Berkunjung Ke Rumah Tante Yuli

Bagas membalas pelukan Dewi, tangan Bagas Mengusap lembut punggungnya. seakan ingin mencurahkan rasa sayang kepadanya. Membelai rambutnya dengan sangat lembut.

"Ibu, Kenapa dia sangat membenci Ku. Apa salahku padanya?, haaaaa....!! Dewi kembali menangis dalam pelukan Bagas. Dewi merasakan hangatnya sentuhan tangan Bagas, yang di anggapnya itu adalah ayahnya. Menyesap aroma khas maskulin yang menguar dari balik kemejanya, pelukan seorang ayah yang sangat di rindukannya.

"Aku memang tidak tahu apa yang kamu alami saat ini, Dewi. Tapi, aku bisa merasakan apa yang hatimu rasakan." Bagas menatap wajah polosnya. Meraih wajah pucat Dewi mengusap pipinya yang basah karena air mata. Seakan tidak ingin lepas dari pelukan Dewi, Bagas gantian memeluk tubuh Dewi erat.

Reflek tangan Bagas terangkat menyentuh dagu dan bibir merah alaminya. Dewi dengan tingkat kesadarannya yang belum terkumpul secara sempurna menatap lekat wajah tampan pria di hadapannya. Desiran demi desiran yang Bagas rasakan pada tubuhnya seakan menuntunnya lebih.

Dewi memejamkan matanya menerima sentuhan demi sentuhan yang Bagas berikan. dorongan untuk saling menyatukan bibirnya seakan tak mampu di bendungnya lagi. Dengan Berani Bagas menyatukan bibirnya pada bibir manis Dewi yang seakan bagai telaga madu baginya. hanya berapa detik Bagas menyentuh bibir manis itu, secepatnya Bagas mengontrol dorongan hasratnya agar tetap waras.

Tuhan begitu sempurna menciptakan Mu, Dewi. Tidak akan Ku rusak sedikit pun semua yang terlukis indah pada dirimu.

Perlahan Dewi membuka kedua matanya yang sembab, di tatapnya lekat-lekat wajah tampan di depannya. Alis tebal, hidung mancung, bibir serta rahang kokoh dan tegas. Membuat jantungnya kembali bekerja dengan cepat.

Tanpa Dewi sadari tanganya, dengan lancang menyusuri tiap inci wajah pria di hadapannya. Tangannya berhenti di bibir seksi milik Bagas. Dewi menyentuh bibir itu dengan jarinya lembut, Bagas meraih tangan Dewi seolah ingin melakukannya lebih dari itu.

Dalam hitungan detik Dewi kembali tersadar akan sikap lancangnya. Secepat kilat Dewi menarik tangan nakalnya tadi, yang telah berani dengan bebas bergerilya menyentuh wajah tampan Bagas.

"Pak, Agus? Bapak yang telah menolong, Saya?"

tanya Dewi malu dengan sikap agresifnya tadi.

"Ehh, Sa... Saya yang membawa Mu ke sini. Tapi sebelumnya seseorang telah menolongmu tadi.

"Terima kasih, Pak atas pertolongannya." ucap Dewi seraya menyusuri pandangannya pada setiap sudut ruangan. " Sepertinya saya pernah membersihkan ruangan ini. Bukannya ini ruang Direktur utama BBG group? Gawat, Pak! Jangan sampai kita kena masalah karena berada di ruangan ini," pikir Dewi cepat. Mengajak Bagas keluar dari ruangan, dan menarik lengannya kuat.

"Kenapa harus takut? Aku sangat mengenalnya, Kau tenang saja!" ucap Bagas meyakinkan.

"Aku yang bekerja di sini saja, sekali pun belum pernah bertemu dengannya, Aku dengar Direktur sangat pendiam, dingin, dan satu lagi sangat sombong." ujarnya menggandeng tangan Bagas menuju pintu lift.

"Oh, ya. Kau yakin itu benar? Jangan percaya berita yang masih simpang-siur dan belum tentu benar." ujar Bagas tegas.

"Pak, Agus Anda bicara seolah-olah sedang membicarakan diri Anda sendiri," ucap Dewi tertawa. Cukup membuat Bagas gugup dan tersedak salivanya sendiri.

"Dewi, biar Saya antar pulang. Kau izin saja kondisimu sedang tidak baik, Saya yang akan mengatakan pada seniormu.

"Tidak perlu, Pak. Saya masih kuat bekerja," tuturnya yakin.

"Kita akan betemu setiap hari, jadi tidak perlu panggil saya pak lagi! pinta Bagas.

"Jadi Anda akan bekerja di sini? Tanya Dewi bingung."

Dan bagaimana caraku menjelaskannya padamu, Dewi? Aku telah terlanjur menyembunyikan kebenaran tentang diriku.

Kata Bagas dalam hatinya.

*

*

*

Dewi membuka pintu depan mobil Bagas, seraya mengucap kata terima kasih.

"Kau ambil cuti saja untuk beberapa hari! Dewi mengernyitkan dahinya bingung.

Sebenarnya apa posisinya di kantor? sepertinya dia tahu banyak hal.

gumam Dewi.

"Hey, apa yang Kau pikirkan?" tanya Bagas membuyarkan lamunannya.

"Ah,, tidak mas. Tidak ada, kalo Saya cuti nanti gaji Saya bisa habis di potong." ujar Dewi tertawa. Dewi turun dan menutupi pintu mobil melangkahkan kakinya menuju teras rumah.

"Dewi, Aku akan datang menjemputmu sore nanti!" teriak Bagas dari dalam mobil.

"Maaf, mas tidak bisa. Sore nanti Aku harus pergi," tolak Dewi terpaksa. Membuat wajah Bagas berubah sedikit kecewa.

"Oke, lain kali saja," ujar Bagas sambil menyalakan mesin mobil, menjauh dari halaman rumah Dewi.

Pukul 04.00 wib. Marwa datang menjemput Dewi. Terdengar suara motor berhenti di depan, Dewi segera keluar membuka pintu yang telah siap dan rapih dengan setelan celana Jeansnya.

"Kita berangkat sekarang!" Dewi bertenggger di atas motor matic hitam milik Marwa. Mereka pun pergi sesuai tujuan awal meminta maaf pada Permana dan mamanya. Karena telah membuat putra ke duanya jatuh sakit, karena alasan mengantarkan Dewi hingga kehujanan dan akhirnya jatuh sakit.

Sesampainya di rumah Permana. Bi Isah membukakan pintu depan setelah mendengar bunyi bel rumah tiga kali.

"Assalamu'alaikum, Bi! Tante Yuli dan mas Permana ada?" tanya Marwa pada Bi Isah.

" Wa'alaikumsalam"jawab Bi Isah. "Ada, Non, silahkan masuk! ucap Bi Isah sopan. Mempersilahkan dua wanita cantik itu duduk di sofa tamu.

Marwa duduk di kursi sofa besar di ruang tamu, sedangkan Dewi tak hentinya mengagumi isi perabot ruangan rumah milik pacar Marwa. Menyusuri pandangannya dari satu objek ke objek lainnya. Bi Isah datang membawa tiga gelas jus jeruk dingin dan dua piring cemilan.

Silahkan Non! Sambil nunggu Den Permana dan Ibu Yuli. ujar Bi Isah ramah.

Rumahnya sangat besar semua barang-barangnya bagus, dan mewah pasti semuanya sangat mahal. Marwa Kau memang beruntung, tapi Aku juga kasihan padamu Kau akan kelelahan menyapu dan mengepel sepanjang hari.

gumam Dewi memikirkan hal konyol yang belum tentu benar terjadi.

"Marwa? sapa mama Yuli serta melirik wanita yang duduk di sebelah Marwa. Dan mengambil posisi duduk

"Eh...Iya tante, maaf Marwa datang kesorean," ujar marwa sungkan.

"nggak papa, jadi ini saudara sepupumu yang bernama Dewi," lirik mama Yuli pada Dewi yang tidak berani melihat ke arahnya.

"Kamu pasti sudah dengar kan, dewi? Kalo anak Saya, Permana sakit karena kehujanan," tutur mama Yuli menatap intens Dewi dari bawah sampai atas.

Dia cantik meski penampilannya sangat sederhana. Tidak seperti Marwa yang terlihat modis dan kekinian.

gumam mama Yuli membandingkan Marwa dengan Dewi.

"I...Iya, tante Saya dewi. Saya mohon maafkan Saya, telah membuat anak tante sakit. Saya pikir semua akan baik-baik saja, ternyata Permana sangat sensitif dengan dingin." ucap Dewi sopan penuh kehati-hatian dalam bicara.

"Kamu sudah menikah Dewi? tanya mama Dewi tiba-tiba sedikit pribadi. Marwa dan Dewi tercengang dengan pertanyaan mama Dewi.

Kenapa tante Yuli bertanya seperti itu sama mba Dewi? Jangan bilang kalo mba Dewi akan di jodohkan dengan mas Permana. Engak...Engak boleh aku gak rela.

Marwa bermonolog, pikirannya melayang memikirkan hal yang membuatnya takut kehilangan Permana.

"Sa...Saya belum menikah tante," jawab Dewi gugup.

"Sudah punya pacar? tanya mama Yuli lagi.

"Ti....Tidak, tidak punya tante," jawabnya masih gugup. Pertanyaan mama Yuli cukup membuat Dewi berdebar.

"Mama, ko nanyanya gitu sih? Kan bisa bikin mba Dewi malu." seru Permana menuruni anak tangga mendekati tiga wanita yang tengah bebicara.

Tiga wanita itu menatap ke arah Permana yang mendekati sofa tamu, mendaratkan bokongnya di sofa. Di samping wanita yang telah di pacarinya selama satu tahun ini.

"Mas, kamu beneran udah sehat kan?" tanya Marwa khawatir menggenggam tangan Permana.

"Sepertinya kali ini sakitku bertambah parah, Sayang," ujar Permana menatap wajah Dewi dengan senyum devilnya. Marwa mengerutkan keningnya tak percaya, sedang Dewi melirik kaget ke arah Permana takut.

"Tante menghargai kedatangan mu Dewi. Untuk meminta maaf ya sudah, tante mau ke belakang dulu. pamit mama Yuli pada tiga pemuda di depannya.

Mereka pun ngobrol santai sesekali terdengar suara tawa kecil Marwa dan Permana. Namun entah kenapa sorot mata Permana selalu tertuju pada Dewi. Hingga membuat Dewi merasa risih karena terus memandangi dirinya.

*

*

"Marwa, mba mau ke toilet di mana tempatnya?" tanya Dewi pada Marwa. Kebetulan Bi Isah lewat Dewi bergegas bangkit dari sofa memanggil Bi Isah.

"Bi Isah tunggu, Saya mau ke belakang bisa tolong antar saya sebentar? pinta Dewi sopan. Me seengikuti langkah Bi Isah dari belakang.

"Baik Non, mari Bibi antar!"

Terpopuler

Comments

lina

lina

semangat

2022-09-14

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!