— 14.

Renjani tidak memiliki pilihan selain menyetujui ajakan dari sang kakak, meskipun aslinya ia harus belajar karena esok hari ada tes harian di sekolah. Ajakan dari Kak Ana yang terus saja mendesak agar dirinya bisa ikut untuk merayakan hal baik, karena perjodohan itu bisa dibatalkan, begitu sulit untuk ditolak. Semakin menolak, maka kakaknya akan makin memaksa. Kak Ana memang termasuk dalam tipe orang yang tidak suka akan penolakan, kurang lebih sebelas dua belas mirip dengan Ardhi.

Di kamarnya sekarang, gadis yang masih berusia 18 tahun itu tengah sibuk memilih pakaian dari dalam lemarinya. Bukan bermaksud mengulur waktu, hanya saja Renjani memang tengah sedikit kesusahan dalam memilih pakaian yang cocok dikenakan untuk jalan berdua bersama sang kakak. Pasalnya tahu sendiri, bagaimana cara dari Kak Ana dalam hal berpakaian. Selalu kekinian dan semua bajunya berasal dari brand ternama.

Sebetulnya tadi, sebelum Renjani masuk ke kamar, sang kakak sudah menyuruhnya agar mengenakan gaun merah muda yang diberikan oleh Ardhi, namun Renjani tak mau menurut. Menurut gadis itu, dikarenakan perjodohannya sudah batal dan masalah sudah berakhir, maka tak ada alasan lagi untuk tetap memiliki gaun itu. Benar sekali, Renjani berniat mengembalikan gaun mahal itu kepada sang pemilik asli.

Tak mau membuat kakaknya menunggu terlalu lama, Renjani pun menjatuhkan pilihannya pada sebuah gaun warna hitam — kesukaan, yang sering dikenakannya untuk menghadiri sebuah pesta ataupun acara lainnya. Renjani mengambil gaun itu dari lemari pakaiannya, lalu mulai menanggalkan piyama handuk yang sejak tadi melekat pada tubuhnya.

Gaun hitam yang memiliki model sederhana itu terlihat begitu cocok melekat di tubuh langsing milik gadis itu. Sambil memandangi cermin yang ada di depan pintu lemari pakaiannya, Renjani tersenyum puas akan gaunnya yang ternyata masih layak pakai.

Setelah mengenakan gaun hitam itu, Renjani pun menuju ke meja rias untuk sedikit memakai make up tipis, guna mendukung penampilannya. Renjani tak mungkin pergi begitu saja dengan wajah yang tampak pucat, setidaknya sedikit lip tint dan juga blush on sudah lebih dari cukup membuatnya terlihat jauh lebih fresh.

Dirasa siap dengan penampilan sederhananya, tapi tetap terlihat anggun dan cantik, Renjani pun mulai melangkah keluar dari kamar dan menuruni anak tangga dengan perlahan-lahan, bermaksud untuk menuju ke arah sang kakak yang saat ini tengah menunggu dirinya di ruang tamu dari rumah ini bersama dengan kedua orang tuanya.

Sembari menunjukan senyumannya, Renjani pun memanggil sang kakak yang sekarang tengah terlihat asik bercanda dengan kedua orang tuanya seakan tak terjadi apa-apa. Padahal, beberapa hari yang lalu, ketika masih terlibat dengan perjodohan, Kak Ana terus saja berusaha menghindar dari kedua orang tuanya, bahkan sampai saling beradu argumen.

"Kak Ana?" Panggil Renjani dan langsung membuat sang kakak menoleh.

Melihat penampilan Renjani yang mengenakan gaun hitam, sanggup menimbulkan pertanyaan dalam benak Anastasia. Bukankah tadi dirinya sudah jelas meminta sang adik agar mau mengenakan gaun yang diberikan oleh Ardhi? Karena Renjani sudah menjadi adiknya dalam kurun waktu yang lumayan lama, Kak Ana juga tahu kalau itu adalah gaun lama yang sudah sering digunakan oleh sang adik. Meskipun penampilannya tidak terlihat buruk, namun bukankah lebih baik untuk mengenakan gaun baru?

"Loh dek, kenapa gak pakai gaun yang aku belikan kemarin?" Tanya Kak Ana mengatasnamakan gaun pemberian dari Ardhi dengan dirinya.

Mungkin terlalu banyak pikiran atau alasan lain, Renjani sedikit kurang mengerti akan pertanyaan yang dilontarkan oleh kakaknya. Kapan Kak Ana membelikan gaun? Gaun mana yang sedang dimaksud olehnya?

"Gaun yang mana kak?" Pertanyaan balik dari Renjani sanggup membuat Kak Ana waspada, takut kalau ada salah bicara yang membuat semuanya terbongkar. Soal perjodohan yang dibatalkan, Kak Ana masih menyimpannya sebagai rahasia berdua. Kedua orang tuanya juga belum tahu apapun.

