— 04.

Tuan Aries merupakan seorang pengusaha terkenal yang juga menjadi teman dekat dari sang kakek. Menurut kabar dan cerita yang terdengar di telinga Ardhi, perusahaan Aries Company menjadi besar seperti sekarang ini berkat bantuan keuangan dari sang kakek.

Bantuan yang diberikan oleh sang kakek benar-benar bisa mengubah keadaan. Selain perusahaan Aries Company bisa tumbuh dengan besar, mereka juga sudah menjadi salah satu anak perusahaan dari Moonlight Group. Melihat hubungan yang seperti ini, tidak mungkin rasanya kalau Ardhi mengatakan belum mengenal Tuan Aries.

Beberapa bulan yang lalu, tepatnya sebelum mengurus perusahaan yang ada di Australia, Ardhi sempat bertemu dan menghadiri makan malam bersama dengan keluarga Tuan Aries. Kalau tidak salah mengingat, dalam pertemuan makan malam itu, Ardhi sama sekali tak melihat kehadiran sosok dari putri Tuan Aries. Iya, dia hanya datang bersama istrinya yang tampak begitu cantik dan anggun dalam balutan gaun berwarna merah maroon.

Dengan wajah yang masih menunjukan ekspresi datar, sekarang Ardhi tengah berada bersama sang kakek di sebuah ruang perpustakaan yang terdapat pada salah satu bagian dari rumah mewah ini. Ardhi sengaja mengajak sang kakeknya kesini hanya untuk mencari tahu rencana sebenarnya. Ardhi hanya merasa kalau ada sesuatu yang masih disembunyikan oleh sang kakek.

"Jadi, kakek ingin aku menghadiri kencan buta dengan putri dari Tuan Aries?" Tanya Ardhi hanya ingin memastikan sekali lagi.

Tanpa ragu, kakeknya menganggukkan kepala, membenarkan pertanyaan yang baru saja diberikan oleh Ardhi.

"Bukan hanya menghadiri kencan buta, kakek juga ingin kamu menikahinya," kata sang kakek sambil menatap cucunya itu dengan penuh harap.

Ardhi menghela napas berat, lalu tanpa mengatakan apa-apa, dirinya melangkah pergi meninggalkan perpustakaan ini. Apa yang ingin dilakukannya? Kenapa Ardhi sekarang tampak terburu-buru? Tahu kalau cucunya pergi tidak dengan berpamitan, sang kakek berusaha untuk mencegah. Pembicaraan ini masih belum selesai dan harus dilanjutkan.

"Ardhi... Mau kemana kamu? Kakek belum selesai bicara!" Panggil sang kakek, namun harus terabaikan oleh Ardhi.

Pada waktu Ardhi keluar dari perpustakaan, secara tidak terduga ada seorang gadis muda yang masih berusia tujuh belas tahun, datang menghampirinya lalu memeluknya begitu erat. Karena gadis itu bukan orang asing, Ardhi juga merasakan nyaman saat dipeluk olehnya. Walaupun hanya tipis, setidaknya sebuah senyuman bisa terlihat di wajah tampan Ardhi yang sejak tadi terus memasang wajah datar.

"Darimana saja kamu? Sejak datang, kakak selalu mencari keberadaan kamu," ucap Ardhi disela-sela pelukan ini.

"Biasa, urusan anak muda," jawab gadis itu sambil melepaskan pelukannya dan menunjukan sebuah senyum usil.

Seakan memahami maksud dari ucapan barusan, Ardhi tanpa permisi memberikan sebuah sentilan kecil pada kening adiknya. Sentilan yang sama sekali tak akan melukai adik kecil kesayangannya itu.

"Jangan pacaran mulu! Sekolahnya juga harus diperhatikan," kata Ardhi menegur adiknya itu.

Sambil tersenyum dan membuat sebuah posisi hormat, sang adik akan mendengarkan teguran dari sang kakak. "Siap pak Bos! Kebetulan semuanya masih berjalan selaras dan seimbang."

Ardhi mengacak lembut rambut dari sang adik, kemudian teringat akan coklat yang tadi sempat dibelinya. Tiga kotak coklat hanya untuk sang adik tersayang.

"Sudah menemui Nindi?" Tanya Ardhi dan dengan cepat mendapatkan sebuah sahutan dari adiknya.

"Sudah. Makasih coklatnya," kata sang adik terlihat begitu senang karena diberikan coklat.

