— 06.

Hari benar-benar berlalu dengan begitu cepat. Tak disangka waktu pertemuan yang dari kemarin selalu diributkan tiba juga. Sore ini, tepatnya setelah jam pelajaran sekolah usai, Renjani yang dijemput langsung oleh sang kakak pun bersiap untuk menuju ke butik yang kemarin sore sempat mereka kunjungi. Tujuan mereka kembali kesana hanya untuk merias penampilan Renjani sebelum bertemu dengan Ardhi - lelaki calon pilihan dari sang ayah.

Jujur, sepanjang perjalanan jantung Renjani berdebar begitu kencang. Bukan karena jatuh cinta, melainkan dirinya hanya merasa sedikit gugup. Sekarang siapa sih yang tidak merasa seperti itu ketika akan bertemu dengan seorang laki-laki yang katanya merupakan seorang CEO dari sebuah perusahaan ternama? Apalagi sekarang posisinya Renjani tengah menggantikan sang kakak, bisa dibilang kalau dirinya juga akan membohongi lelaki itu.

Raut tegang terlihat begitu jelas di wajah cantik blesteran milik Renjani. Meskipun Kak Ana tengah sibuk memfokuskan diri untuk mengemudikan mobil ini, dia tetap bisa menyadari perasaan sang adik. Maka dari itu, sambil tak melepaskan pandangan dari jalanan kota yang hari ini tampak cukup lenggang, Kak Ana mencoba untuk memberi sedikit penghiburan kepada adiknya.

"Jangan terlalu tegang! Semua akan berjalan sesuai dengan rencana," kata Kak Ana yang anehnya tak terlalu mempan untuk memberikan ketenangan kepada Renjani.

Renjani yang mendengar itu hanya bisa menjawab dengan sebuah anggukan kecil. Meski sudah ditenangkan dan diberitahu kalau semua akan baik-baik saja, perasaan Renjani belum sepenuhnya bisa tenang. Entah mengapa dia merasakan hal buruk akan terjadi.

"Kak, bisakah aku berhenti saja?" Tanya Renjani mencoba siapa tahu dia bisa mundur di waktu terakhir sebelum pertemuan itu terjadi.

"Tentu saja tidak bisa. Kamu sudah menyetujuinya dan tidak boleh membatalkannya seperti ini. Kamu harus bertanggung jawab atas keputusan yang sudah diambil sendiri," kata Kak Ana yang tentu saja tidak memberikan izin bagi Renjani untuk mundur.

Mendengar penolakan dari sang kakak, berhasil membuat Renjani menghela napas berat. Kenapa setelah mengatakan seperti itu, perasaannya malah makin gugup dan tidak karuan? Detak jantungnya semakin menjadi-jadi dan susah untuk dikontrol kembali.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit, akhirnya mobil yang dikemudikan sendiri oleh Kak Ana tiba juga di sebuah butik yang kemarin juga sempat untuk dikunjungi. Tak ingin berlama-lama lagi, Renjani dan kakaknya bergegas melangkah turun dari mobil itu.

"Renjani, kakak janji setelah ini pasti akan menuruti semua yang kamu mau," kata Kak Ana yang hanya mendapatkan sebuah senyuman cukup lebar dari Renjani.

Disaat Renjani akan masuk ke butik itu, secara tiba-tiba ponsel yang sedang digenggam oleh Kak Ana berdering. Rupanya perempuan itu tengah mendapatkan sebuah panggilan dari ayahnya. Karena harus menjawab terlebih dahulu, Kak Ana harus meminta adiknya untuk masuk ke butik duluan.

Dengan langkah gugup, Renjani mulai memasuki butik dan kehadirannya ini langsung disambut hangat oleh Lily — pemilik butik yang ternyata sudah menunggu sejak tadi. Lily memberikan sebuah sapaan hangat kepada gadis cantik itu.

"Selamat datang. Senang karena bisa melihat kamu datang kembali," ucap Lily dan untungnya mendapatkan sebuah balasan juga dari Renjani.

"Aku juga senang bisa melihat kak Lily lagi," Renjani memang selalu bertutur baik kepada siapapun.

Walaupun ini bukan pertemuan pertama, Lily tetap saja masih terpukau dengan rupa blesteran yang dimiliki oleh Renjani. Warna mata cantik, hijau hazel itulah yang terus menjadi daya pikat dari Renjani. Ingin sekali rasanya menarik gadis itu untuk menjadi model dari butiknya.

"Setelah lulus, rencana kamu mau ngapain?" Tanya Lily sambil berjalan berdampingan dengan gadis cantik itu menuju ke arah ruang fitting.