Sebelum merespon, Kak Ana yang kini sudah beranjak dari sofa panjang ruang tamu pun mulai mendekat ke arah Renjani. Dengan senyuman canggung, kak Ana mulai merangkul bahu Renjani lalu membisikan sesuatu yang bisa membuatnya mengerti.

"Gaun pemberian dari Ardhi. Apa terlalu sulit untuk memahami hal sederhana?"

Renjani menganggukkan kepalanya, pertanda mengerti akan maksud dari perkataan yang dibisikkan oleh sang kakak. "Oh... Aku kurang suka dengan warna gaunnya."

"Ada apa dengan warna gaunnya? Aku beli itu sesuai pada kesukaan kamu, dek?"

"Ehm, kak Ana gak tahu ya kalau aku kurang suka warna merah muda?" Pertanyaan menohok itu berhasil membuat Kak Ana terdiam sejenak. Disini Kak Ana juga tidak tahu bagaimana penampakan gaun pemberian dari Ardhi, seluruh pertanyaan yang diajukan olehnya hanya hasil dari asal jeplak saja.

"Ta-tahu kok... Aku membelikan gaun itu karena terlihat lucu dan cocok aja buat kamu, tanpa memikirkan apa yang kamu suka atau tidak," ujar Kak Ana memberikan alasan yang bisa diterima.

Tanpa ingin terlalu lama terlibat dalam sebuah perdebatan mengenai gaun, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk segera pergi dari rumah ini menuju tempat yang Renjani sendiri kurang tahu karena kebetulan sang kakak hanya bilang jalan-jalan.

Seperti biasa, sebelum berangkat Renjani dan juga kakaknya berpamitan dengan benar kepada kedua orang tuanya yang memang sedang ada bersama mereka di sana. Karena hanya melihat seperti kakak dan adik yang mau menghabiskan waktu untuk hang out bersama dan tak memiliki kecurigaan apapun, kedua orang tuanya pun tak segan memberikan izin.

"Hati-hati ya, sayang. Jangan pulang terlalu malam! Besok Renjani harus sekolah," kata sang ibunda mengingatkan Kak Ana akan hal itu.

"Sebelum jam sepuluh, Ana pasti sudah akan memulangkan adik," ujar Kak Ana yang kemudian melangkahkan kakinya sambil menggandeng Renjani keluar dari rumah ini menuju ke arah mobil SUV nya yang saat ini sedang terparkir di garasi.

.

.

.

Tanpa menunggu dibukakan pintu, Renjani sudah masuk sendiri ke dalam mobil SUV yang belakangan ini sering sekali ditumpanginya. Tata tertib sebelum berkendara, Renjani terlebih dahulu mengenakan sabuk pengaman.

"Kak?" Panggil Renjani dengan tangan yang masih sibuk mengurus sabuk pengamannya.

"Apa dek?" Kakaknya secara cepat memberikan sebuah sahutan.

"Kenapa kakak terkesan sedikit memaksaku agar mengenakan gaun yang diberikan oleh Ardhi?" Tanya Renjani menelisik ingin tahu.

Pertanyaan yang diajukan oleh sang adik mampu membuat Ana tak jadi melajukan mobil ini. Perempuan yang kini telah memasuki usia 26 tahun tampak gugup serta bingung harus memberikan jawaban seperti apa. Pasalnya, alasan dari Ana meminta seperti itu hanya karena ingin membuat Renjani memiliki penampilan pantas untuk bertemu dengan Ardhi. Tahukan kalau jalan-jalan hanya sebuah alasan lain, agar adiknya itu mau ikut dengannya tanpa ada sebuah paksaan yang berarti?

"Kakak—" ucapannya sedikit tercekat dengan bola mata yang kebingungan mencari alasan tepat.

"Gak ada yang sedang kak Ana sembunyikan dariku kan?" Tanya Renjani mulai merasa curiga akan gelagat dari sang kakak.

Terkesan sedikit gelagapan, tapi setidaknya Kak Ana berhasil membuat sebuah jawaban yang mampu menyakinkan adiknya kalau tak ada apapun rahasia diantara mereka.

"Enggak ada. Kakak hanya penasaran saja dengan gaun pemberian dari Ardhi. Ingin tahu apa dia memberimu gaun mahal, bermerek atau yang bagaimana," ucap Kak Ana dan hanya mendapatkan sebuah tatapan datar dari sang adik.

"Kenapa menatapku seperti itu, dek?" Tanya Kak Ana lagi, ketika mendapati tatapan tajam dari sang adik.

"Dia memberiku gaun bermerk dan itu mahal. Karena tahu sangat berharga, aku memilih untuk mengembalikan gaunnya," jawab Renjani sekaligus memberitahu sang kakak mengenai rencana pengembalian gaun.

