"Tot! Futsal!"
"Woke!"
Aku menerima ajakan Guntur. Kini kami berlima sama-sama tak membawa kendaraan pribadi.
Lintang yang paling bengal diantara kami, mengajak untuk memberhentikan sebuah mobil bak terbuka yang kosong tanpa barang bawaan.
Dari berlima, menjadi bersebelas karena ada tambahan teman yang ikut nebeng mobil pick up yang kami cegat.
Gerbang sekolahan masih terlihat ramai. Mataku menangkap sesosok tubuh imut di sana tengah memandangiku.
"Gatooot! Hati-hati jatuuuh!!!"
"Jiaaa ha haha!!!"
"Si Gatot akhirnya mendapatkan kode keras dari si Ratni!!! Weiii, makan-makan kitaaa!"
"Makan besar, pajak jadian nih! Hahaha..."
"Kampret kalian semua!" rutukku dengan wajah memerah.
Hanya Topan dan Guntur teman sekaligus tetanggaku yang cuma cengar-cengir tak jelas. Tapi untungnya mereka berdua hanya diam tak bersuara.
Kami turun satu persatu dengan cara melompat dari mobil ketika berhenti karena rambu lalu lintas merah menyala tepat tak jauh dari tempat kami biasa bermain futsal.
"Makasih, Bang!"
Kami ramai-ramai berteriak pada Abang sopir yang sudah sudi menerima kami nebeng. Bisa mengurangi pengeluaran ongkos pastinya.
"Minggu ke GOR yok!"
"Ngapain?"
"Tidur di GOR!" jawabku ngasal.
"Anj*y bener emang jawaban si imut ini!"
"What? Apa lo kata?"
"Hahaha..., asli hari ini gue kangen si Alifah manggil lo 'imuuut, item mutlak'. Hahaha..."
Habis sudah aku jadi bahan ledekan para teman yang tertawa puas ditengah teriknya matahari membakar kulit.
"Hiks, makin item makin imut, Tot! Hahaha..."
Begitulah.
Dalam pertemanan sudah menjadi hal yang wajar bully membully. Bahkan tak jarang nama orangtua kami jadi bahan cemoohan juga. Tapi sebenarnya itu hanyalah candaan saja. Dan kami semua tidak benar-benar baperan sampai harus saling adu jotos karena masalah candaan ini.
Aku bisa melupakan sejenak rasa penat di otakku karena bersama teman-teman.
Selain ini adalah hari terakhir sekolah di minggu pertama aku menikah, karena besok minggu dan kami pindah tinggal sementara di rumah Ayah Ibuku. Jadi, fikiranku agak tenang juga senang.
Kayaknya si Lipah lagi beres-beres rapikan pakaian yang mau dia bawa ke rumah orangtuaku!
Selain aku malas ribut terus dengannya, tak ada salahnya juga aku sedikit bersenang-senang diakhir sekolah bersama para sahabat.
Kami bubaran futsal menjelang azan Maghrib.
Setelah numpang mandi di toilet yang ada di gedung futsal yang kami sewa, aku kembali meriksa hapeku.
Ada chat masuk.
Rupanya dari si buntelan kentut.
...Kapan pulang?...
...Bentar. Knp mang'a?...
Ceklis satu. Chat balasanku belum masuk ponselnya Alifah. Mungkin hapenya sedang di charger.
Aku kembali sibuk dengan teman-temanku untuk hang out ke lain tempat. Tentunya yang mau menampung kami, para pelajar yang masih mengenakan seragam sekolah.
Berdelapan, nongkrong di kafe pinggir jalan. Ketawa-ketiwi, ngobrol nyablak sambil gilir rok*k kretek. Minum kopi kekinian yang dibayarnya pun patungan. Ini adalah masa-masa yang paling membanggakan.
Apalagi kalau si Kevin sudah melihat gitar nganggur tergeletak di pojokan kafe.
Alhasil waktu nongkrong semakin melebar. Dan pulang ke rumah bisa lewat jam 9 malam. Kecuali ouwner kafe yang ditongkrongi marah dan setengah mengusir kami yang cuma beli jajanan se-uprit.
Pukul delapan aku sampai di depan rumah orangtuanya Alifah.
Tubuh basah keringat dan aroma bau peluh menyebar dari tubuhku.
Tok tok tok
"Assalamualaikum!"
"Alaikumsalam! Gatot? Baru pulang?"
Aku tersenyum malu. Sambutan Mamanya Alifah membuatku mundur maju untuk melangkah.
"Alifah tadi sudah dijemput ibu kamu! Motor juga dibawa!"
"Oh, begitu ya Ma? Gatot izin masuk kamar Lifah, mau ambil buku-buku pelajaran yang masih ketinggalan!"
"Iya, sok aja! Gak dikunci juga koq! Abis maen futsal, bukan?"
"I-iya, Ma!"
Aku segera merapikan beberapa buku pelajaran yang masih tercecer di meja belajar milik Alifah.
Tak lupa juga beberapa potong pakaianku, segera kumasukkan dalam kantong kresek warna hitam yang ada di laci.
Hingga tanpa sadar aku menemukan sebuah buku diary berkunci gembok warna pink.
Otak jahilku tiba-tiba seolah ingin kembali mengerjai si bulet buntelan kentut.
Kuambil buku Diary-nya. Kumasukkan dalam tas ransel hitamku yang lusuh. Maksudnya ingin diberikan pada sipemilik jika nanti ngamuk-ngamuk.
"Mama, Gatot pamit ya!?" ucapku minta izin pada Sang Mama Mertua.
"Oiya, Mama titip ini ya?"
"Apa ini?" tanyaku sembari mengambil sepucuk amplop putih dari beliau.
"Buat ongkos sekolah Alifah senin besok! Kasihkan ke Alifah ya, Tot?"
"Iya, Ma! Gatot permisi. Assalamualaikum!"
"Waalaikum salam!"
Aku lega. Akhirnya kembali ke rumah setelah satu minggu merasa terbelenggu di pondok indah mertua.
Sebenarnya mereka baik semua. Hanya aku saja yang belum terbiasa.
Ditambah usiaku yang baru 17 tahun dan kaget merasakan kini jadi seorang suami yang harus tinggal menumpang di rumah orangtua istri.
Aku yang biasa bolak-balik dapur bisa sepuluh kali kalau di rumah, bahkan untuk buar air kecil ke kamar mandi rumah Alifah pun rasanya begitu sungkan dan benar-benar berusaha kutahan keinginan pipis itu.
Hhh...
Rumahku sepi. Sepertinya orang rumah sedang tidak ada.
Kutekan bel pintu.
Seorang wanita separuh baya membuka pintu dan tersenyum lebar.
"Mas Gatot! Mama sama Papa sejak jam lima keluar, belum juga pulang. Oiya, sama Mbak Alifah juga!" kata Bi Minah sembari mmembukakan pintu rumah lebar-lebar.
"Mas Gatot koq kurusan? Ga betah ya tinggal di rumah Mertua?" goda Bi Minah membuatku memeletkan lidah.
"Aku mau sirup cocopandaaan!!!"
Kumat maning kebiasaan burukku yang manja kalau di rumah.
Ck ck ck!
...❤BERSAMBUNG❤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Mom La - La
hi hi hi pasti bi minahnya kaget
2023-02-16
0
Zєє wallupattma
☕☕
2022-09-28
0
ᴅɪᴇ
aku kira ga punya pembantu kan rumahnya di gang senggol wkwkwk
2022-09-12
1