Saat bel pulang sekolah berdering, Renjani yang sedang berdiri di depan halte, harus dikejutkan dengan kedatangan sebuah mobik SUV berwarna hitam yang tampak tidak asing. Rasanya Renjani sudah begitu sering melihat mobil itu. Benar saja, waktu kaca jendela dari mobil SUV yang sudah berhenti tepat dihadapannya terbuka, sesosok perempuan cantik yang sangat dikenal baik oleh terlihat. Renjani sama sekali tidak menyangka bisa bertemu dengan sang kakak tiri kesayangan disini.
Melihat sang kakak disini berhasil membuat Renjani tersenyum. Pasalnya ini sudah sekitar dua bulan lebih, dirinya bertemu ataupun bercengkrama dengan sang kakak. Bukan karena hubungan diantara mereka berdua kurang baik, melainkan kesibukan dari sang kakak yang mengharuskan mereka berpisah. Kakaknya itu terlampau sering tinggal di luar negeri, karena memang pekerjaan adalah sebagai seorang model.
Dengan raut wajah yang begitu sumringah, Renjani bergegas untuk melangkah mendekat ke arah mobil SUV itu lalu tanpa ragu ia juga membuka pintu mobil di sisi depan dan menempati kursi penumpang tepat di samping sang kakak yang kini tengah berada pada kursi kemudi.
"Bagaimana kabarnya, kak? Sudah lama tidak melihat kakak jadi, agak sedikit pangling," sapa Renjani sembari tangannya sibuk mengenakan sabuk pengaman.
"Baik," jawab Kak Ana yang entah mengapa terasa seperti sebuah kebohongan.
Renjani yang telah usai mengenakan sabuk pengaman pun menatap menelisik ke arah sang kakak, bermaksud untuk mencari tahu hal apa yang tengah menganggu kakaknya itu. Sudah cukup lama bagi Renjani untuk mengenal Kak Ana jadi, tidak terlalu sulit mengetahui masalah yang sedang dihadapi atau disembunyikan.
"Kak Ana kenapa? Pasti ada masalah kan? Apa kerjaan kak Ana baik-baik saja?" Tanya Renjani yang hanya mendapatkan sebuah senyuman kecil dari sang kakak.
Belum ingin menjawab ataupun memberitahu apa-apa, kakaknya itu malah mengajak Renjani untuk mampir ke sebuah restoran. Dia bilang akan memberitahu semuanya sambil makan. Renjani yang sama sekali tak memiliki pilihan untuk menolak pun akhirnya setuju ikut ke restoran yang dimaksud oleh kakaknya itu. Kalau ditanya restoran mana yang akan dituju, Renjani juga kurang tahu, karena memang tempat makan yang paling sering dikunjungi oleh Renjani hanyalah sebuah warung nasi belakang sekolah. Renjani paling suka makan di sana, karena memang kebetulan ada ayam goreng kremes kesukaannya.
Sembari memegang kemudi dan pandangan yang berfokus pada jalanan sore, Kak Ana berusaha untuk bertanya mengenai hal-hal basic, ketika seseorang sudah tidak bertemu dalam waktu yang cukup lama. Contohnya seperti; kabar, keadaan sekolah, kegiatan yang sering dilakukan dan juga, kesibukan. Kak Ana bertanya seakan hanya untuk memenuhi sebuah formalitas saja.
Berhubung jarak antara sekolah dengan restoran yang dimaksud oleh Kak Ana lumayan dekat, akhirnya mobil yang dikendarai langsung oleh perempuan cantik kelahiran tahun 1996 itu pun berhenti tepat di parkiran yang sudah tersedia. Setelah mobil ini terparkir dengan sempurna, Renjani pun melepaskan sabuk pengamannya, kemudian membuka pintu mobil dan ikut turun bersamaan dengan sang kakak.
Adik dan kakak yang sama-sama terlihat cantik, namun tetap terlihat berbeda itu secara kompak masuk ke dalam restoran langganan dari Kak Ana. Ketika sedang di negara ini, dia memang sering berkunjung kemari untuk makan. Menurut Kak Ana, steak sirloin disini memiliki rasa yang hampir sama dengan salah satu restoran terkenal di Australia.
