"Bu, Alifah mana? Udah pulang belum?" tanyaku pada Ibu masih dengan nafas terengah-engah.
Tentu saja karena aku berlari masuk dari luar demi untuk melihat si belut yang entah tadi pulang sekolah naik apa.
Bahkan chatku dia abaikan. Hanya diread doang.
"Lha? Bukannya pulang bareng kamu?" pertanyaan balik dari Ibu membuatku resah.
Dengan tergesa-gesa kuambil ponsel di saku celana. Mencari nama MY BELUT untuk menelpon Alifah.
Klik
"Lipah! Lo dimana? Hei, cewek bar-bar! Sekarang lo lagi dimana?" tanyaku lansung setelah panggilan teleponku diangkat.
...[Apa? Gue lagi ada di Gramedia! Apaan sih cari-cari gue? Emang urusan lo sama si Ratni dah selesai?]...
"Tunggu! Jangan dulu pulang! Gue jemput!"
...[Gue udah naik angkot, ini kebetulan tadi ketemu Rudi di Gram! Oiya, titip salam sama Ibu. Gue mau pulang ke rumah Mama! Sakit perut!]...
...Klik....
Hah??? Bisa-bisanya lo matiin telepon gue gitu aja cuman gegara lagi asyik berduaan sama TTM-an lo yang cuma PHP itu?
Jelas aku senewen.
Kuambil kunci kontak motor yang tadi sempat kulempar ke atas meja tamu.
"Mau kemana?" tanya Ibu dari balik pintu dapur.
Aku balik lagi. Kembali mencium punggung lengannya untuk pamit sambil berkata, "Jemput Alifah, Bu!"
"Hati-hati di jalan! Jangan ngebut!"
"Iya!"
Tapi aku bohong pada Ibu.
Kutancap gas dan mengebut menyalib beberapa kendaraan yang ada di depan demi bisa bertemu si belut buntelan kentut.
Baru teringat ucapannya tadi kalau Alifah sudah berada dalam angkutan kota arah balik. Berarti saat ini kemungkinan ia ada di jalur kananku dan sedang duduk manis diangkot bercengkerama ria dengan si Rudi.
Aku ingat pujiannya yang mengatakan kalau anak ustadz itu pandai mengaji dan memiliki suara yang merdu.
Hiks, semakin panas hati ini.
Setelah balik arah dan diam sesaat memperhatikan angkot yang lalu lalang, aku mengambil inisiatif menunggu Alifah di gapura perumahan.
Percuma aku mencarinya, karena bisa jadi kami akan berseberangan arah. Lebih balik menunggu sampai si belut itu turun dari angkot di depan gapura gang.
Benar saja.
Setelah hampir setengah jam nongkrong sampai wajahku makin hitam dan kusam, kulihat gadis yang membuatku gereget itu turun dari angkot.
Terlihat lambaian tangan disertai senyum manisnya sembari terdengar ucapan kata terima kasih keluar dari mulutnya.
Ck! Indahnya siang terik sekalipun jika bersama kekasih hati!
Aku menatap wajahnya tanpa berkedip.
Seolah Alifah telah tahu, aku menunggunya sedari tadi.
"Asik ya, ketemuan ayank!" sindirku membuatnya melotot.
"Elo tuh yang asik parah! Ngapa jadi nyindir gue?" semprotnya tanpa tedeng aling-aling.
"Naik!"
"Ogah!"
"Naik!"
"Ga mau!!!"
"Naik, Lipah!!!"
Gadis itu tetap ngeyel dan kukuh berjalan dengan wajah ketus.
Aku kesal tingkat dewa.
Seketika aku turun dan menggendong tubuhnya yang ringan. Lalu mendudukkannya di jok motorku.
"Diam!!!" bentakku membuat Alifah diam dengan mata menatap tajam.
Kudorong motor dan menyalakan mesin.
Syukurlah, cewek bar-bar itu tidak turun dari motorku apalagi sampai melompat ketika mulai kunyalakan mesinnya.
"Pegangan!!!" bentakku lagi. Pastinya dengan suara keras.
Dia agak ogah-ogahan, membuatku makin kesal dan menarik satu tangan kanannya lalu menaruh di pinggang.
"Kalo lo jatuh, gue ga bakalan tanggung jawab!"
"Gue juga ga bakalan minta pertanggung-jawaban lo!!!"
Jawaban nge-gasnya membuat nyaliku ciut.
"Gue turun di sini!!!" teriaknya lagi.
"Kita ke rumah Ibuku dulu!"
"Ga mau!!! Berenti, atau gue loncat dari motor!!!" ancamnya, balik menyerang.
Aku mengaku kalah.
Ribut dengan perempuan memang bukanlah tandingan. Selain urusan makin ribet, berabe juga jika kita sampai menang pun. Karena eksistensi para cewek itu terlalu kuat aura gaharnya. Dan kita kaum pria, sudah terbiasa mengalah untuk menang. Ck!
"Lo mau pulang ke rumah Papa Mama?" tanyaku agak lembut.
"Iya!"
"Pulang dulu lah ke Ibu! Nanti Ibu tanya, aku jawabnya gimana?"
"Serah lo! Gue mau balik, pulang ke orangtua gue!"
"Ga baik pergi tanpa pamit, tau! Itu bukan tindakan istri soleha!" kataku pelan. Agak malu juga. Secara kami kini ada di sebrang gang rumahnya Alifah. Bahkan ada beberapa orang yang mengenal pun sempat menoleh dan memperhatikan.
"Siapa bilang gue istrinya si soleha?!"
Aku tersenyum geli.
Bisa-bisanya nih nenek bereuwek ngelawak disaat kesal dan emosi jiwa! Hihihi...
"Jangan nyengir! Gak ngefek senyum jahat lo itu bagi gue!"
"Iya lah! Senyum si Rudi pasti baru ngefek!"
"Nah lo sendiri, huh... Ratni jauh lebih mempesona pasti buat lo dibanding gue!"
"Ya iyalah! Kenapa juga gue meski mikir lama. Ya jauh lebih kemana-mana Ratni dibanding elo!"
Alamak! Gue keceplosan!!!
Mata Alifah makin besar membulat. Hiks, seperti hendak meloncat dan menerkamku bulat-bulat.
Tetapi kini seperti ada riak yang berpendar. Kelopak matanya kian berembun. Alifah terlihat meneteskan air matanya.
Eh???
Gadis itu pergi meninggalkanku dengan tergesa-gesa begitu saja.
"Alifah!"
Aku menyebut namanya. Seperti ikut merasa sesak dalam dada.
Alifah sepertinya sakit hati dengan ucapanku.
Maaf, Bulet! Bukan itu maksud gue!!! Hhh... Ya Tuhan!!!
...❤BERSAMBUNG❤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
sasip
begini neh kalau masih bocah udah nikah.. kaga ada jage perasaan pasangannya masing², ngecap kaga disaring.. alhasil saling nyakitin deh.. bocah².. 😉🤭
2022-09-15
2
ᴅɪᴇ
aiihhh fatal nih
2022-09-12
1
lina
hadeeeh
2022-09-01
1