Puk
"Ish! Pelan-pelan, napa bawa motornya!" umpat Alifah membuatku menyeringai malu.
"Rem macet!" jawabku sekenanya.
Hiks, maaf rem!
Aku memasuki gang yang ke arah rumah Alifah. Hari ini masih harus tinggal disana sampai beberapa hari. Setelah seminggu baru tinggal di rumah Ayah Ibu.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam... Udah pulang sekolah ya kalian!?"
Aku nyaris tertawa. Mamanya Alifah menyambut kami dengan kalimat tanya yang lucu.
Iyalah, Ma! Kami pulang sekolah. Bukan pulang dari sawah, nyangkul dilahan gambut kerja keras banting tulang peras keringat. Hadeuh! Punya Mama Mertua ternyata basa-basinya lucu juga ya!
Aku masuk kamar mengikuti Alifah setelah membuka sepatu dan mencium punggung lengan Mamanya Alifah.
"Eh, ngapain sih lo ikut masuk? Gue khan mau ganti baju dulu, Combro!" bentak Alifah dengan suara ditahan. Khawatir juga jika Mamanya dengar.
"Iya, Misro! Gue cuma numpang rebahan! Ganti baju aja, gue ga bakalan ngintip. Suwer!"
"Halah! Tipu muslihat! Kerjaan lo khan tukang ngintipin anak-anak cewek ganti baju dikelas kalo pas pelajaran olah raga!"
"Idih? Kata siapa? Fitnah lo!!!"
Tentu saja aku tak terima dituduh sebagai tukang ngintip oleh si buntelan kentut.
"Itu khan kerjaan lo sama si kembar Rohman Rohim! Suara-suara cengengesan lo itu gue udah hafal. Sampe khatam gue biarpun tanpa liat muka jelek lo!"
Aku mendelik. Agak kesal. Rupanya dia pernah melihatku sekali memang mengintip. Itu juga tanpa sengaja, karena handuk kecilku tertinggal dalam tas.
"Heh, sori ya, Belut! Gue bukan tipe-tipe pria maniak onderdil cewek. Saat itu gue bukan ngintip. Tapi ketok pintu sengaja karena mau ambil anduk kecil gue di tas! Abdul Rohman sama si Abdul Rohim memang begitu, tapi gue kagak!"
Aku kesal.
Hingga memutuskan untuk keluar dari kamar Alifah dengan wajah masam.
"Elo bukannya tadi mau futsal?" celetuknya sebelum aku menutup pintu.
Hanya lenguhan dan bahu yang kuangkat untuk menjawab pertanyaannya.
Kesal aku, dituduh tukang ngintip.
"Makan dulu, Gatot!" ucap Mamanya Alifah sembari membukakan tutup saji yang ada diatas meja makan. Makanan telah terhidang dan masih mengepulkan uap panas, pertanda baru sekali selesai dimasak.
"Terima kasih, Ma!" jawabku sopan.
Mama dan Papa Alifah memang baik. Jujur aku juga nyaman tinggal bareng mereka.
Yang buatku tak nyaman justru adalah si Alifah sendiri.
Gadis itu keluar kamarnya sembari membawa kaos oblong milikku.
"Nih, ganti dulu seragam kemeja putihnya. Besok masih sekolah!" ujarnya. Terasa sekali rasa perhatian Alifah, khas emak-emak.
Aku kadang bingung juga. Kami dinikahkan secara paksa. Dibuat oleh netizen seolah kami memang memiliki hubungan spesial, padahal tidak. Kami memang sering adu bacot, karena kami musuh bebuyutan sejak awal masuk sekolah.
Tetapi, Aku dan Alifah seolah harus menerima kondisi ini serta mengikuti alur yang sudah selayaknya.
Aku sendiri, secara tidak langsung selalu mengingat nasehat pak Penghulu yang membacakan hak dan kewajiban kami sebagai suami istri.
Bahkan alam bawah sadarku pun sampai berfikir dua kali ketika melihat Alifah pulang sendiri dengan angkot yang jalannya agak ugal-ugalan.
Tanpa sadar, diam-diam aku memperhatikan si buntelan kentut yang hari ini lebih banyak diam ketimbang cari ribut denganku seperti biasanya.
Apalagi tadi dia terlihat lemas sekali di jam istirahat. Sempat cemas, jangan-jangan sakit karena memikirkan pernikahan kami yang digerebeg warga se-RW. Hhh...
"Harum! Masak apa, Ma?" tanya Alifah membuatku menoleh juga kepada Mamanya.
Dengan enteng, aku membuka kemejaku karena terbiasa melakukannya dirumah.
"Gatot!!! Ganti baju di kamar!" teriak Alufah membuatku terperangah dan sadar segera.
"Maaf, maaf!"
Mamanya Alifah hanya tertawa melihat tingkah polahku yang terlihat cuek itu.
Akhirnya aku keluar setelah setengah jam ganti pakaian sembari merutuk dalam hati atas kebodohanku yang lupa tempat.
Baka, baka, baka!!! Makiku dalam hati dengan bahasa Konoha.
"Ganti bajunya ngalahin anak perawan!" sindir Alifah membuat mukaku kembali memerah.
Ish, Belut! Bisa-bisanya lo sengaja malu-maluin gue depan nyokap lo! Awas lo ya!? Tar malem gue bakalan bikin sesuatu!
Ancamku dalam hati.
Lagi-lagi hati kesal dan dongkol.
Tapi, terlupa setelah melihat sepiring nasi yang sudah ia siapkan untukku.
"Makan sama yang mana?" tanya Alifah membuatku bimbang.
Ini anak aslinya baik, tapi kenapa sih seringkali bikin gue kesel dan geregetan!?
"Yang mana aja, boleh!" Aku tak berani pilih-pilih. Selain itu, ayam goreng atau telur ceplok keduanya makanan kesukaanku juga. Jadi, apapun itu...pasti kumakan dengan lahap.
"Habis makan tolong antarkan Alifah ke toko tempat Papa kerja ya? Antar makan siang. Tadi Papa lupa bawa bekal. Bisa ya, Gatot?"
Aku mengangguk. Permintaan sopan Mamanya Alifah mana berani aku tolak.
Ditambah motorku juga masih bisa kupakai, karena wilayah toko tempat kerja Papanya tak terlalu jauh juga.
Hanya beberapa ratus meter lebih jauh sedikit dari sekolah kami.
"Thanks ya, elo ga nolak permintaan tolong nyokap gue!?"
Alifah mengucapkan kalimat yang terasa getek ditelingaku.
"Hah?! Tumben lo bilang makasih sama gue! Biasanya,"
"Biasanya apa? Ish, ngajak gelud mulu ni orang!" timpalnya berubah jutek.
Aku tertawa. Alifah versi buntelan kentut kembali menyebalkan seperti biasa.
Hingga tiba-tiba, suara seseorang memanggil namanya dari arah jalan yang berlawanan.
"Alifaaah!"
Aku menoleh sekilas. Suara cowok soalnya.
"Rudi? Rudi!!! Pa kabar lo?" teriaknya kencang karena aku malah menarik gas menambah kecepatan motorku.
Agak mangkel juga melihat si buntelan akrab dengan cowok lain yang sama sekali tak kukenal.
Siapa sih, tuh cowok? Temen SMP nya? Atau,... siapa ya?
...❤BERSAMBUNG❤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Mom La - La
cie... mulai cemburu nih...
2023-02-15
0
Mom La - La
hmm... sesuatu apakah itu????
2023-02-15
0
ᴅɪᴇ
acieh acieh cemburu mulai menerobos masuk dihati Gatot tuh
2022-09-12
2