Perasaan Sang Mantan

"Iya, mba kesana tapi gak lama, cuma bilang maaf sama mamanya Permana."

Mendengar ucapan Dewi, Marwa menarik Nafasnya lega. " Gitu aja mikirnya lama banget mba, ya udah, aku pulang dulu udah malem," Marwa meraih helm dan menyalakan motor maticnya melaju meninggalkan halaman Rumah Dewi.

"Hati-hati Marwa!" ucap Dewi mengingatkan. Yanto membereskan sisa makannya, membawa mangkok dan gelas yang tadi ia pakai makan bersama Marwa.

Mba Dewi hebat deh kemarin di anter pake motor keren, tadi di antar pake mobil mewah lagi! pacar mba orang kaya semua?" Dewi mendelikkan kedua matanya.

Ia pun terkekeh dengan ucapan yanto, ucapan polos adiknya yang selalu membuat dirinya tersenyum dan kuat mejalani hari-harinya.

"Eh...Masih kecil udah ngomong masalah pacar, sudah sana tidur! Besok sekolah." sergah Dewi pada Yanto. Adiknya hanya tersenyum simpul menuruti perintah kakaknya.

Sebelum pergi tidur Dewi membersihkan diri, meraih handuk yang menggantung di samping lemari. Tidak butuh waktu lama Dewi menyelesaikan ritual mandi dan mengganti baju dengan yang lebih nyaman untuknya tidur.

Tubuhnya yang terasa pegal dan lelah membuatnya ingin cepat tidur. Namun keinginan Marwa agar dirinya mau menemui mama dari kekasih adik sepupunya berhasil membuatnya gelisah.

Bagaimana jika Permana sakitnya parah setelah mengantarkannya, karena kehujanan waktu itu? Apa yang akan Dewi katakan nanti pada mamanya, jika keluarganya tidak memafkannya? Hatinya terus saja bertanya-tanya, lambat laun matanya pun terpejam.

Rasa kantuk dan lelah lebih mendominasi hingga ia pun tertidur lebih cepat. Lain halnya dengan Bagas ia justru belum mengantuk, tiba-tiba pikirannya mengingat memikirkan Dewi, Wanita yang baru dikenalnya pagi tadi.

Wanita polos dengan berpenampilan apa adanya. Sangat jauh berbeda pada sosok Meera, wanita yang pernah mengisi hatinya dengan cinta. Namun kisah cintanya harus kandas karena penghianatan Meera. Meera memiliki hubungan dengan Rafli, disaat Meera masih menjalin cinta dengan Bagas. Tanpa sengaja Bagas bertemu Meera dan Rafli saling berpelukan di Bandung, ketika Bagas ada pertemuan meeting di luar kota bersama klien.

Sifat Bagas yang tidak bisa di tebak selalu penuh teka-teki dan misteri. Tanpa banyak bicara Bagas meraih ponselnya dan memblokir nomor Whatsapp Meera, serta menutup seluruh akes komunikasi serta sosial medianya.

" Mas, pinjam chargernya?" suara Permana mengejutkan Bagas, dari balik pintu yang menyembulkan kepalanya saja. Bagas melirik adiknya yang berjalan mendekati meja di samping ranjang. "Ngelamun aja mas, masih mikirin mba Meera? celetuk Permana asal.

"Berisik," sahut Bagas singkat.

"Mas, besok bakal ada dua cewek cantik dateng kesini. Salah satunya pacar Ku mas, satu lagi saudara sepupunya lebih dewasa, lebih cantik." Bagas kembali melirik Permana. Dan berpikir jika adiknya lebih pantas di sebut play boy Sejati.

"Gila loe, dasar Play Boy!" Jangan macem-macem bawa perempun ke rumah!" sarkas Bagas tegas pada Permana.

" haaaa....Mas Bagas!!, masih betah aja jadi Jones." ucap Permana mentertawakan Bagas, berlalu pergi menyambar charger di sebelahnya menutup pintu kamar Bagas rapat.

*

*

*

Permana menuruni anak tangga sambil bersiul senang menuju meja makan, untuk bergabung sarapan bersama keluarga.

"Dasar anak manja!!"

"Ehhh...Mas Bagas, jangan iri ya? Permana selalu memiliki berjuta pesona", seru Permana dengan gaya sombongnya.

"Ahh,, Kuliah ngak lulus-lulus, sombongnya selangit." balas Bagas gantian. Meraih jasnya yang tersampir di kursi, mencium pipi mama Yuli, dan punggung tangan papanya sebelum ke kantor.

"Nggak di habisin sarapannya, Gas?" tanya mama Yuli, melihat Bagas yang melangkah terburu-buru.

"Sudah kenyang, Ma." jawab Bagas sopan.

"Kenyang bullyan!!" Timpalnya. Secepatnya Permana merunduk menghindari tatapan Bagas.

" Candra,,,? tegur mama Yuli dengan panggilan sayangnya. "Selalu aja buat mas Mu, kesal"

"Permana kapan Kau menamatkan kuliah Mu? Papah butuh patner kerja menghendel perusahaan, Papa." sambung Baskoro pada putra keduanya.

"Bentar lagi, Pah," ujar Permana santai.

"Dari dulu jawabanya sebentar lagi, Tapi nggak lulus-lulus." kata Baskoro sedikit mengeluh. Mengecup kening istrinya lembut, yang sudah menjadi kebiasaan rutinnya sebelum pamit kerja. Mama Yuli memundurkan kursinya, segera beranjak dari duduk dan mengantarkan suaminya sampai depan.