"Kenapa harus dikembalikan? Bukankah dia sudah memberikannya kepadamu?" Tanya Kak Ana terheran akan keputusan yang dibuat oleh sang adik.

"Bukankah memang harus dikembalikan? Perjodohannya saja sudah batal. Buat apalagi aku harus menyimpan gaun mahal itu?" Tampaknya Renjani memang sudah berbulat tekad untuk mengembalikan gaun pemberian itu kepada Ardhi.

Kak Ana hanya tersenyum tipis dan tak lagi menjawab adiknya. Seandainya saja itu gaun diberikan untuk Anastasia, mungkin pemikiran ataupun niat mengembalikan sama sekali tak akan terlintas dibenaknya. Ana pasti menyimpan gaun itu tanpa peduli soal perjodohan yang berakhir. Bukankah sedari awal Ardhi memang memberikan itu sebagai hadiah?

"Kita berangkat sekarang, sebelum salonnya tutup," ujar Kak Ana yang kemudian mengemudikan mobil SUV ini melintasi jalanan kota.

Sebelum menemui Ardhi, Kak Ana berniat menebus kesalahannya pada awal pertemuan. Untuk pertemuan kedua ini, Kak Ana pasti akan membuat sang adik terlihat cantik bagaikan seorang putri kerajaan. Dia sengaja membawanya ke sebuah salon langganan dan membiarkan orang salon merombak penampilannya.

"Mau ke salon kak? Aku pikir kita akan makan di restoran? Makannya aku mengenakan gaun," ujar Renjani salah perkiraan.

"Nanti pasti kita juga akan makan di restoran, tapi sekarang ke salon dulu. Kakak juga ingin sedikit mengubah gaya rambut," tutur Kak Ana sama sekali tidak menimbulkan rasa curiga dari Renjani.

...•••...

Kondisi jalanan yang terbilang cukup ramai lancar, mampu membuat mobil yang dikendarai langsung oleh Kak Ana tiba di sebuah salon langganan dalam kurun waktu yang singkat. Sesaat setelah mobil berhasil terparkir dengan benar, Renjani yang sudah melepaskan sabuk pengamannya pun mulai turun dari mobil, mendahului sang kakak yang terlihat masih sibuk merapikan barang-barangnya.

Ketika turun dan pandangannya hanya memandang lurus ke arah salon, Renjani berpikir jika kedatangannya disini hanya untuk menemani sang kakak yang katanya ingin mengubah gaya rambut. Murni, Renjani sama sekali tidak memiliki keperluan apapun di salon ini.

"Ayo!" Ajak Kak Ana sambil menenteng sebuah tas kecil miliknya.

Tanpa menyahuti apapun, Renjani kini telah berjalan mengekor tepat di belakang sang kakak, masuk menuju ke salon langganan 'artis-artis terkenal'. Baru berada di dalam, Renjani sudah bisa mencium bau khas dari cat rambut. Setiap kali mengunjungi sebuah salon, Renjani selalu saja tercium aroma seperti itu.

"Nona Anastasia?" Panggil salah satu pegawai dari salon ini.

"Apa sudah disiapkan?" Tanya Kak Ana yang sama sekali tidak bisa di mengerti oleh Renjani.

"Apa yang sedang disiapkan kak?" Renjani tanpa ragu bertanya daripada harus penasaran.

"Kamu akan tahu nanti," jawab Kak Ana santai dan enggan untuk menjelaskan.

Bersama dengan pegawai itu, Renjani dan juga sang kakak diarahkan untuk menemui seorang laki-laki yang katanya pemilik dari salon ini. Sepertinya memang benar, Kak Ana sudah membuat janji dengan beliau.

"Hai, Rocky..." Sapa Kak Ana terdengar begitu akrab.

"Sist Ana, akhirnya balik ngesalon disini. Tahu gak sih, kalau eike udah nunggu lama. Janjian jam tiga, baru dateng jam lima. Alemong banget sih, cyinn... Kenapa? Jalanan lagi macan tutul?" Semua yang dikatakan oleh pemilik salon itu sama sekali tidak bisa dimengerti oleh Renjani.

"Nope. Jalanan kebetulan lancar jaya," jawab Kak Ana yang rupanya mengerti akan maksud ucapan dari pemilik salon itu.

"Lah, teros? Kenaposeee?" Pemilik salon itu terdengar penasaran.

"Nungguin adik, baru balik dari sekolah," jawab Kak Ana tanpa ragu memberitahu.

"Oh, begindang... Oke cyinnn karena eikee tak punya banyak waktu, langsung capsus aja ya. Jadi, sapose yang mau di dandani? You? Atau cewek cantik yang dari tadi sembunyi di belakang you?" Tanya pemilik salon itu siap untuk melakukan pekerjaannya.