"Kalau kurang bilang saja ya. Kakak pasti akan belikan lagi," ucap Ardhi mengakhiri pembicaraannya dengan sang adik kesayangan.

.

.

.

Setelah menemui keluarganya dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh sang kakek, Ardhi kini sudah berada kembali di dalam mobilnya. Bukan ingin pergi, tapi ada hal yang harus dia bicarakan berdua dengan sang sekertaris. Ini menyangkut masalah kencan buta dan perjodohan yang dilakukan oleh sang kakek.

"Iya tuan? Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya Nindi penasaran.

"Saya ingin kamu mencari tahu tentang putri dari Tuan Aries," suruh Ardhi yang ternyata begitu penasaran dengan wanita pilihan sang kakek.

"Informasi apa saja yang ingin tuan dapatkan dari putri Tuan Aries?" Tanya Nindi yang ingin tahu lebih jelasnya.

"Hanya latar belakangnya saja," tukas Ardhi dengan sebuah perintah serta tugas untuk sang sekertaris. Memang benar, bekerja sebagai sekertaris yang selalu ada di sisi Ardhi tidak melulu terasa enak. Adakalanya tugas datang diwaktu yang tak terduga. Contohnya seperti saat ini. Masih banyak hal yang harus diurus oleh Nindi, namun ia sudah mendapatkan tambahan tugas lagi.

"Baik tuan. Saya akan mencoba mencari tahu itu," kata sang sekertaris menerima perintah dari atasan.

"Saya mau secepatnya mendapatkan informasi itu," tambah Ardhi dan kemudian melangkah turun dari mobilnya.

Nindi yang masih diam di mobil pun mulai melakukan sebuah panggilan dengan seseorang. Dirinya hanya mencoba meminta tolong kepada orang itu untuk mencarikan informasi mengenai putri dari Tuan Aries. Nindi ingin segera menyelesaikan tugas dadakan yang diberikan oleh atasannya itu.

...•••...

Renjani memang sudah menuruti keinginan dari sang kakak, tapi anehnya dirinya terus saja kepikiran akan hal itu. Dia hanya sedikit bertanya-tanya kepada diri sendiri mengenai keputusannya. Apakah yang diputuskan sudah benar atau justru salah?

Kelihatan seperti seorang masih memiliki banyak pikiran, Renjani sampai tidak konsentrasi pada makanannya. Iya, gadis itu terlampau lebih banyak melamun dengan tangan yang hanya memegang sendok dan garpu tanpa ingin digunakan. Kedua orang tuanya yang memperhatikan gelagat aneh dari Renjani pun tanpa ragu menegur dirinya.

"Apa yang sedang kamu pikirkan sayang? Kenapa terdiam seperti itu?" Tanya sang ibunda sambil memberikan sebuah tepukan kecil pada punggung tangan dari putri angkatnya itu.

"Bukan hal penting, hanya tentang pekerjaan paruh waktu ku saja," ucap Renjani yang telah tersadar dari lamunannya.

"Apa ada masalah dengan pekerjaannya?" Kali ini giliran sang ayah yang bertanya.

Dengan senyuman yang meyakinkan, Renjani menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh sang ayah itu. "Mungkin untuk sementara waktu aku harus libur dari pekerjaan itu. Sebentar lagi aku akan menghadapi ujian tengah semester."

"Nah iya, benar. Bukankah dari awal ayah sudah menyuruhmu untuk berhenti saja dari pekerjaanmu itu? Ayah disini masih sanggup memenuhi segala kebutuhanmu," kata sang ayah yang lebih menginginkan jika Renjani hanya berfokus pada pendidikan saja.

Belum sempat untuk menjawab apa-apa, secara mendadak ponsel milik Renjani yang sengaja diletakan persis di atas meja makan bergetar. Kali ini bukan sebuah panggilan yang didapatkannya, melainkan satu pesan singkat dari sang kakak.

"Siapa?" Tanya ibunya penasaran.

"Kak Ana." Singkat Renjani memberitahu.

"Ana? Menelepon kamu?" Tanya ayahnya sambil memotong daging sapi panggang yang ada di atas piringnya.

"Hanya sebuah pesan singkat," jawab Renjani kemudian membuka dan membaca pesan yang dikirimkan oleh kakaknya.

"Kenapa Ana mengirim pesan? Apa ada sesuatu yang ingin kalian lakukan?"

Mendapatkan pertanyaan dari sang ibunda ini mampu membuat Renjani langsung menoleh dan memberikan sebuah senyuman canggung.