Bagas kembali menepati ucapannya untuk menjemput Dewi. Mobil HRV bercat putih kembali terparkir di depan halaman rumah Dewi. Yanto dan Dewi saling menatap penuh tanya. "Itu bukannya mobil yang tadi malam mengantar mba kan?" tanya Yanto penasaran.

Dewi mengangkat kedua bahunya ringan.

Cukup membuat kakak beradik itu tercengang, setelah tahu siapa yang keluar dari mobil itu. Yanto tersenyum senang melirik Dewi yang msih berada di sebelahnya, menyenggol pundak Dewi dengan pundaknya sebagai kode dari adiknya.

"TU, mba udah di jemput," Yanto menginterupsi.

"Mas, Agus? "sapa Dewi bingung.

"Kita berangkat sekarang, takut kena macet Saya masih ada urusan dengan BBG group," ajak Bagas pada Dewi dengan senyum kharismatiknya.

"Yanto, mba berangkat kerja. Belajar yang pintar." pesannya pada Yanto seraya mengulurkan tangannya, Yanto pun mencium punggung tangan kakaknya penuh hormati.

Dewi membuka pintu depan mobil melambaikan tangan pada Yanto yang di balas antusias dari adik laki-lakinya. " Adikmu kelihatannya sangat penurut." ucap Bagas mencairkan rasa suasana yang sedikit beku.

"Iya benar, dia adikku satu-satunya yang paling baik dan penurut." jelasnya.

"Kalian hanya tinggal berdua? tanya Bagas lagi.

Dewi mengobrol sepanjang perjalanan dengan Bagas, hingga tak ada lagi rasa canggung diantara mereka. Tanpa terasa mobil Bagas sampai di parkiran gedung kantor miliknya. Dan itu membuat Dewi terkejut dan bingung apa yang mesti dia lakukan jika ada yang melihatnya.

Dewi keluar dari mobil Bagas, berjalan sedikit menjingkatkan kakinya, menundukkan kepala menghalau pandangan orang yang mengenalinya. Bagas melihat sikap Dewi heran, kenapa harus malu dan menolak jika harus turun berjalan di tempat parkiran.

*

*

Tania yang tanpa sengaja melihat langkah Dewi berjalan layaknya seorang pencuri, yang takut kepergok massa. Tania melihat Dewi dengan tatapan sinisnya terlebih adanya Pria yang tak lagi asing baginya. Bagas Aji, Direktur utama Perusahaan BBG group pemegang saham tertinggi di perusahaan.

"Setelah menggoda Nicolas, sekarang kau juga coba menggoda putra dari pemilik perusahaan." gumam Tania, mendenguskan kata-katanya. Meski Dewi tidak pernah mengganggu hidupnya entah apa yang membuatnya tidak suka pada Dewi. Dewi merasa dirinya aman dari penglihatan orang yang mengenalinya, setelah Tania kini Nicolas lah yang melihat dirinya berjalan mengendap-endap menuju pintu utama kantor.

Bagas yang kesal dengan tingkah Dewi seperti maling ayam menurutnya, bergegas meraih lengan Dewi. Wajah paniknya begitu jelas terlihat membuat wajah Dewi bersemu merah.

"Mas, Agus!" seru Dewi menatap wajah tampan Bagas. Melirik ke arah lengannya yang mendapat sentuhan dari pria yang baru di kenalnya kemarin.

"Siall,..! Bisa-bisanya Si Dewi gandengan sama Direktur," hatinya terasa panas terbakar rasa cemburu. Secepatnya Nicolas menyadari perasaannya yang sempat singgah padanya.

Tidak mungkin Aku mencintai perempuan miskin seperti dia. Cuma bikin susah, yang ada cuma bikin pusing dengan beban hidupnya.

Ucap Nicolas lirih. Menepis rasa cemburunya yang berubah dengan rasa benci setelah mengingat akan ucapan Tania wanita yang kini di pacarinya. Setelah dirinya memutuskan Dewi secara sepihak tanpa penjelasan.

Dewi dan Bagas berjalan menuju pintu lift bersamaan, suasana kembali kaku setelah Bagas berani menggandeng tangannya. Anehnya Dewi diam tanpa protes seolah melihat Bagas seperti Hardian. Kakanya yang telah lama pergi dan entah kapan dia kembali lagi?

"Dewi, Kau sakit? Tanya Bagas khawatir. Melihat wajah pucat Dewi dengan keringat mengucur di Pelipisnya. Dewi menggelengkan kepalanya cepat, sementara Bagas terus saja membuat harinya gelisah. Dewi takut jika Bagas akan mendengar suara degupan jantungnya yang semakin berdetak kencang. Bagas mengusap peluh Dewi perhatian dengan sapu tangan di saku jasnya.

Pintu lift yang terbuka membuat hatinya sedikit lega. Mereka berpisah di lantai dua Dewi lebih dulu keluar, sedangkan Bagas naik ke lantai 9. Tiba-tiba Dewi merasa hatinya menghangat mungkin, karena saat ini dirinya begitu merindukan sosok hangat Ayahnya, juga Hardian dua sosok laki-laki yang sangat di rindukannya.

Aku tidak boleh menangis, tidak boleh. Dewi Kau hanya terbawa suasana, jangan baper Dewi.

Ucap Dewi menguatkan dirinya. Menonyorkan keningnya pelan mengusap sudut matanya yang mengembun. Dewi melangkah cepat ke ruang pantry menyiapkan alat-alat kebersihannya dan menyiapkan peralatan makan para karyawan BBG group. Yang di bantu teman seprofesinya yang lain.

"Hai, Dewi ngelamun aja!" sapa Tedy dengan senyum manisnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!