Usai makan siang, Alex kembali ke kantor. Sejak pukul sebelas tadi, ia memang sudah pergi meninggalkan kantor untuk menjemput putrinya yang kebetulan sedang pulang cepat karena ada acara di sekolahnya. Dan kebetulan lagi, ia sedang tidak ada jadwal bertemu klien. Alex mengisi kesempatan itu untuk mengajak sang putri makan siang bersama. Lalu, mengantarnya pulang.
Saat hendak memasuki ruangannya, Alex melihat kursi Bilqis yang masih kosong. Ia melhat jam di tangan kanannya, waktu sudah menunjukkan pukul satu lewat sepuluh menit. Namun, sekretarisnya belum ada di tempat padahal jam istirahat sudah selesai.
Kemudian, arah mata Alex menangkap paper bag yang tadi pagi ia serahkan untuk Bilqis. Bibirnya kembali mengulas senyum, sepertinya wanita itu belum membuka apa yang ia berikan, karen bungkusan itu masih terlihat rapi. Padahal Bilqis sudah menengok isinya sekilas dan kembali merapatkan paper bag itu dengan solatip seperti sebelumnya.
Tak lama kemudian, Bilqis berlari menghampiri mejanya. Sambil memegang handel pintu dan tengah membuka ruangannya sendiri, Alex melihat Bilqis berlari.
“Hai, Sir.” Bilqis melambaikan tangannya ke arah Alex, seolah mengajak pria itu untuk santai layaknya teman.
Alex menyipitkan mata dan sengaja melihat arlojinya di depan Bilqis. Bilqis yang mengerti jika dirinya terlambat sepuluh menit pun langsung bersuara.
“Sorry, Sir. Saat makan siang, saya melihat mug ini di kafe kopi sebelahnya. Saya jadi ingat Sir yang memang menyukai kopi. Mug Sir Alex hanya satu, jadi ini untuk ganti saja.”
Kemarahan Alex pun teredam oleh kejutan kecil yang diberikan sekretarisnya. “Apa ini sogokan?”
Bilqis tersenyum. ia sengaja memberi senyum yang teramat manis. “Tentu saja tidak. Ini ucapan terima kasih saya, karena putri Sir Alex memberikan sesuatu juga untuk saya.”
Bilqis melirik ke arah paper bag yang sengaja ia letakkan di kursi kerjanya. Alex pun mengikuti arah mata Bilqis dan melihat benda yang ia berikan pagi tadi itu.
“Kamu sudah mecobanya?” tanya Alex.
“Mencoba apa?” Bilqis balik bertanya seolah belum mengetahui isinya.
“Ah, tidak.” Alex menggeleng. Sebenarnya ia ingin menanyakan perihal isi paper bag yang ia berikan pada Bilqis tadi, pas atau tidak?
Lalu, Alex langsung menyambar mug yang dipegang Bilqis. “Terima kasih hadiahnya. Saya akan gunakan mug ini.”
Alex juga menampilkan senyum yang teramat mempesona, membuat darah Bilqis mendesir hebat dengan jantung yang berdetak tak karuan.
“Oh tampan sekali dia,” ucap Bilqis dalam hati.
Bilqis membalas senyum itu dan Alex kembali memasuki ruangannya.
“Hah.” Bilqis bernafas lega saat pintu ruangan itu tertutup. Lalu, ia kembali duduk di kursinya dan memindahkan paper bag itu ke bawah.
Ia memegang dadanya yang masih berdetak tak karuan.
Dag … Dig … Dug …
“Jangan Bilqis! Jangan main hati! Jangan tergoda pesonanya! karena mulai sekarang, kamu yang harus buat dia terpesona, Bilqis.”
Bilqis mensugesti dirinya sendiri. Ia memastikan bahwa hatinya tidak akan tergoda oleh pria macam Alex. Ia juga kembali mematri hati, bahwa dirinya tidak akan memiliki hubungan dengan pria apalagi sampai jatuh cinta.
****
Tiga hari berlalu.
“Qis, kamu beli dalaman baru?” tanya sang Ibu saat memasuki kamar anak gadisnya yang sedang berbaring tengkurap.
Usai pulang kerja, ia memilih langsung merebahkan tubuhnya di atas benda empuk itu setelah ritual membersihkan diri selesai.
“Iya, Bu.” Bilqis mengangguk mengiyakan pertanyaan sang Ibu. Padahal benda itu bukan dia sendiri yang membeli melainkan pemberian bosnya.
Bilqis belum mencoba langsung dua benda keramat yang Alex berikan senin kemarin. Sesampainya di rumah waktu itu, ia langsung memasukkan benda itu ke mesin cuci dan dicuci oleh asisten rumah tangga yang membantu ibunya sehari-hari di sini, juga menemani sang Ibu saat ia dan sang adik beraktifitas. Dan, lagi-lagi semua biaya itu Bilqis yang menanggung. Ia hanya tidak ingin Ibunya kelelahan dalam mengurus itu.
Laila membuka lemari Bilqis dan menaruh pakaian serta dalaman yang sudah selesai dicuci dan disetrika si Bibi.
“Kamu tuh, masih aja kaya anak kecil. Masa beli dalaman gambar sofia. Apa kata suamimu nanti,” ujar Laila kesal melihat sang putri yang masih saja menyukai kartun.
“Bagus tau, Bu,” sahut Bilqis yang kemudian bangkit, lalu duduk di tepi tempat tidur sembari melihat sang Ibu.
“Bu,” panggilnya.
“Apa?” tanya sang Ibu.
“Kenapa dari kami masih kecil, Ibu tidak menikah lagi?”