"Kak Ana mengajakku pergi ke butik setelah pulang kerja," ujar Renjani memberitahu isi pesan singkat yang baru saja dikirimkan oleh sang kakak.

"Memangnya kapan dia akan pulang?" Ayahanda Renjani bertanya lagi.

"Kakak sedang dalam perjalanan."

Walaupun tahu kalau sang putri belum sepenuhnya menghabiskan makanan, Amanda — ibunya, dengan santai meminta agar Renjani segera bersiap dan berganti pakaian. Tidak mungkin kan kalau putrinya itu pergi dengan mengenakan piyama tidur?

"Kamu gak mau bersiap-siap dulu?" Tanya sang ibu.

"Memangnya Renjani diizinkan pergi?" Sebuah pertanyaan dari gadis itu yang terdengar cukup ragu-ragu.

"Tentu saja. Lagipula kamu juga sudah begitu lama tidak menghabiskan waktu bersama Ana," kata ibunya yang dengan mudah memberikan izin kepada Renjani untuk pergi dan bersenang-senang dengan kakaknya.

Dia memang telah mendapatkan izin dari ibunya, tapi bukannya berdiri Renjani malah menatap wajah sang ayah. Sepertinya sekarang dirinya tengah menunggu izin dari sang ayah. Sebelum mendapatkan izin dari kedua orang tuanya, Renjani akan tetap berada di meja makan.

"Kenapa masih duduk, sayang?" Tanya ibunya merasa aneh ketika melihat Renjani yang tak kunjung berdiri.

"Ayah masih belum memberikan izinnya," ungkap Renjani jujur.

Mendengar kejujuran dari gadis itu mampu membuat sang ayah - Tuan Aries, yang tengah menyantap makan malamnya, hampir tersedak karena ingin tertawa. Putri bungsunya yang bernama Renjani itu benar-benar tampak begitu lugu layaknya seorang anak kecil yang baru menginjak usia lima tahun. setiap ingin melakukan apa-apa atau pergi kemana saja selalu menunggu izin darinya. Beruntung karena waktu itu ia memilih mengangkat Renjani sebagai anak dan menjadikannya salah satu anggota dari keluarga ini.

"Kalau kamu pergi, silahkan saja. Lagipula ini yang mengajak juga kakakmu sendiri," tutur sang ayah memberikan izin yang dari tadi terus ditunggu-tunggu.

Karena sudah mengantongi izin dari kedua orang tua, Renjani pun bergegas untuk menarik diri dari ruang makan. Dirinya sekarang harus segera menuju ke kamar untuk mempersiapkan dirinya. Tak perlu berdandan yang terlalu berlebihan, hanya cukup mengganti pakaian yang lebih layak saja.

Tidak membutuhkan banyak waktu untuk memilih pakaian, Renjani pun memutuskan mengenakan kaos berwarna putih yang memiliki tulisan 'I Love Cat Not You' berwarna merah terang dan dipadukan dengan celana ripped jeans. Meskipun perpaduannya terlihat sederhana, Renjani tetap terlihat cantik. Kalau memang dasarnya sudah memiliki rupa bak seorang putri kerajaan, mau mengenakan pakaian apapun akan tetap terlihat cantik.

Tepat setelah Renjani selesai berpakaian, suara deru mesin mobil terdengar jelas di telinganya. Untuk mengetahui siapa gerangan yang datang berkunjung, Renjani yang masih disibukan mengikat rambutnya pun bergegas melangkah mendekati jendela. Dari jendela, dirinya ingin memastikan kalau yang datang adalah kakaknya.

Baru menengok, Renjani sudah bisa melihat sepenuhnya sosok wanita cantik yang tadi sore juga ditemuinya. Kak Ana yang mengenakan pakaian serba hitam mulai melangkah memasuki rumah ini. Renjani tak bisa berada di kamar terus, dirinya juga harus keluar dari kamar untuk menemui sang kakak itu. Dengan langkah yang cukup tergesa-gesa, Renjani pun keluar dari kamarnya dan mulai menuruni anak tangga. Tak sampai lima menit, dirinya kini sudah berada tepat di ruang tamu, persis berada di hadapan sang kakak.

"Apa kamu sudah siap?" Tanya Kak Ana sambil melepaskan kacamata hitam miliknya.

Aku menjawab pertanyaan itu hanya dengan sebuah anggukan kepala. Terkesan singkat, tapi masih bisa dimengerti dengan baik.

