Menyembunyikan Identitas Sebenarnya

"Nanti kamu pulang jam berapa? biar saya tunggu!" kedua mata Dewi membulat sempurna.

"Ti...Tidak perlu saya biasa naik angkot!!"

Bagas mengulas senyum " Kau, tidak tahu berita hari ini?, tidak ada angkutan umum yang beroperasi untuk dua hari ke depan. Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM sudah di pastikan." jelas Bagas memberi tahu.

"Benarkah?" Bagas menaikkan kedua alisnya sebagai kode bahwa berita itu benar adanya.

"Terima kasih, Anda telah menolong saya, jadi saya tidak terlambat tadi pagi," ujar Dewi lagi, Bagas segera meninggalkan area taman. "Tunggu!, Saya belum tahu nama Anda siapa?" teriak Dewi pada Bagas yang telah melangkah jauh. Bagas terus melangkahkan kakinya tanpa menoleh, hanya sudut bibirnya saja yang terangkat.

Jam istirahat telah berakhir, seluruh karyawan Baskoro group kembali memulai akfifitas kerjanya. Bagas kembali berkutat di meja kerjanya, memeriksa hasil laporan yang baru ia terima dari sekertarisnya, dan menandatangani berkas-berkas yang sempat tertunda. Hampir satu jam Bagas menyelesaikan pekerjaanya , pukul tiga akan ada meeting di luar kantor dengan PT. Bangun Persada. Yang di wakilkan oleh asisten pribadinya Joyrun, karena pimpinan perusahaan sedang melakukan

kunjungan ke luar negri bersama Sang istri.

Bagas dan sekertarisnya, Aurel bersiap menuju Cafe Roland. Melakukan meeting membahas kerjasama antara Baskoro group dan PT. Bangun Persada. Bagas menyambut kedatangan asisten Joy, dan mempersilahkan nya mengambil posisi duduk. Setelah memesan minuman dan cake, Bagas memulai meetingnya meminta Aurel menjelaskan isi dari point terpenting dari kerjasamanya.

*

*

*

Di kantor Dewi di minta seniornya mengambil jam tambahan lembur, karena yang biasa mengerjakan kebersihan di lantai 8 dan 9 tidak masuk kerja karena sakit.

"Dewi!" panggil Prita.

"Iya...Ka,! Jawab Dewi cepat

"Ada jam tambahan lembur, lu mau nggak,? Kalo lu nggak mau, gue cari orang lain," jelas Prita pada Dewi.

Setelah Dewi pikir-pikir ia, setuju untuk ambil jam tambahan. Lumayan untuk tambahan beli sepeda bekas pikirnya. Dari pada harus naik angkutan umum, bisa sedikit berhemat untuk uang belanjanya.

"Hey, jadi ambil nggak? ucap Prita, membuyarkan lamunan Dewi.

"Eh...Iya, Ka, saya ambil jam lemburnya," jawab Dewi senang. Akan ada uang tambahan yang Dewi terima saat gajian nanti. Itulah yang Dewi pikirkan saat ini, agar dia dan adiknya tetap bisa bertahan hidup di tengah-tengah sulitnya ekonomi. Setelah istirahat beberapa waktu, usai membereskan pekerjaannya di lantai lima. Dewi kembali bersiap dengan alat-alat kebersihan di tangannya, segera menuju ke lantai delapan.

Dengan hati-hati Dewi melakukan tugasnya, mulai dari menyapu, mengepel, mengelap deretan kaca, serta meja-meja kerja di dalamnya. Mengeluarkan peralatan sisa-sisa makanan yang masih berantakan di meja.

Tanpa terasa jam menunjukkan pukul 5 sore dan Dewi harus kembali menyelesaikan tugasnya di lantai terakhir yaitu lantai 9. Dewi baru sadar jika lantai 9 adalah ruangan Dirut, putra dari pemilik perusahaan. Dewi jadi penasaran seperti apa wajah pewaris Baskoro group, karena sudah hampir dua tahun ia bekerja belum pernah sekali pun bertemu dengan Direktur utamanya.

Dewi mengamati ruangan Bagas yang nampak masih bersih dan rapi, ruangan yang terlihat sedikit lebih luas dari ruangan lainnya yang Dewi bersihkan sebelum-sebelumnya.

"Apanya yang di bersihkan?! lantainya saja masih sangat bersih." gumam Dewi menyolekkan dua jarinya di atas meja. Memastikan jika ada debu di meja kerja Sang dirut. Ia pun siap dengan alat di tangannya.

Diam-diam Bagas telah berada di balik pintu ruangannya, memperhatikan apa saja yang dilakukan pada cleaning service itu. Ternyata Bagas selesai meeting di jam lima sore dan sampai di gedung kantor pukul 05.25 wib. Semua kayawan sepertinya sudah pulang di jam empat sore. Hanya ada beberapa orang saja yang masih berada di kantor, tidak lain Pak Satpam, dan penjaga kantor lainnya.

Dewi hanya membersihkan beberapa tempat saja yang di anggapnya kotor, mengelap kaca dan menyikat toilet. lagi-lagi Dewi bergumam kagum pada pemilik ruangan yang sama sekali belum dia tahu. Meski sudah dua kali Dewi bertemu, dan berbicara padanya di mobil juga di area taman.

"Wah, Pak direktur pasti orangnya tampan, keren, kharismatik secara ruangannya bersih, toiletnya juga nggak bau lagi!" tidak tahu apa? jika ada yang senyum-senyum sendiri di balik pintu karena, pujian dari Dewi.