Meski tak terlalu sering datang ke restoran, Renjani tetap merasa tak terlalu asing dengan suasana yang ada di dalam restoran ini. Setiap kita datang, selalu ada pelayan yang membukakan pintu dan juga ada yang bertugas mengantarkan kita sampai ke kursi. Kalau yang Renjani tahu, Restoran memang memiliki good service. Tak heran kalau tamu selalu diperlakukan bak seperti seorang raja.
"Aku terkejut ketika tahu kalau Kak Ana sudah memesan tempat di restoran ini. Sepertinya ajakan untuk makan sudah kakak rencanakan," ucap Renjani setelah menempati tempat duduknya yang persis berhadapan langsung dengan sang kakak.
"Sebenarnya ada hal serius yang ingin aku bicarakan denganmu, dek...," Ujar kak Ana mulai mengarah ke pembicaraan serius.
Sebelum memulai itu, ada yang ingin ditanyakan oleh Renjani terlebih dahulu. Sesuatu yang sepertinya harus dipertanyakan kepada sang kakak.
"Apa Kak Ana sudah menemui ayah dan ibu?" Pertanyaan sederhana yang langsung mendapatkan sebuah anggukan kepala dari Kak Ana.
"Kalau begitu, kapan tepatnya Kak Ana mendarat di negara ini? Maksudnya, kapan Kak Ana tiba?"
Renjani bertanya bukan untuk sebuah interograsi, melainkan dirinya memang penasaran dan butuh jawaban sesegera mungkin dari sang kakak.
"Sudah seminggu yang lalu, tapi baru sempat menemui kamu, ayah dan ibu belakangan hari ini," jawab Kak Ana jujur.
Mendengar jawaban seperti itu sama sekali tak membuat seorang Renjani terkejut. Pasalnya, Kak Ana sudah terlampau sering melakukan hal seperti itu. Datang secara tiba-tiba, tanpa menghubungi terlebih dahulu dan lalu pergi tanpa adanya sebuah pamitan yang layak. Jadi, Renjani hanya bisa tersenyum tipis sambil menyesap minuman blue ocean yang dipesan olehnya.
"Sekarang bisakah aku berbicara mengenai hal penting itu?" Tanya Kak Ana.
"Tentu saja. Aku sudah siap mendengarkan," kata Renjani memberikan izinnya.
Renjani membuka kedua telinganya lebar-lebar. Ia juga tak lupa untuk menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Renjani siap mendengar apapun yang ingin dikatakan oleh sang kakak. Mau itu penting atau tidak, ia akan tetap mendengarkan.
"Ayah melakukan hal yang mampu membuatku kesal," ujar Kak Ana memulai perbincangan serius yang entah mengapa hampir terdengar seperti curahan hati.
"Apa yang ayah lakukan?" Tanya Renjani menanggapi.
"Kemarin, waktu aku datang mengunjunginya di kantor..." Bukannya ingin menggantung, tapi Kak Ana sengaja memberi jeda karena dirinya tak ingin terlalu terburu-buru untuk menceritakan semuanya.
"...ayah secara tiba-tiba memintaku untuk menemui seorang pria bernama Ardhi," sambungnya yang hanya mendapatkan sebuah senyuman dari Renjani, si gadis polos yang rupanya belum mengerti maksud dari ucapan sang kakak.
Mengetahui senyuman itu, mampu membuat Kak Ana memberikan sebuah teguran. Sekarang bukan merupakan waktu yang tepat untuk tersenyum bahagia. Masalah yang tengah dihadapi oleh Kak Ana sedang membutuhkan sebuah jalan keluar, secepatnya.
"Sekarang bukan waktunya untuk tersenyum! Kamu harus tahu krisis apa yang sedang aku hadapi sekarang," tegur Kak Ana yang semakin membingungkan Renjani.
"Memangnya disuruh menemui seorang lelaki termasuk dalam sebuah krisis? Sepertinya tidak," kata Renjani dengan mudahnya.
"Dek! Kakakmu ini sedang terjerat dalam sebuah perjodohan yang disiapkan oleh ayah. Kamu tahu betapa pusingnya aku sekarang untuk menemukan jalan keluar?" Ujar Kak Ana entah mengapa sedikit menaikan nada bicaranya.