"Mau berangkat sekarang?" Tanya Kak Ana lagi.

"Kakak tidak berniat untuk menemui ayah dan ibu terlebih dahulu?"

Seperti tak ada kesempatan menjawab, sang ayah yang sudah selesai menyantap hidangan malam pun datang menghampiri mereka berdua. Beliau ikut bergabung hanya karena ingin melihat keadaan dari putri sulungnya yang selama satu tahun terakhir selalu saja berpergian ke luar negeri.

"Kamu tidak berniat untuk duduk dulu dan berbincang dengan kami?" Tanya sang ayah kepada Ana yang saat ini tengah memasang wajah datar.

"Apa yang waktu itu masih kurang?" Kalau dilihat sepertinya, Kak Ana masih merasa kesal kepada ayahnya. Mungkin, penyebabnya hanya karena masalah perjodohan dengan seseorang bernama Ardhi.

"Rupanya kamu masih marah kepada ayah. Amarah itu terjadi hanya karena kamu belum paham akan maksud ayah. Perjodohan dengan Ardhi adalah satu-satunya hal baik yang bisa ayah berikan kepada kamu," ucap sang ayah mencoba memberi pengertian lagi.

Namanya orang sudah menolak dan tidak setuju, mau bagaimanapun caranya diberi pengertian, pasti akan tetap kesulitan untuk mengerti. Kak Ana sudah menolak Ardhi dan kini tengah menyusun rencana agar bisa bebas dari semua ini dengan melibatkan sang adik.

"Menikah dengan Ardhi itu bukan termasuk hal baik. Bagaimana bisa disebut seperti itu, jika pernikahan yang terjadi tanpa adanya sebuah perasaan cinta, melainkan keterpaksaan?" Kak Ana tak berhentinya memberikan protes.

"Seiring berjalannya waktu, cinta akan bisa tumbuh dengan sendirinya," ucap sang ayah.

Renjani yang terus mendengarkan semua perdebatan diantara mereka pun memilih untuk segera menengahi. Menurutnya adu argumen ini tak perlu dilanjutkan lagi, karena takutnya nanti akan terjadi pertengkaran antara ayah dan anak. Mereka berdua harus tetap menjalin hubungan yang baik.

"Ayah, Kak Ana... Bisakah kalian selesai berdebat?" Pertanyaan ini untuk sesaat mampu membuat mereka berhenti.

Meskipun ada sedikit ketakutan dalam diri, Renjani tetap berusaha untuk memberanikan diri hanya agar perkelahian diantara mereka berdua tak terjadi. Menjadi penengah disaat kondisi begitu dingin, bukanlah sesuatu hal mudah.

"Sebelum hari semakin larut, bukankah lebih baik kalau kita segera pergi ke butik?" Ucap Renjani sambil menggenggam lengan kakaknya.

Tanpa mengatakan apapun, Kak Ana pun membalikkan badannya menuju ke arah pintu utama dari rumah ini. Dia berjalan terlebih dahulu, meninggalkan Renjani yang sekarang tengah mengekor tepat dibelakangnya.

Pada saat Kak Ana ingin membuka pintu utama, tanpa ragu sebuah ancaman yang cukup membuat Kak Ana terpojok, terlontar begitu saja dari mulut sang ayah.

"Kalau kamu tetap menolak dan tak mau menghadiri kencan buta di esok hari, jangan harap namamu masih ada di daftar kartu keluarga!" Ancam sang ayah kemudian melangkah pergi menaiki anak tangga.

Ancamannya memang menakutkan, tapi Kak Ana sama sekali tidak gentar. Ia masih tetap bersikeras pada keputusannya menolak perjodohan dengan lelaki bernama Ardhi? Kalau hati Kak Ana belum ada orang spesial yang mengisi, mungkin ia akan menerima perjodohan ini. Tidak mungkin untuk meninggalkan lelaki yang sudah hampir empat tahun masih setia menemani.

^^^Bersambung...^^^

Catatan kecil :

- terima kasih karena sudah mau mampir di karya tulis ini. Mohon berikan dukungannya agar penulis bisa lebih rajin update dan juga semakin giat dalam membuat karya tulis lainnya.

- karya masih on going dan akan terus di update. Untuk pembaca diharap sabar menunggu kelanjutannya.

 

Story ©® : Just.Human

*please don't copy this story.

Find Me

✓ Instagram : just.human___

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!