"Ehm, kalau ditanya rencana aku selalu ingin melanjutkan pendidikan sampai tinggi," jawab Renjani memberitahu tanpa ragu kepada pemilik dari butik ini.

"Ingin kuliah? Mengambil fakultas apa?" Lily bertanya lagi karena memang masih penasaran.

"Kedokteran."

Mendengar jawaban dari Renjani, mampu membuat Lily membuka mulutnya cukup lebar. Lily benar-benar terkejut mengetahui keinginan dari Renjani. Pasalnya empat tahun yang lalu, ia juga sempat berada di bangku perkuliahan dan mengambil jurusan sama seperti yang diinginkan oleh Renjani. Dulu, Lily selalu merasa kalau menjadi seorang dokter menjadi salah satu cita-cita yang mulia. Tapi sayangnya, baru masuk semester enam, titik jemu mulai menghampiri Lily. Rasanya seakan dia sudah kehilangan minat untuk melanjutkan kuliah. Daripada memaksakan apa yang sudah tak diinginkan oleh hati nuraninya, Lily memutuskan untuk keluar dan berhenti di tengah-tengah.

Awalnya keputusan berhenti seperti ini sangat ditentang oleh keluarganya.  Karena memang enam semester yang telah dijalani oleh Lily, mengandung banyak perjuangan di uang dan waktu. Bukankah berhenti di tengah jalan juga termasuk dari sebuah kesia-siaan?

Terkadang seseorang juga harus berani menentukan pilihannya dan meski terkesan sia-sia, kalau ada niat untuk memperbaiki pasti akan hasil baik setelahnya. Kerja keras Lily selama di bangku perkuliahan memang terkesan tidak berguna, tapi itu semua sudah ditebus. Usaha butik yang di gelutinya ini mampu menghasilkan sesuatu yang bagus. Bahkan butik ini menempati peringkat pertama dan paling banyak disukai oleh konsumen. Orang yang datang berkunjung kesini juga bukan sembarangan, kebanyakan memang selalu dari masyarakat kelas atas.

"Kalau misalnya aku menawari kamu untuk jadi model gimana?" Tanya Lily yang memang sejak awal pertemuan sudah begitu menginginkan agar Renjani bisa menjadi salah satu model dari butiknya ini.

Penawaran dari Lily yang tiba-tiba, cukup membuat seorang Renjani terkejut. Pasalnya gadis itu selalu merasa, jika dirinya sangat kurang layak untuk menjadi seorang model. Bukankah model harus terlihat seperti kakaknya? Cantik, bertubuh tinggi dan langsung, serta memiliki ekspresi wajah menarik. Di dalam diri Renjani, hanya ada dua yang bisa terlihat.

Belum sempat mengatakan apapun, Kak Ana yang tadi harus menjawab panggilan dari sang ayah pun akhirnya mulai ikut bergabung bersama mereka berdua. Kedatangan Kak Ana memang sangat tepat waktu, berkatnya Renjani jadi, tak perlu susah-susah memikirkan cara agar bisa menolak penawaran dari Lily. Bukannya ingin melewatkan kesempatan emas, tapi Renjani memang sangat tidak berminat di dunia modeling.

"Kenapa belum ganti pakaian?" Tanya Kak Ana terlihat sedikit panik.

Kalau boleh ditebak, mungkin panggilan dari ayahnya yang tadi sempat di terima mampu membuat Kak Ana merasa demikian. Apa sang ayah mulai mendesaknya agar segera datang ke tempat pertemuan?

"Memangnya ada apa, kak? Bukankah masih ada empat jam lagi sebelum pertemuan itu?" Tanya Renjani tampak bingung sekaligus penasaran.

"Ayah tadi memberitahu, kalau pria bernama Ardhi itu ingin memajukan pertemuannya. Katanya, dia harus segera bertolak ke Jepang untuk menghadiri rapat dengan koleganya," ucap Kak Ana memberitahu semua.

"Kenapa tidak dimundurkan saja waktunya? Ehm, mungkin setelah dia dari Jepang?" Kata Renjani siapa tahu ada kesempatan baik.

"Aku sudah minta untuk diundur, tapi kata ayah, lelaki itu terus memaksa dan meminta agar pertemuannya dimajukan," ungkap Kak Ana lagi.

"Lalu ayah? Apa langsung setuju?" Tanya Renjani lagi.

"Memangnya ayah punya kuasa untuk menolak permintaan dari lelaki itu? Kamu kan tahu sendiri, siapa Ardhi dan seperti apa sosoknya," ucap Kak Ana dengan raut yang masih tampak panik.

Renjani mengangguk tanda mengerti. Seperti apa yang sudah didengarnya dari berita dan juga cerita dari sang kakak, Renjani tahu kalau lelaki bernama Ardhi memang memiliki sikap yang semena-mena. Penilaian awal dari Renjani memang terkesan kurang baik.

Waktu semakin memburu mereka, tanpa ingin membuangnya lagi Renjani pun ikut masuk bersama Lily ke ruang fitting. Di dalam sana, Renjani mulai dirias sedemikian rupa.  Jangan pernah membayangkan kalau Renjani akan keluar dengan penampilan terbaik! Karena jujur semua yang dikenakannya mulai dari baju sampai riasan hingga tata rambut sangat begitu norak.

.

.

.

Setelah cukup lama dibuat menunggu, akhirnya Renjani keluar juga dari ruang fitting itu. Dengan menggunakan gaun bercorak bunga-bunga yang ramai, Renjani kelihatan sangat tidak percaya diri akan penampilannya sendiri. Jujur, saat ini dia sangat ingin menyembunyikan wajahnya yang terlihat mulai memerah karena rasa malu.

"Aku yakin dandanan seperti ini akan membuat lelaki bernama Ardhi langsung menyerah dan menolak," kata Lily sambil terus menyapukan bedak tabur ke wajah Renjani yang memang sudah terlihat dipenuhi riasan.

Kak Ana yang melihat penampilan berbeda dari sang adik mulai menunjukan sebuah senyum puas. Dia juga merasa yakin kalau apa yang tadi dikatakan oleh Lily sangat benar. Sekarang, lelaki bernama Ardhi itu memiliki alasan untuk menolak perjodohan. Lelaki mana yang mau menikahi seorang perempuan berpenampilan nyentrik sekaligus norak?

"Mau berangkat sekarang?" Tanya Kak Ana kepada sang adik yang sedari tadi terus berusaha menatap ke bawah.

Tanpa ingin membuka suaranya, Renjani hanya mengangguk lalu menggandeng tangan sang kakak. Dia akan melakukan ini untuk berbagi rasa malu dengan Kak Ana.

...•••...

Sepertinya Dewi keberuntungan sedang memihak kepada mereka berdua. Dikarenakan kondisi jalan yang sangat lancar, mobil yang dikendarai langsung oleh Kak Ana akhirnya bisa sampai ke lokasi pertemuan, tanpa harus memakan banyak waktu.

Setelah mobil itu diparkirkan pada tempat yang tersedia, Kak Ana segera memberitahu beberapa hal penting kepada sang adik. Kesalahan yang dapat merusak rencana, sama sekali tidak mendapatkan izin darinya.

"Kamu tahukan harus melakukan apa?" Tanya Kak Ana memastikan kalau adiknya bisa fokus pada tujuan serta rencana.

"Membuat lelaki itu ilfil," ucap Renjani mengerti akan tugasnya.

"Kamu tidak diperbolehkan terlihat menarik dihadapan lelaki itu. Intinya, jangan lakukan apapun yang bisa membuat lelaki itu suka," kata Kak Ana.

Sebenarnya Kak Ana sudah terus membahas dan memberitahu. Sekarang posisi Renjani bisa dibilang sudah sangat paham dan mengerti harus melakukan seperti apa. Namun, yang menjadi masalahnya hanya satu. Renjani sangat takut kalau rasa gugup yang semakin mengada-ada ini malah mampu membuat semuanya menjadi kacau. Sejak tadi di perjalanan, Renjani sudah mencoba yang terbaik agar dirinya merasa tenang.

"Aku masih gugup," ungkap Renjani jujur.

"Tenangkan dirimu, Renjani. Kalau kamu melakukan sesuai dengan rencana, pasti semua akan baik-baik saja," kata Kak Ana sambil menyentuh dengan erat pada bahu dari adiknya.

Renjani mencoba menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskan-nya secara perlahan. Gadis itu berusaha sebisa mungkin untuk meredam rasa gugup yang terus saja menggerogoti tubuhnya.

Tak bisa membuang waktu lebih lama lagi, Renjani akhirnya melangkah keluar dari mobil. Payung berwarna kuning sebagai aksesoris tambahan dari penampilannya ini mulai di buka secara lebar. Langit sudah menggelap, tapi kenapa gadis itu menggunakan payung? Bukankah sama sekali tidak sesuai dengan tempat serta waktunya?

Dengan perasaannya yang masih sama, Renjani mulai melenggak-lenggok kan tubuhnya — layak seperti seorang model, berjalan masuk ke dalam restoran yang sudah ditentukan sebagai tempat untuk pertemuan. Meski tidak merasa percaya diri dan malu, Renjani tetap terus melangkah mencoba mengabaikan pandangan orang lain yang mungkin sudah menganggapnya seperti orang aneh?