"Ataga,,!!

" Lupa kalo nanti nggak ada angkot!! Duh gimana nanti aku pulang!!" menepuk jidatnya pelan.

Secepatnya Dewi membereskan alat kebersihannya, dan meletakkannya kembali pada tempat seharusnya. Berjalan menuju pintu lift segera turun ke lantai dua, Dewi meraih baju ganti di dalam tasnya yang menggantung di ruangan pantry. Setelah mengganti seragam CS(cleaning service nya) dengan kaos dan jeans Dewi berjalan cepat dengan berdo'a dalam hatinya.

Ya, Tuhan semoga aku bertemu orang baik itu. Dan mau mengantarku sekali lagi. Ahh,,,!! Dasar Dewi Bodo*! Mana mungkin dia akan menunggu dengan waktu yang cukup lama.

Dewi merutuki kebodohannya, mana mungkin orang asing mau bersusah payah datang menjemputnya. Siapa Dewi?, dan apa pososinya?. Setibanya Dewi di luar gedung kantor, mobil mewah yang telah ia naikki pagi tadi. Berhenti tepat di depannya, cukup membuat Dewi terkejut, ia berpikir Tuhan benar-benar mendengar do,anya.

"A...Anda? sapa Dewi dengan wajah bingung.

"Masuklah! Kenapa?" Memang urusanku dengan BBG baru saja selesai," ucap Bagas serius. Dewi pun masuk membuka pintu depan mobil.

"Terima kasih", ucapnya.

*

*

Sementara Marwa sudah berada di rumah Dewi sejak pukul lima sore tadi, Marwa di temani Yanto agar Marwa tidak bosan menunggu kakak sepupunya datang.

"Tumben banget mba Dewi ko, belum dateng sih,,?"

"Nggak tau, biasanya jam enam udah sampe rumah." Yanto mengindik kedua bahunya. Marwa yang sejak tadi pun bosan dengan ponselnya kini beralih pada remot tivi. Menyalakan tivi tabung berukuran 21 inc guna menghalau rasa bosannya. Tak ada apa pun yang bisa mengalihkan rasa bosannya, akhirnya Marwa pergi ke dapur membuka tutup saji hanya ada nasi putih dan sambal.

"Ya, ampun mba Dewi,! Ko bisa sih...hidup sebegini susahnya," Marwa menggerutu. dengan apa yang di lihatnya. Marwa pun keluar mendekati Yanto yang masih anteng duduk di bangku teras menunggu kakaknya pulang.

"Yanto", panggil Marwa pada bocah remaja itu. Yanto pun menoleh ke sumber suara, " Yanto, kamu udah makan belum?" tanya Marwa lagi. Yang hanya mendapat jawaban bahasa tubuh dari Yanto, menggelengkan kepalanya pelan.

"Kita, bikin mie instan, yukk!! ajak Marwa antusias. Yanto pun tersenyum senang menerima ajakan Marwa.

Mereka berdua siap eksekusi di dapur, Marwa merebus air, Yanto mencuci sawi, dan menyiapkan dua mangkok yang telah di beri bumbu mie instan. Setelah mie matang Marwa menuangkan ke dalam masing-masing mangkok, dan membawanya ke bangku teras. Mereka pun asyik menikmati mie instan rasa ayam bawang sambil menunggu Dewi pulang.

Tidak lama mobil mewah berhenti di depan halaman rumah, membuat dua orang yang sedang asyik menikmati hidangannya heran, Marwa dan Yanto saling melempar pandang. siapa yang datang bertamu ke rumah dengan mobil mewah?

Dewi membuka pintu depan mobil, turun dan mengucapkan terima kasih dengan senyum tipisnya.

"Terima kasih, sudah mengantar sampai rumah", ucap Dewi sopan.

"Panggil saja saya, Agus!" ujar Bagas menyembunyikan identitasnya.

"E...Iya..Mas, Agus! Tidak mampir dulu, mas?" mengindik dengan ibu jarinya ke arah teras rumah.

"Lain kali saja, saya mampir besok saya jemput kamu," ucap Bagas sambil memundurkan mobilnya keluar dari halaman rumah Dewi.

"Mba Dewi hebat, naik mobil mewah. Tadi itu calon kakak ipar Yanto, mba?" tanya Yanto dengan mata polosnya. Marwa tersenyum bangga pada kakak sepupunya.

"Akhirnya, mba Dewi punya pacar juga, tajir lagi!" goda Marwa pada Dewi.

"Kalian, semua ya, pada ngaco! Mba baru kenal tadi pagi, itu juga gak sengaja," ucap Dewi sambil menyendok mie ke dalam mulutnya.

"Mba, tau nggak, aku kesini ada perlu sama mba Dewi," ucap Marwa to the point. Dewi mengerutkan keningnya penuh tanya.

"Perlu apa? Kalo mau pinjam uang mba nggak punya." tebak Dewi asal. Marwa mencebikkan bibirnya.

"Ahh,,, Kalo itu mah, dari dulu mba Dewi emang nggak pernah punya duit," tiba-tiba saja hati dewi mencelos mendengar candaan Marwa. " Mas Permana sakit mba, aku di minta tante Yuli buat ajak mba Dewi ke rumah mamanya mas Permana." ujar marwa membuat Dewi terkejut.

"A...Aku.... ke sana? E... Enggak...mba nggak mau!, ucap Dewi gugup.

"Plissss,,!! Mba demi aku." Marwa menyatukan kedua tangannya memohon.

"paling nggak, mba minta maaf gitu aja, kok!" pinta Marwa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!