"Bukannya itu bagus untuk kakak? Akhirnya impian yang sudah lama kakak nantikan terwujud juga," tutur Renjani mengingatkan sang kakak akan sebuah impian membentuk sebuah keluarga harmonis yang selalu diinginkannya sejak usia memasuki angka 25.
"Tapi, impian itu harus dengan lelaki yang memang aku cintai dan suka," Kak Ana benar-benar menolak dengan keras perjodohan yang sudah di rencanakan oleh ayah.
"Apa sekarang sedang ada lelaki yang Kak Ana sukai?" Tidak tahu mengapa, pertanyaan seperti ini secara mendadak keluar begitu saja dari mulut mungil milik Renjani.
Tanpa adanya sebuah keraguan, Kak Ana menjawab pertanyaan barusan dengan sebuah anggukan kepala. Dari sorot matanya bisa terlihat kalau perjodohan ini benar-benar menyulitkan dirinya.
"Ayah tahu akan hal itu?" Tanya Renjani lagi.
"Tahu."
"Lalu? Letak masalahnya dimana?"
"Ayah tidak memberikan restunya untuk menikahi pria yang kusuka. Dia memaksa agar aku menikah dengan Ardhi," decak kesal Kak Ana.
Sebagai seorang perempuan, aku sangat mengerti dan paham mengenai perasaan yang tengah dirasakan oleh Kak Ana. Dia sedang jatuh cinta dengan seorang pria, tapi terancam harus berpisah karena terhalang oleh restu orang tua. Cukup rumit kalau ego masing-masing tetap dipergunakan. Salah satu dari mereka harus mau mengalah agar masalah ini bisa selesai.
"Kenapa ayah tidak setuju? Apa lelaki yang kakak sukai itu bermasalah?"
"Mau berapa banyak lelaki baik yang aku bawa untuk bertemu, kalau tidak sesuai dengan kriterianya, pasti akan ditolak," Kak Ana mengatakan apa adanya. Disini Renjani juga tahu, bagaimana tegasnya sang ayah mengenai pasangan.
Untuk sebentar, Renjani terlihat tengah berpikir. Dirinya mencoba menemukan sebuah cara agar masalah sang kakak bisa terselesaikan dengan baik. Tidak mungkin meminta Kak Ana untuk mengikuti keinginan dari sang ayah. Kak Ana pasti akan tetap bersikeras mempertahankan lelaki yang disukainya itu.
"Hey?" Panggil Kak Ana sambil menjentikkan tangannya bermaksud untuk menyadarkan Renjani yang terlalu terlarut dalam pikirannya sendiri.
"Iya, kak?" Sahut Renjani sedikit kelabakan.
"Kenapa diam?"
"Sedang berpikir."
"Apa?"
"Memikirkan jalan keluar dari masalah yang sedang kak Ana alami."
Kak Ana meneguk minumannya, lalu menatap mata dari sang adik lekat-lekat. Jika dilihat, Kak Ana memang sudah menemukan jalan keluarnya dan entah mengapa perasaan Renjani kini berubah menjadi tidak enak.
"Kenapa kakak menatapku seperti itu?" Tanya Renjani sambil sedikit memundurkan wajahnya dari sang kakak.
Belum mengatakan apa-apa, Kak Ana malah menggenggam kedua tangan sang adik dengan begitu erat. Posisinya sekarang terlihat seperti Kak Ana tengah memohon sesuatu. Kenapa dia melakukan ini?
"Kak?" Renjani sudah tidak paham lagi.
"Aku sangat ingin meminta bantuan dari mu. Tolong bantu kakakmu sekali ini saja!" Ujar Kak Ana dengan penuh harap.
Karena sama kakak sendiri, Renjani sama sekali tak memiliki penolakan. Meski belum tahu bantuan seperti apa yang diinginkan oleh Kak Ana, dengan mudahnya Renjani menyetujui itu.
"Tentu saja, aku akan membatu kakak."
Ekspresi dari sang kakak yang tadinya tampak begitu sedih dan penuh kekecewaan, kini telah berubah. Kak Ana terlihat tengah menunjukan sebuah senyuman penuh harap kepada Renjani.
