"Nico...!!" teriak Tania kaget akan sikap bejat Nico. Tania menarik lengan Nico yang mati-matian tengah menahan hasratnya yang membuat sebagian tubuhnya menegang.
PLAKK!!
Tania menampar pipi Nico dengan mata nyalangnya yang sudah dipenuhi amarah. Pertengkaran antara Tania dan Nico pun tak terhindarkan, Dewi yang berusaha bangkit seakan tidak sanggup berdiri. Tubuhnya gemetar dengan rasa takut yang menyelimuti dirinya.
"Dewi, cepat pergi dari sini! Dan ingat, jangan pernah mengatakan ini semua pada siapa pun! Karena selamanya Aku akan tetap menganggapmu sebagai musuhku." ancam Tania pada Dewi. Dewi yang tidak fokus pada ancaman Tania segera menghindari dua manusia yang sedang adu mulut.
Yang Dewi lakukan hanya menangis dan menangis, bahkan dia sendiri tidak sanggup membayangkan apa jadinya jika Tania tidak datang di waktu yang tepat. Dewi berjalan menjauh dengan langkah tertatih, tubuh lemasnya berusaha berjalan mencari sepedanya dimana Nico melemparnya. Di sana tanpa sengaja Bagas melewati jalanan yang tidak biasa ia lewati, entah perasaan apa yang membuatnya harus melewati jalanan itu.
Di depan Bagas melihat sepeda tergeletak di jalanan, dengan kondisi sepeda yang telah rusak sebagian. Bagas keluar dari mobil untuk menyingkirkan sepedah yang menghalangi jalanan umum.
"Ini bukannya sepeda Dewi?" gumam Bagas bingung. Mengedarkan pandangannya ke kanan dan kiri mencari sosok Dewi.
"Dewi...." teriak Bagas keras agar Dewi tahu Bagas mencarinya. "Dewi dimana kamu?" teriaknya sekali lagi.
Dewi mendengar suara Bagas memanggilnya, ia mencari sumber suara di mana Bagas memanggilnya. "Mas bagas!" ucap Dewi lirih dengan senyum bahagianya di tengah-tengah tangisnya melihat Bagas ada di hadapannya.
"Mas Bagas...!!" panggil Dewi dengan suara paraunya. Dewi menangis seketika, Bagas berlari menghampiri Dewi. wanita yang sangat dicintainya, Bagas dengan kagetnya melihat kondisi Dewi yang sangat berantakan.
"Dewi apa yang terjadi? Siapa yang berani melakukan ini padamu?" tanya Bagas dengan rasa marah.
Dewi menyilangkan tangannya di dada, menutup tubuh atasnya karena kancing bajunya yang hampir seluruhnya hilang. Bagas segera melepaskan jasnya menutup tubuh Dewi yang memperlihatkan bagian tubuhnya yang menonjol. Dewi dengan reflek memeluk tubuh Bagas dengan erat kini tangisnya semakin pecah dalam pelukannya. Bagas membalas pelukan Dewi yang tak kalah eratnya.
"Dewi Aku akan menikahimu, Aku akan melindungimu. Apa Kau bersedia menikah denganku Dewi? Apa kau menerima lamaran sederhanaku ini?" Bagas melamar Dewi serius. Dewi mengangguk bahagia menatap wajah Bagas dan kembali memeluknya.
Bagas menuntun langkah Dewi menuju mobil, dan segera membawanya pergi menuju rumah pribadinya. Sedangkan Permana hanya bisa menatap kepergian Dewi dan Bagas dengan tatapan membunuhnya. Cemburu, kesal, marah itulah yang dirasakan Permana ketika melihat Dewi menatap Bagas dengan perasaan cintanya.
"Gue nggak akan biarin loe dapetin Dewi, Gas," ucap Permana mengepalkan kedua tangannya. Mengeratkan genggaman tangannya pada gas motornya. Memutar gas motornya hingga menimbulkan suara bising yang begitu keras, Permana melajukan motornya dengan kecepatan tinggi layaknya pembalap handal. Tanpa lagi peduli akan keselamatan dirinya, umpatan kekesalan pengguna jalan lainnya yang merasa terganggu akan ulahnya tanpa lagi ia perdulikan.
Setibanya Bagas di rumah milik pribadinya, ia menuntun dan mendekap tubuh Dewi untuk masuk kedalam.
"Bagaimana apa Kau sudah merasa baikan?" tanya Bagas seraya mengajak Dewi duduk di kursi tamu. Bagas berjalan menuju dapur menuangkan segelas air mineral dan memberikannya pada Dewi.
"Mas Bagas terima kasih sudah menolongku," ucapnya dengan air mata yang kembali jatuh. Bagas mengusap pipi Dewi yang basah, menundukkan kepalanya tanpa berani menatap wajah Bagas dengan jarak yang sangat dekat. Irama jantungnya berdebar kencang setiap kali duduk besisian dengan Bagas.
"Istrihatlah dulu agar lebih tenang," ajak Bagas sambil menunjukkan kamar tempat Dewi untuk istirahat. Sementara Bagas memesan makan lewat jasa online, karena di rumah pribadi Bagas yang baru beberapa bulan dibelinya hanya ada air minum.
*
*
*
"Marwa kamu yakin mau balik sekarang?" tanya Cindy
"Aku mau ke rumah mba Dewi sekarang, Cin. Aku mau pastiin apa mba Dewi juga punya perasaan yang sama seperti Permana." Cindy mengangguk paham, yang mengerti akan perasaan Marwa yang hancur karena patah hati.
Marwa menyalakan mesin motor maticnya melaju menuju rumah kakak sepupunya. Marwa memarkirkan motornya di depan rumah Dewi, Yanto yang senang mendengar suara motor Marwa berhenti segera berlari membukakan pintu. Marwa melepas helmnya melangkah menghampiri Yanto yang duduk di kursi kayu.
"Yanto, mba Dewi udah pulang?" tanya Marwa sembari duduk di kursi satunya.
"Belum, Yanto juga lagi nunggu mba Dewi pulang. Yanto ada tugas sekolah, biasanya Mas Bagas yang bantu ngerjain PR nya. Kalo mba Dewi telpon Mas Bagas, pasti Mas Bagas langsung ke sini,"
"Jadi Mas Bagas sering ke sini? tanya Marwa penasaran mengorek informasi Dari Yanto. Yanto pun mengangguk cepat.
Hampir satu jam Marwa menunggu Dewi tapi belum juga ada tanda-tanda Dewi pulang, ponselnya di hubungi juga tidak aktif. Yanto dan Marwa sampai lelah menunggunya mereka sampai menghabiskan dua mangkok bakso pedas. Ketika ada tukang bakso keliling yang lewat depan rumah, membuat perut mereka menjadi lapar. Setelah mencium aroma kuah bakso yang terurai lewat udara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments