Buku Sampul Hitam

Beruntung, Pelangi tak rewel meski di sekitarnya ramai orang. Namun, Robby memintaku pulang ke rumah mengingat hari semakin malam. Ia memberikan kunci rumah padaku karena Robby yang terakhir kali menutup pintu. Agatha dengan sigap mengantarku kembali ke rumah dengan mobilnya dan meninggalkan Robby di TKP bersama para polisi yang sudah berdatangan untuk bertugas. Bapak juga ikut diam selama perjalanan pulang di mana puteri kecilku tertidur lelap dalam pangkuan.

"Kamu nginep aja, Fan. Pulang besok pagi. Ya?" pintaku memelas saat mobil yang dikemudikan Agatha mulai memasuki halaman rumah.

Agatha melirik Bapak. Mertuaku mengangguk pelan dengan senyuman seolah hal itu bukan masalah untuknya. Kami turun dari mobil dan segera masuk ke rumah karena waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Bapak lalu pamit untuk segera beristirahat. Namun, aku bisa melihat jika Bapak tampaknya ikut kepikiran dengan kejadian ini, sama sepertiku dan mungkin juga Agatha.

Kurebahkan puteri kecilku yang sudah tertidur pulas di kasurnya. Agatha tidur di kamar tamu di mana rumah kami memiliki 3 buah kamar. Kuberikan baju ganti untuk Agatha agar dia merasa nyaman begitu pula pakaian formal untuk dia bekerja esok hari. Agatha yang sudah cukup dekat denganku, terlihat tak sungkan dengan perlakuanku padanya.

"Aku udah mengabarkan hal ini pada manajemen dan mereka cukup kaget. Katanya mereka menunggu kabar mengenai kapan Aksara Roma akan dimakamkan. Sungguh, ini ... hal tak terduga dan sangat disayangkan karena beliau memilih bunuh diri," jawab Agatha terlihat sedih sedang duduk di atas kasur.

"Ya. Aku juga berpikir demikian. Sebenarnya, aku ingin sekali mengunjungi rumah keluarga Ningrat untuk mengabarkan hal ini. Bagiku ... ini penting dan mereka harus tahu," tegasku.

Agatha mengangguk pelan. Ia lalu mengambil tasnya yang diletakkan samping kasur pada sebuah meja. Ia mengambil buku hitam miliki Aksara Roma dan memberikannya padaku. Kuterima buku itu dengan gugup karena benda ini membuatku menemukan Aksara Roma meski sudah dalam keadaan tak bernyawa.

"Aku akan temenin kamu buat nemuin keluarga Ningrat esok pagi. Aku maksa," ucapnya sambil melotot. Aku tersenyum dengan anggukan. "Ya udah. Aku tidur dulu. Kamu aku usir," ucap Agatha cuek sembari merebahkan tubuhnya.

Aku terkekeh pelan dan mengangguk. Terkadang, sikap Agatha ini sungguh lucu. Rumah dan juga kamar yang ia gunakan adalah milikku, tapi seolah-oleh dia pemiliknya. Namun, aku tahu jika itu adalah gaya bercanda seorang Agatha Fanny.

Kututup pintu kamar Agatha dan kembali ke kamar. Buku bersampul hitam itu cukup mengusik sehingga membuatku terjaga untuk membacanya sebelum tidur. Entah kenapa rasanya aneh usai mengetahui jika pemiliknya sengaja memberikan bukunya pada orang lain. Aku berpikir jika Aksara Roma memiliki maksud tersembunyi dengan menyerahkan benda ini padaku.

Kubuka sampul hitam tersebut dan terdapat nama Aksara Roma di sana. Kutarik napas dalam dan kuembuskan agar siap untuk membuka lembar selanjutnya. Kali ini, kudapati sebuah foto tertempel di sana. Kuamati dalam dan ternyata, itu foto kenangan Aksara dengan Permaisuri saat kuliah dulu. Tampak keduanya begitu mesra karena saling berangkulan dan menunjukkan senyum kebahagiaan dengan pakaian wisuda warna hitam.

"Kita belajar bersama dan lulus bersama pula. Kuharap ini tanda jika kita berjodoh, Permaisuriku," ucapku pelan membaca tulisan pada bagian bawah foto.

Bisa kurasakan dada ini tiba-tiba sesak. Aku mengenal keduanya cukup akrab selama 5 tahun lamanya. Kutarik napas lagi dan kuembuskan perlahan untuk membaca hal mengejutkan berikutnya di mana kuyakin jika buku ini seperti curahan hati Aksara Roma yang tersembunyi selama ini.

Benar saja, air mataku langsung menetes. Sebuah foto pernikahan ala Jawa yang bagiku terkesan mewah ia rekatkan di sana. Kulihat wajah kebahagiaan itu tak memudar sedikit pun bahkan makin terkembang. Sebuah foto dengan memamerkan cincin emas melingkar di jari manis pada keduanya. Keduanya juga menunjukkan buku nikah. Sepertinya harapan Aksara Roma terwujud untuk menikahi sang kekasih.

"Kuberikan semua yang kumiliki untukmu, Permaisuriku. Kau kini adalah hidupku," ucapku lagi membaca tulisan tangan dengan pulpen bertinta hitam.

Entah kenapa rasanya begitu pedih dan menyesakkan tiap membaca lembar yang Aksara Roma torehkan. Segera kuhapus air mataku karena takut jika mengenai tiap lembar berharga itu. Hanya saja, aku yang semakin penasaran tetap ingin melanjutkan sampai ke halaman terakhir di mana kumenemukan catatan dengan tinta merah di sana. Kukuatkan hati untuk melanjutkan membaca meski begitu memilukan.