"Bisakah kamu menggantikan posisi kakak?" Tanya Kak Ana sedikit berhati-hati dalam berkata.
"Maksudnya?"
Usia Renjani baru memasuki 18 tahun jadi, cukup wajar kalau banyak hal yang belum bisa dia mengerti dengan mudah. Contohnya seperti permintaan dari sang kakak ini.
"Besok malam, kakak harus menemui Ardhi. Bisakah kamu menggantikan posisi kakak?" Tanya Kak Ana yang kali ini lebih memperjelas ucapannya.
Sekarang Renjani sudah mulai memahami segalanya. Rupanya sang kakak yang begitu enggan untuk sebuah perjodohan ini, meminta kepada Renjani agar mau menggantikan posisinya dengan menemui lelaki bernama Ardhi itu. Saat tahu bantuan yang diminta oleh sang kakak adalah hal sulit, Renjani terlihat kembali berpikir. Apakah sekarang dirinya akan mencoba untuk menolak permintaan dari sang kakak?
"Tolong kamu temui dia! Sekali ini saja, bantu kakak untuk bisa keluar dari masalah perjodohan," desak Kak Ana memaksa Renjani agar secepatnya mau membuat keputusan.
"Anggap saja bantuan ini sebagai cara bagimu untuk membayar hutang budi," lanjut Kak Ana yang kali ini mengingatkan Renjani akan hutang budi.
Renjani menatap sang kakak dengan lekat-lekat. Sekarang dia tengah bingung dalam hal membuat keputusan. Kalau memilih menolak dan mengabaikan permintaan itu, ia akan merasa tidak enak hati dan bersalah kepada sang kakak. Benar hutang budi yang masih membelit dirinya, sangat membuat tidak nyaman.
"Bagiamana kalau ayah atau lelaki bernama Ardhi itu tahu? Mau bagaimanapun, kita bukan orang yang sama," kata Renjani dengan berani.
"Untuk itu, kamu dan aku harus tutup mulut. Jika tak ada yang memberitahu ataupun bicara, maka mereka berdua tidak mungkin tahu," disini Kak Ana mencoba meyakinkan adiknya supaya mau menggantikan posisinya.
Renjani masih diam, karena sampai sekarang dirinya masih bimbang serta bingung harus bertindak seperti apa. Desakan dari sang kakak mampu membuatnya semakin sedikit tertekan.
"Renjani, sekali ini saja tolong gantikan posisiku. Aku benar-benar tidak ingin menemui Ardhi," kata Kak Ana lagi.
Sambil menatap sang kakak, Renjani yang masih belum yakin akan banyak hal akhirnya membuat keputusan yang mungkin akan disesali oleh diri sendiri. Sebuah keputusan yang terkesan sulit dijalani oleh gadis berusia 18 tahun.
"Baiklah. Aku akan menggantikan Kak Ana, tapi hanya untuk pertemuan besok malam. Setelahnya, kalau perjodohan masih berlanjut, aku tidak akan melakukannya lagi," ucap Renjani dengan keputusan tergesa-gesa.
Mendengar persetujuan dari sang adik, mampu membuat Kak Ana tersenyum lega. Sekarang, dia merasa begitu berterima kasih kepada sang adik karena sudah mau berbaik hati membantunya.
"Terima kasih, Renjani. Tolong lakukan yang terbaik untuk membuat lelaki bernama Ardhi, menyerah pada perjodohan ini," tukas dari Kak Ana menutup pembicaraan.
Renjani tahu kalau keputusan ini akan menimbulkan sebuah masalah baru, tapi mau bagaimana lagi? Jika tidak menurut dan melakukannya, Kak Ana akan terus mendesaknya dan menuntut untuk membayar hutang budi. Apa kini Renjani memiliki pilihan selain menerima?
^^^Bersambung...^^^
Catatan kecil :
- terima kasih karena sudah mau mampir di karya tulis ini. Mohon berikan dukungannya agar penulis bisa lebih rajin update dan juga semakin giat dalam membuat karya tulis lainnya.
- karya masih on going dan akan terus di update. Untuk pembaca diharap sabar menunggu kelanjutannya.
Story ©® : Just.Human
*please don't copy this story.
Find Me
✓ Instagram : just.human___
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments