut dan mengikuti perintah itu. “Ada apa ya, Pak? Kok sepertinya serius banget.”
“Ya, ini memang serius,” jawab Dion sembari menatap Bilqis. “Kamu jadi sekretaris saya dah berapa tahun ya, Qis?”
“Tiga tahun, Pak.”
“Udah lama juga ya. Ah, sayang banget kita tidak lagi bisa kerja sama. Padahal saya udah cocok banget kerja bareng kamu. Kamu bisa diandalkan, pintar, dan cekatan.”
Bilqis langsung duduk tegang. “Saya tidak diberhentikan kan, Pak?” tanyanya polos membuat Dion tertawa.
“Hahahaha … kamu ada-ada aja. Siapa yang berhentiin karyawan bagus seperti kamu. Yang ada kamu tuh bakal naik jabatan.”
“Naik jabatan?” tanya Bilqis bingung.
“Ya, kamu diminta CEO buat jadi sekretarisnya,” jawab Dion.
“What?” Bilqis terkejut. “Jangan becanda ya, Pak! Ga lucu banget deh.”
Dion pun tertawa. “Loh, saya ga becanda. Kemarin HRD minta seperti itu. Sir Alex tidak ingin orang baru untuk sekretaris yang menggantikan Alana. Dia ingin sekretaris senior yang ada saja dan dia menunjuk kamu.”
“Ngga … Ngga …” Bilqis langsung menggoyangkan kesepuluh jarinya di depan Dion. “Saya belum se kompeten itu untuk mendampingi CEO, Pak.”
Dion menatap Bilqis. “Tapi menurut saya, kamu kompeten kok.”
Bilqis merasa minder di depan Alex, bukan karena dirinya yang merasa tidak mampu bekerja serta menjadi sekretaris yang baik untuk pria itu, hanya saja ia khawatir tidak mampu berhadapan dengan pria tampan seperti Alex, ditambah status dudanya yang menggoda serta tubuhnya yang atletis. Bisa-bisa Bilqis tidak pernah bisa fokus bekerja.
Bilqis membayangkan wajah Alex dan gayanya saat berjalan. Walau ia dan Alex tidak pernah bertatapan langsung, tapi Bilqis sering melihat pria itu dari balik dinding. Diam-diam Bilqis selalu mencuri pandang pada CEO tampan yang berstatus duda beranak satu itu. Entah mengapa jantung Bilqis berdetak kencang saat melihat wajah tampan itu. Bilqis teringat dengan aktor drama china yang ia sukai dan itu mirip dengan Alex.
“Hei, kenapa bengong?” tanya Dion pada Bilqis yang senyum sendiri. “Qis, Bilqis!” Dion melambaikan tangannya di depan wanita itu.
“Ah, iya pak.” Bilqis tersentak dan sadar.
“Yah, kamu di ajak ngobrol malah bengong. Senyum-senyum sendiri lagi.”
Bilqis pun nyengir. “Hehehe … maaf, Pak.”
Dion menggelengkan kepalanya. “Dasar kamu, Qis.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
aryuu
Dylan Wang /Grin/
2024-12-24
0
Atoen Bumz Bums
bilqis omes jg y😂😂😂
2024-07-02
1
Fira Wahyuni Fira
ahhh ceritanya sangat seru, tpi ini yh ad kemungkinan tuhh si Bilqis saudara sma si Anatasya ibu kandung si Aurel
2023-10-23
2