Kubaca lembar demi lembar dengan air mata tak kalah derasnya menemaniku membaca. Baru kali ini aku tahu isi hati seseorang melalui sebuah buku, terlebih seorang pria. Berbeda dengan buku yang diambil Aksara Roma dariku. Buku itu fokus dalam ide cerita, sedang milik Aksara Roma lebih ke diary.

Hingga akhirnya, curahan hati itu berakhir di lembar tinta merah yang kubaca tadi. Kututup buku itu dan kupeluk. Aku sangat berduka atas kepergian Tuan Aksara meski ia dulu pernah berbuat curang dan hampir membunuhku. Namun, aku kini tahu semua alasan dari perbuatannya itu. Ia ... hanya ingin keluarganya bahagia. Ia tak ingin melihat isteri dan dua anaknya sengsara karena pihak keluarga Ningrat terus menekannya dengan mengatakan profesi penulis tak bisa dibanggakan.

Aku merasa, sehebat apa pun Aksara Roma di mata penggemar, para sastrawan, orang lain, bahkan aku sendiri, tak pernah memuaskan pihak keluarga Ningrat yang notabene semua bergerak dalam bidang bisnis. Mungkin karena itulah, Aksara Roma tak pernah dianggap sampai akhir hidupnya. Sebuah tekanan hidup yang menyiksa dan menyakitkan. Mungkin karena itulah, Tuan Aksara mengakhiri hidupnya karena berpikir, kematian lebih mudah ketimbang menjalani kehidupan yang penuh dengan gunjingan.

TRING!

Kutoleh dan mendapati sebuah pesan pada layar ponselku. Segera kubuka dan ternyata Robby mengirimkan pesan agar tak menunggunya pulang karena ia harus bekerja demi menyelesaikan kasus. Aku mengerti posisinya karena Robby bekerja sebagai polisi. Tak lupa kuingatkan agar jangan lupa beristirahat agar tenaganya tetap prima.

Untung saja Robby sudah menyempatkan makan meski terpaksa ditinggal karena penasaran dengan paket kiriman Aksara Roma. Aku yang menjadi sulit tidur memilih untuk merapikan meja makan dan juga mainan Pelangi agar badanku lelah sehingga bisa terlelap nantinya. Namun ternyata, aktifitasku malah membangunkan Bapak. Beliau keluar dari kamar dengan tatapan sendu.

"Keganggu ya, Pak?" tanyaku tak enak hati saat memasukkan mainan Pelangi dalam box.

"Enggak kok. Fanny sama Pelangi sudah tidur ya?" tanya beliau, dan aku mengangguk. "Alia. Jujur, Bapak awalnya gak suka dengan perlakuan Aksara Roma padamu dulu. Namun, memupuk kebencian tidak ada gunanya juga, toh orangnya sudah tiada. Kalau Bapak boleh menyarankan, kamu temui keluarga Aksara Roma. Kamu mengenalnya 'kan? Beritahu tentang kematian pria itu. Mereka harus tahu," pinta Bapak.

Seketika, senyumku terkembang. Aku tak menyangka jika Bapak berbesar hati untuk memberikan nasihat itu di mana memang itulah yang akan kulakukan esok hari.

"Ya, Pak. Alia juga berpikir demikian. Sebenarnya, Alia ingin mengajak Fanny untuk menemui keluarga Tuan Aksara esok pagi. Namun, Pelangi gimana ya?" tanyaku bingung.

"Bapak udah minta sama Jelita untuk datang kemari nemenin Pelangi main selama kamu pergi," jawab Bapak yang diam-diam sudah merencanakan hal itu. "Nanti, Zacky sama Wita juga mau dateng setelah pulang sekolah. Selain itu, ada Bapak dan Bibi juga. Sebaiknya, segera selesaikan masalah ini agar tak berlarut," ucap Bapak.

"Terima kasih banyak ya, Pak, atas pengertiannya," ucapku penuh haru.

Bapak mengangguk lalu beranjak menuju dapur. Ternyata, Bapak ingin mengambil air minum. Beliau lalu pamit kembali ke kamar untuk beristirahat. Pada akhirnya, aku menguap usai membersihkan rumah meski tak maksimal karena malam sudah larut. Kusempatkan salat Isya dan segera merebahkan tubuhku yang lelah.

Esok hari, sudah kumantapkan hati untuk menemui keluarga Aksara Roma dan memberitahukan kabar duka ini meski aku cukup yakin, jika pihak kepolisian juga telah mengabarkannya. Bedanya, aku memiliki sebuah pesan terakhir dari Aksara Roma untuk isteri dan dua anaknya. Semoga, setelah mereka membaca buku ini, seluruh perasaan buruk kepada lelaki itu sirna karena sesungguhnya, Aksara Roma berbuat jahat karena keadaan yang menekannya.

***

jangan lupa like, komen, dan juga rate bintang lima ya. hari ini lele mau coba ngajuin kontrak novel ini dan semoga diterima. amin🙏 masa sulit saat gak punya editor berasa kembali ke titik nol. ya sudah nikmati saja. lele padamu❤️

Terpopuler

Comments

Wati_esha

Wati_esha

Penasaran, bagaimana reaksinya kalo mengetahui pesan itu.

2022-08-20

0

Wati_esha

Wati_esha

Keluarga ningrat .. menyesalkah?

2022-08-20

0

Wati_esha

Wati_esha

Tq update nya.

2022-08-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!