"Papa!"
"Oiya, untung anak mantu gue datang bawa bekal makan siang gue, Koh! Hehehe mayanlah duit 20 ribu gue, selamet! Bisa ngudut!"
Papa Alifah tertawa lebar melihat putrinya turun dari motorku sambil menjinjing rantang plastik tupperware.
"Ini, bekal makan siangnya!" kata Alifah setelah salim pada Papanya.
Aku pun turun setelah menstandart motor maticku dan turut mencium punggung lengan Bapak Mertua.
"Lifah langsung pulang ya?" pamit Alifah.
"Iya. Tot, pulangnya mampir dulu ke toko Babah Ahong ya? Ambil beras punya Papa yang tadi pagi beli! Bilang punya Pak Mukti, gitu!"
"Iya, Pa!" jawabku mengiyakan.
Kami pulang dan mampir mengambil beras yang Papa Alifah beli di toko sembako langganannya.
"Siapa cowok tadi yang manggil elo?" tanyaku masih berkutat dengan rasa penasaran yang tadi.
"Yaelah! Kepo banget jadi orang! Ngapa sih?"
"Dih, ditanya baik-baik malah narik urat! Kenapa emang? Salah kalo gue nanya? Ya kali aja itu gebetan elo! Kesian juga kalo tahu soulmatenya ternyata udah jadi bini gue!"
"Hadeh! Mulai cari ribut ni orang!"
"Ga! Gue sih cinta damai! Ga tau tuh orang yang tadi! Kalo gue sih berprinsip, elo jual gue beli. Kalo ngajak duel ya hayo-hayo aja gue mah, orangnya!"
Bug.
Punggungku panas campur nyeri.
Pukulan tangan Alifah mendarat telak tepat di bagian walikat.
Hiks...! Entar lo liat, Lipah! Liat aja lo, berani macem-macem sama gue!
Ancaman kesal bersarang dihatiku.
Menyebalkan sekali memang tingkah perempuan! Bisa-bisanya dia memancing amarah, lalu malah dia yang murka. Ck!
Aku menurunkan beras 50 kilogram dengan cara memanggulnya dipunggung.
"Hehehe! Ada untungnya ya Mpok punya menantu! Ada yang bisa ngangkut karung beras gede!" kata bu Rukiyah, tetangga sebelah rumah Alifah.
Mama Mertua hanya tersenyum melihatku yang terlihat kuat dengan satu tangan mengangkat beban.
"Lipah, sering juga digendong dong!"
"Lah?!? Memangnya si Gatot itu Mbah Surip! Tak gendong, kemana-mana! Tak gendong,..."
Mamanya Alifah segera menarik masuk putri sulungnya itu. Ia memang sensitif sekali dengan Bu Rukiyah yang suka membanding-bandingkannya dengan Inayah, putri santunnya yang tinggal di asrama sekolah khusus putri.
Sejak dulu mereka memang tak akur. Lebih tepatnya Alifah gendeg sama bu Rukiyah karena mulutnya yang persis kaleng rombeng kosong yang suka nyinyirin keluarga mereka.
Adik Alifah, Abdul Arief juga sering berkelahi dengan Iqbal putra keduanya di sekolah.
Entah mengapa, seperti senang sekali menjadi rival dimana pun berada. Dan selalu suka mencari-cari kelemahan dari keluarga Alifah.
Semakin lama aku tinggal di rumah Alifah, semakin aku mengenal juga karakter bu Rukiyah sebagai tetangga yang sangat menyulitkan.
Untungnya Mamanya Alifah tipikal tetangga yang sabar. Sehingga lebih sering mengalah karena merasa lebih waras dari tetangga rempongnya.
"Ngeselin, Ma! Selalu senang meledek kehidupan orang!" kata Alifah pada Mamanya.
Aku yang tadinya ingin pergi keluar menghilangkan kemumetan, alhasil gagal karena tak enak hati. Kalau aku pergi, kesannya aku tak punya empati pada keluarga Alifah. Apalagi saat ini posisiku juga lelaki satu-satunya di rumah. Papa Alifah sedang bekerja. Sementara Abdul Arief masih di sekolah. Arief memang sekolah siang. Berbeda dengan aku dan Alifah yang sekolahnya masuk pagi.
"Sudah! Jangan bahas lagi yang gak penting! Yang paling utama adalah, kalian harus rajin belajar. Bisa tamat SMA dengan nilai yang bagus! Mama cuma minta kalian fokus sekolah. Tinggal beberapa bulan lagi! Bisa kalian melakukannya demi Mama, Papa, Ayah dan Ibunya Gatot?"
Aku dan Alifah mengangguk.
"Walau kalian dipandang buruk oleh orang, tapi di mata Mama, kalian adalah anak Mama. Yang bisa menunjukkan pada mereka yang telah merendahkan kalian. Kalian adalah sepasang muda-mudi yang bisa diandalkan. Untuk itu, tetap ingat nasehat orang tua! Jangan buat kecewa apalagi bikin malu lebih dalam lagi!"
"Iya, Ma! Tapi kami beneran gak punya niatan memperlakukan orangtua, Ma!"
"Ya sudah! Ayo, kalian harus belajar. Mempersiapkan diri menjelang Ujian Sekolah, Ebta dan Ebtanas!"
Kobaran semangat Mama Alifah membakar jiwa kami.
Pantas saja beliau baik hati dan bisa membimbing, ternyata beliau mantan guru PAUD tiga tahun lalu.
Aku dan Alifah mau tak mau akhirnya kembali membuka buku pelajaran.
Aaarrggh! Tau begini tadi aku ikutan futsal. Belajar mulu otak bukannya pintar, tapi malah makin bebal!
Ocehan ngasal jeplak yang tak patut dicontoh! Aku beberapa kali menghela nafas.
"Eh, Tot! Besok khan pelajaran Biologi! Biasanya bu Meinar suka bikin kuis dadakan! Kita baca-baca aja siapa tau ada yang nyangkut sampe besok!"
Benar juga sih! Ga da salahnya baca-baca biarpun mata bawaannya ngantuk parah!
Sampai,...
"Papa! Papa! Papa Gatot! Bangun, koq tidur?"
"Papa! Papa bangun! Adek pup, bau e'e! Kata Mama ganti dulu pampersnya!"
"Hah?!? Hah???"
Aku seperti ada di dunia lain. Dikerubungi tiga orang anak kecil dan satu bayi yang masih sangat imut.
Yassalam...! Apaan iniii???
...❤BERSAMBUNG❤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Mom La - La
hi hi hi... itu masa depqn kalian tot.
2023-02-15
0
pipi gemoy
judul nya belajar sambil tidur 😅
2022-12-06
0
Zєє wallupattma
🤣🤣🤣tot mimpi lo tot
2022-09-17
2