"Aku juga mau merombak rambut, tapi sist Rocky utamain buat dandanin adik ku aja," pinta Kak Ana sambil menarik Renjani agar tidak terus diam, sembunyi dibalik tubuhnya.

Sambil tersenyum senang, pemilik salon itu tanpa ragu menggandeng tangan Renjani dengan cukup erat. Jujur, sekarang gadis yang masih berusia 18 tahun merasa sedikit kurang nyaman dan juga ada sedikit ketakutan keluar dari dalam dirinya.

"You, ikut eikkee... Santai ajeee, gak usah tegang... Eikkeee sama sekali gak gigit atau nyamplok," tutur pemilik salon itu kemudian membawa Renjani menuju ke salah satu bangku salon.

Tanpa ada sepatah katapun, gadis itu terkesan begitu penurut. Ketika pemilik salonnya meminta untuk duduk, Renjani menurut tanpa adanya sebuah penolakan. Apa sekarang dirinya sudah mulai terbiasa dengan suasananya?

Dalam diam, Renjani hanya bisa mengamati si pemilik salon yang sudah mulai merombak penampilannya. Entah mau jadi seperti apa, Renjani hanya bisa percaya sekaligus pasrah. Berharap saja kalau setelah ini, penampilannya memang jauh lebih baik.

.

.

.

Cukup membuang waktu yang lama, akhirnya setelah kurang lebih satu setengah jam, Renjani telah selesai dirias oleh pemilik salon itu. Saat melihat dirinya lewat cermin, bisa dibilang Renjani sangat puas akan hasil make over yang dibuat oleh pemilik salon itu. Kelihatan hasilnya begitu mulus, apakah ini yang dimaksud dengan no makeup makeup look?

"Gimana? Cucok meyong gak hasilnya?" Rocky menanyakan penilaian dari Renjani yang saat ini tengah terkagum pada hasilnya.

"Kelihatan berbeda. Seperti bukan aku," jawab Renjani sambil menatap singkat ke arah pemilik salon itu.

"You emang dasarnya udah centokkk jadi, mau di make over seperti apapun, hasilnya akan tetep sama," kata pemilik salon yang ternyata juga menyukai hasil riasannya sendiri.

Tidak lama seusai Renjani dirias, Kak Ana yang telah terlihat berbeda karena tampilan rambut barunya pun datang menghampiri dengan sebuah senyuman puas. Adiknya sekarang tampak begitu cantik, bisa dipastikan kalau Ardhi juga akan terpukau dengan penampilan dari Renjani.

"Cantik sekali. Rocky bener-bener pandai dalam merombak penampilan orang," kata Kak Ana yang malah memilih memberikan pujian kepada sang pemilik salon.

"Adik you ini memang dasarnya udah centokkk jadi, eikkee juga gak terlalu berbuat banyak," ujar Rocky tak mau menerima pujian itu.

Dikarenakan waktu yang mereka miliki tidak terlalu banyak. Sejak tadi juga Kak Ana sudah mendapatkan panggilan telepon terus menerus dari Nindi, maka dari itu tanpa berlama-lama lagi Kak Ana pun mulai membayar biaya salonnya.

"Berapa?" Tanya Kak Ana yang kemudian langsung mendapatkan sebuah bisikan dari Rocky.

"Murceee. No mehong mehong klub. Eikee kasih harga 400 ribu aja, buat dua orang."

"Yakin cuma 400 ribu?" Tanya Kak Ana lagi memastikan kalau yang dikatakan oleh Rocky benar apa adanya.

"Yeah, of course. Tapi, you boleh gak sama sekalian promosi kan salon eikee? Maksudnya biar tambah rame gitu... Biar eikee punya teman buat ngerumpi," tutur Rocky dan dengan cepat disetujui oleh Kak Ana.

"Langsung insta story, nih..."

Kak Ana mengambil ponselnya, lalu memposting satu video di story nya mengenai salon ini. Pemilik salon yang tahu akan tindakan dari Ana pun tersenyum bahagia.

"Thank you banget loh, cyinnn..."

Hanya memberikan senyuman tipis, Ana bersama adiknya Renjani pun mulai melangkah keluar dari salon ini untuk menuju ke arah mobil. Sekarang tujuannya adalah membawa sang adik menemui Ardhi yang sudah sejak dua puluh menit lalu menunggu di restoran.

^^^Bersambung...^^^

Catatan kecil :

- terima kasih karena sudah mau mampir di karya tulis ini. Mohon berikan dukungannya agar penulis bisa lebih rajin update dan juga semakin giat dalam membuat karya tulis lainnya.

- karya masih on going dan akan terus di update. Untuk pembaca diharap sabar menunggu kelanjutannya.

 

Story ©® : Just.Human

*please don't copy this story.

Find Me

✓ Instagram : just.human___

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!