Deg
Seketika Laila membeku. Lalu, kembali santai. “Karena Ibu sudah memiliki kalian berdua. Ibu tidak menginginkan pendamping lagi.”
“Apa karena Ibu masih mencintai Bapak Ridho yang terhormat?”
“Bilqis, jangan sebut ayahmu seperti itu. Walau orangnya tidak bersama kita, tapi kamu dan Radit tetap harus menghormatinya karena dia ayah kandung kalian. Dan, kamu membutuhkannya ketika menikah nanti.”
“Ih, ogah. Bilqis ga akan mau ketemu pria brengs*k itu.”
“Qis,” panggil Laila memperingatkan putrinya.
Laila mendekati Bilqis dan mengelus kepalanya. “Ibu tahu, selama ini kamu menanggung beban berat. Ibu tahu kamu kecewa dengan ayahmu. Tapi di dalam tubuhmu tetap mengalir darahnya.”
“Itu sebabnya Bilqis tidak mau menikah, Bu. Karena Bilqis tidak mau bertemu dengannya.”
Laila hanya menarik nafasnya kasar melihat putrinya yang keras kepala itu.
Keesokan harinya, Bilqis kembali berangkat ke kantor seperti biasa. Hari ini ia akan bertemu lagi dengan Bos killernya yang sudah tiga hari tidak ke kantor karena harus pulang ke Singapura untuk memantau bisnis pusatnya di sana. Ia juga membawa turut serta sang puteri, mengingat hampir sebagian besar keluarganya bertempat tinggal di sana, sedangkan satu adiknya tinggal di Bali dan sepupunya yang juga tinggal di kota ini.
“Pagi, sir.” Bilqis langsung berdiri saat melihat Alex dari kejauhn dan tengah berjalan menghampiri.
Ralat bukan menghampiri Bilqis, tapi menghampiri ruangannya yang kebetulan terdapat meja Bilqis di sana untuk dilewati.
“Pagi,” jawab Alex datar.
Sikap Alex terlihat acuh, datar, dan dingin. Berbeda saat terakhir mereka bertemu, Alex terlihat banyak tertawa. Sikap pria killer itu memang sering berubah-ubah tergantung mood. Oleh karena itu, karyawannya menyebut Bilqis dengan sebutan killer.
Pria itu tetap berjalan angkuh, melewati Bilqis hingga sampai di depan pintu ruangannya dan memegang handle itu.
“Ish kenapa dia?” tanya Bilqis dengan gumaman yang hanya terdengar oleh dirinya sendiri. “Aneh lagi.”
Alex pun menahan langkahnya dan menoleh ke arah Bilqis.
Bilqis yang sadar akan tatapan itu, ikut menoleh ke arah Alex.
“Tumben kamu datang sebelum saya datang,” ucap Alex.
Bilqis tersenyum. “Saya berusaha memperbaiki kesalahan saya, Sir.”
Ini adalah langkah kedua untuk menaklukkan bosnya setelah kemarin sebelum Alex pulang ke Singapura, Bilqis memberi sebuah mug yang hingga sekarang tidak Bilqis lihat, karena ternyata tanpa Bilqis ketahui, mug itu dibawa Alex, kemana pun ia pergi. Ia selalu menggunakan benda itu saat membuat kopi sendiri. Dan langkah kedua, ia harus tampil sesempurna mungkin di depan pria ini. Berusaha untuk tidak ada celah kesalahan, salah satunya adalah datang lebih pagi darinya.
“Good.” Alex melihat penampilan Bilqis dari atas sampai bawah.
Seketika ia memalingkan pandangannya karena melihat ke bagian dua dada bulat menonjol dan sedikit samar tercetak gambar kartun yang disukai putrinya. Walau mungkin orang lain tidak menyadari itu, tapi Alex sangat menyadari. Ia tahu betul gambar kartun kesukaan putrinya itu.
“Apa benda yang putri saya berikan, Pas?” tanya Alex datar tapi kini dengan sorot mata yang tertuju ada dada menonjol itu.
Bilqis langsung menyadari dan sontak tanpa sadar langsung menutup dadanya.
Alex tersenyum, lalu memutar handel pintu dan hendak masuk. Namun, ia kembali berhenti dan berkata pada Bilqis.
“Berarti tebakanku untuk ukuran dada dan b*k*ngmu, Pas,” katanya tanpa ekspresi dan langsung memasuki ruanganya.
Bilqis melongo campur kesal. “Ish dasar. Bukan cuma killer tapi juga mesum. Dasar duda haus belaian.”
Bilqis menendang kakinya ke udara tepat saat pintu ruangan Alex sudah tertutup kembali. Ia kembali melihat ke bagian dadanya.
“Emang gambarnya keliahatan apa? Ngga kok.” Bilqis bermonolog sendiri.
Walau ia saat ini menggunakan kemeja putih, tapi ia juga menggunakan kaos dalam. Rasanya gambar sofia itu tidak terlihat, hanya saja Alex dapat menerawang atau hanya menebak dan kebetulan benar. Entahlah.
Di dalam ruangan, Alex tersenyum sendiri. Sejak kemarin ia memang ingin segera kembali ke Indonesia dan bertemu dengan sekretaris yang membuatnya terhibur dengan gaya bar-barnya itu. namun, pekerjaan di sana memaksanya harus bermalam hingga tiga hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Dwi Hartati
astoge pak duda....
2023-10-17
3
putia salim
astoge....mesumnya si bos kiler 🤣100%bilqis bkal kalah taruhan
2023-06-07
1
Dara Utami
visual dong thor
2023-03-10
0