Alex memasuki ruangannya kembali dengan harapan sang sekeretaris juga mengikuti langkahnya dan meminta maaf setelah kelakuan “nge-boss-i” nya tadi. Mentang-mentang Alex datang terlambat, maka Bilqis pun enak-enakan pagi ini dengan makan sembari mengangkat kakinya ke meja.
Sebenarnya saat melihat itu, Alex ingin marah. Apalagi Bilqis datang lewat tiga belas menit dari jadwal masuk jam kerja seharusnya. Namun, amarah itu sedikit teredam dengan tingkah konyol sekretarisnya yang membuat ia tertawa. Ekpresi terkejut Bilqis membuat wanita itu terjatuh dari kursi yang ia duduki sendiri dan hal itu sungguh lucu. Alex yang jarang sekali tertawa sejak kepergian sang istri, kembali memperlihatkan jejeran giginya yang rapih serta lesung pipi yang tidak semua orang tahu bahwa Alex memiliki kelebihan itu di wajahnya.
Alex duduk kembali di kursi singgasananya, tapi ia melihat Bilqis ternyata tidak mengikut langkahnya. Wanita itu terliha masih berada di luar.
“Bilqis …” teriak Alex.
Bilqis yang mendengar panggilan dengan suara melengking itu pun bergegas berdiri dari duduknya dan masuk ke dalam ruangan itu.
“Ya, Sir.” Bilqis langsung berdiri di depan Alex. Ia melihat tatapan Alex yang tajam.
“Pag-pagi sudah buat kesalahan, tapi tidak merasa bersalah.”
Bilqis menggeleng. “Bu … Bukan begitu, Sir. justru karena saya mengakui kesalahan saya jadi saya takut berhadapan dengan Sir.”
“Alasan.” Alex langsung mengangakat gagang pesawat telepon untuk menelepon bagian HRd.
“Sir, Please! Saya jangan kena SP. Please!” Bilqis tahu apa yang sedang Alex lakukan. Ia melihat jari Alex menekan line yang terhubung pada divisi HRD.
Alex tidak menjawab dan hanya mendelikkan matanya.
“Sir, Please! Saya minta maaf dan tidak akan lalai lagi seperti tadi,” kata Bilqis sembari mengatup kedua tangannya di dada. Ia tidak ingin kehilangan pekerjaan ini. Apalagi ia baru mengambil cicilan mobil, masih ada delaan belas bulan lagi untuk membayarnya karena ia baru mencicil enam bulan yang lalu.
“Ya, Sir.” terdengar suara di seberang sana setelah sambungan itu terangkat.
“Tidak jadi.”
Alex menutup sambungan telepon itu dengan menurunkan gagang pesawat telepon tadi dan mengembalikan ke tempatnya.
Bilqis lega, karena ternyata Alex hanya menggertaknya.
“Ulangi perkataanmu tadi,” ucap Alex.
“Yang mana?” tanya Bilqis bingung.
“Kalimat terakhirmu tadi.”
“Oh, ya.” Bilqis pun ingat. “Saya minta maaf dan tidak akan lalai lagi,” jawab Bilqis.
Alex mengangguk. “Lagi.”
“Hm.” Bilqis kembali bertanya dengan ekspresi wajah.
“Ulangi lagi,” sahut Alex.
Bilqis pun kembali mengulangi pernyataannya tadi. “Saya minta maaf dan tidak akan lalai lagi.”
“Ulangi,” kata Alex lagi.
Bilqis kesal. Ia menarik nafas dan membuangnya kasar. Alex dapat melihat kekesalan di wajah itu, tapi justru ia malah menikmati wajah kesal Bilqis.
“Saya minta maaf dan saya tidak akan lalai lagi.”
“Ulangi sampai tiga puluh kali, maka kau tidak akan kena SP,” kata Alex santai sembari mengambil berkas yang ada dimejanya dan kembali bekerja diirngi lantunan suara Bilqis yang terus mengulang permohonan maaf dan rasa bersalahnya.
“Si*l. dia ngerjain gue,” Bilqis membatin.
Namun mau tidak mau, Bilqis melakukan hal itu. Ia terus mengulang permohonan maaf dan rasa bersalah untuk tidak mengulangi kesalahan tadi hingga tiga puluh kali diucapkan. Rasanya mulut Bilqis berbusa dan tenggorokan terasa kering karena hukuman itu.
“Saya minta maaf dan saya tidak akan lalai lagi,” kata Bilqis yang ia hitung jika pernyataan itu sudah terucap untuk yang ke tiga puluh kalinya, termasuk yang pertama sampai ketig kali sebelum Alex menyuruhnya untuk mengulang hingga tiga puluh kali.
“Kenapa berhenti?” tanya Alex yang menghitung bahwa pernyataan itu baru terucap dua puluh tujuh kali.
“Done, Sir.”
“Belum.” Alex menggeleng. “Jangan kamu kira saya tidak menghitung! Itu baru dua puluh tujuh kali.”
“Ya, kan ketiga kalinya saat pertama saya berdiri di depan Sir, hingga Sir menyuruhku untuk mengulang sebanyak itu.”
“Kalau begitu itu bukan termasuk karena pernyataan itu sebelum saya perintah bukan?”
“Huft.” Bilqis memutar bola matanya malas. Ia sangat kesal dengan sikap Alex yang mem-bos-i. walau memang dia adalah seorang bos, tapi ini keterlaluan. Ia seperti anak sekolah yang tengah dihukum oleh gurunya.
Bilqis kembali mengulang pernyataan itu sebanyak tiga kali lagi.
“Oke, Finish.” Alex menyuruh Bilqis untuk tidak lagi mengeluarkan pernyataan itu. “Kau pasti haus. Sekarang buatkan kopi juga untukku setelah kau meminum.”
Dengan malas, Bilqsi pun mengangguk. sebenarnya ia malas untuk melayani sang bos, tapi mengingta ia membutuhkan pekerjaan apalagi cuan, akhirnya Bilqis pun menurut.
"Baik, Sir."
Bilqis langsung beralih ke pantry, ia meracik kopi kreamer yang Alex sukai. Bilqis menaruh kremer yang lebih banyak dibanding kopi. Menurut lidahnya, itu lebih enak. Padahal Bilqis tidak bertanya dulu pada Alex sebelumnya tentang racikan kopi itu, bisa jadi Alex tidak menyukai racikan kopi yang sesuai selera lidah Bilqis. Tapi untungnya, Alex menyukai racikan kopi itu.
Beberapa menit setelah memerintah Bilqis untuk membuatkan kopi, Alex pun beranjak ke pantry. Ia ingin melihat secara langsung bagaimana sekretarisnya itu membuatkan kopi nikmat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Bahkan sekretaris-sekretaris Alex yang sebelumnya tidak membuat kopi seperti yang Bilqis buat.
Alex berdiri di pintu sembari menyandarkan tubuhnya di sana dengan melipat kedua tangannya di dada.
“Yes, udah jadi,” ucap Bilqis setelah selesai mengaduk rata kopi dan kremer yang tercampur dalam air hangat itu.
“Hm, wangi.” Bilqis pun mencium aroma kopi itu.
Lalu, ia kembali melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Bilqis mengambil sedikit kopi yang baru saja di aduk itu ke dalam sendok yang ia gunakan untuk mengaduk tadi. Kemudian, memasukkan sendok itu kemulutnya untuk mencoba.
“Enak.”
Sontak, Alex pun berdiri tegap dan menghampiri Bilqis. “Oh, jadi seperti ini caramu mencoba minumanku enak atau tidak?”
Bilqis langsung menegok ke sumber suara itu dan membeku. Sedangkan Alex, justru berjalan semakin dekat. Alex berdiri tepat di samping Bilqis dengan bahu yang menempel pada bahunya.
Alex meraih paksa sendok kecil yang masih berada di dalam genggaman jari Bilqis. Lalu, pria itu mengambil sedikit kopi di dalam gelas yang Bilqis buat tadi dan dimasukkan ke dalam mulutnya.
“Hm. Ya, ini enak.”
Sontak, Bilqis melongo. Pasalnya sendok itu baru saja masuk ke dalam mulutnya. “Tapi, Sir. sendok itu …”
Bilqis tidak mampu melanjutkan perkataannya. Ia hanya heran dengan apa yang dilakukan si bos killer itu.
“Kenapa?” tanya Alex pura-pura tidak menyadari apa yang ingin Bilqis katakan.
“Sendoknya,” kata Bilqis.
“Kenapa sendoknya? Ada masalah?” tanya Alex.
Pria itu masih menetap lekat sekretarisnya.
“Tidak apa, Sir.” Bilqis langsung menggeleng cepat sembari nyengir. “Tidak ada masalah.”
“Good. Sekarang bawa kopi itu ke ruanganku,” kata Alex yang kemudian pergi meninggalkan Bilqis yang masih berdiri mematung.
“Dasar bos aneh! Orang itu sendok bekas iler gue juga,” kata Bilqis membatin sembari tersenyum geli.
Ia pun mengikuti langkah kaki Alex sembari membawa kopi panas buatannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Yuliana Purnomo
hahhahaha modus aja alex
2024-01-23
1
putia salim
ada ada saja km pak duda🤦♀️
2023-06-07
1
Sri indrawati
pak boss ngeselin ih
2023-05-21
0