Ketika Renjani sudah sampai di depan pintu masuk, secara tak terduga langkahnya dihentikan oleh salah seorang pegawai. Menurutnya, kalau dihentikan dan tak diizinkan masuk itu termasuk hal yang sangat wajar. Bagaimana bisa restoran semewah ini mengizinkan orang aneh yang bisa menganggu kenyamanan konsumen untuk masuk?

"Maaf, nona. Apa sudah memesan tempat untuk malam ini?" Tanya pegawai itu sambil memandang ke arah Renjani dengan aneh.

Dengan gaya ala-ala nya, Renjani menutup payung lalu membuka sedikit kacamata hitam yang tengah dia kenakan. Sudah memakai payung, ditambah kacamata hitam, belum lagi dengan topi pantai yang menghiasi kepalanya.

"Tentu saja, sudah. Dua kursi untuk nona Anastasia," kata Renjani sedikit melebih-lebihkan gaya bicaranya.

Renjani yang melakukan akting ini saja merasa geli, apalagi dengan pegawai yang kini tengah ada dihadapannya? Pasti dalam hatinya juga sedang membicarakan gaya serta tingkah laku aneh dari Renjani.

"Silahkan ikut kami nona. Kedatangan anda sudah ditunggu oleh Tuan Ardhi," kata pegawai restoran ini.

Meski merasa aneh, sebagai pekerja di restoran ini mereka harus bersikap profesional. Karena nama Anastasia sudah ada di daftar tamu untuk hari ini, jadi mereka tak ada alasan menolak kehadiran dari Renjani, terlepas dari gaya penampilannya.

Renjani pun mengekor dibelakang pegawai restoran itu, sembari pandanganya mencoba untuk mengintip ke arah lelaki yang mengenakan setelan jas, rapi layaknya seorang boss. Saat melihat lelaki itu, Renjani meyakini kalau dia adalah calon suami yang dipilihkan oleh sang ayah untuk Kak Ana. Melihat sosoknya yang semakin dekat, jantung Renjani berhasil berdebar dengan begitu kencang.

"Silahkan nona," kata pegawai restoran itu sembari menarik kursi untuk diduduki oleh Renjani.

Renjani pun duduk pada kursi itu, persis berhadapan langsung dengan lelaki bernama Ardhi. Setelah pelayan yang mengantar pergi, Renjani tanpa ada keraguan mulai duduk menyerong sambil kedua kakinya saling menumpuk satu sama lain. Renjani juga tak luput meletakan lengan di atas meja makan sambil jemarinya membuat suara ketukan.

"Sudah menunggu lama ya, om?" Tanya Renjani bersikap seperti seorang yang tak tahu sopan santun.

Ardhi yang sejak tadi hanya memandangi dalam diam, sudah bisa langsung tahu kalau perempuan yang ada di hadapannya itu bukan Anastasia — putri dari Tuan Aries. Dia tahu, tapi sengaja membiarkannya karena semua yang tengah terjadi sekarang tampak cukup menarik. Baru pertama kali ada seorang perempuan datang kepadanya tanpa menggunakan pakaian serba pendek dan terbuka.

"Ya, maaf om... Tahu sendiri kondisi jalanan kota ini gimana. Macetnya minta ampun," kata Renjani seakan sudah membuang harga dirinya.

"Sudah pesan makanan? Atau minuman?" Tanya Renjani memastikan.

Seperti tidak menunggu jawaban apapun dari lelaki itu, Renjani terus saja bersua tanpa adanya sebuah jeda.  Mungkin ini termasuk caranya agar tak semakin merasa gugup. Berbicara terus tanpa ada henti.

"Boleh aku pesan duluan om? Gara-gara kejebak macet, aku jadi merasa lapar dan haus," ucap Renjani lagi.

Belum mendapatkan izin, Renjani langsung saja memanggil kembali seorang pelayan yang memang ditugaskan untuk menerima pesanan dari pengunjung. Renjani memanggil pelayan dengan penuh ketidaksabaran. Apa sekarang lelaki itu sudah merasa ilfil terhadap sikapnya yang terlalu berlebihan?

^^^Bersambung...^^^

Catatan kecil :

- terima kasih karena sudah mau mampir di karya tulis ini. Mohon berikan dukungannya agar penulis bisa lebih rajin update dan juga semakin giat dalam membuat karya tulis lainnya.

- karya masih on going dan akan terus di update. Untuk pembaca diharap sabar menunggu kelanjutannya.

 

Story ©® : Just.Human

*please don't copy this story.

Find Me

✓ Instagram : just.human___

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!