Penggemar Fanatik*

Keesokkan harinya, aku dan suami kembali ke rumah di wilayah Jakarta Timur pada hari Minggu. Saat kendaraan roda empat kami memasuki pekarangan rumah, terlihat beberapa mobil dan motor terparkir di halaman depan hingga lantai batu berwarna abu-abu itu tertutup oleh badan kendaraan. Aku melirik ke arah Robby, tapi pria tampanku hanya memasang wajah datar seolah itu bukan hal besar.

"Tumben, Mas?" tanyaku heran saat Robby mematikan mesin mobil.

"Iya, tumben," jawabnya malah ikut-ikutan sepertiku. Dia juga tidak tahu atau bagaimana?

Robby mengeluarkan koper dari bagasi lalu mengulurkan tangannya seperti memintaku untuk menyambut. Aku segera menggenggam tangan kekar suamiku dan kami melangkah masuk bersama.

"Tante Pita!" panggil seorang anak perempuan dengan suara melengking yang sangat kukenal muncul di depan pintu utama.

"Hei, Wita!" jawabku langsung melepaskan gandengan Robby dan menyambut kedatangannya dengan pelukan.

"Om Rob ngapain sih gandeng-gandeng segala? Kaya orang pacaran," sahut seorang anak lelaki yang masih duduk kelas lima SD bernama Zacky—Kakak Wita.

"Loh, emang kenapa? Isteri Om ini," sahut Robby tampak bingung, begitupula aku.

Namun, entah apa yang Zacky pikirkan, ia dari dulu memang seperti tak suka jika Robby dekat-dekat denganku, bermanja-manja atau bahkan menciumku.

"Wah, rame sekali. Ada acara apa nih?" tanyaku penasaran karena berkumpulnya anggota keluarga yang jarang terjadi seperti saat perayaan Idul Fitri.

"Kakek Purnama udah keluar dari rumah sakit hari ini, Tante. Lupa ya? Kalau Kakek tahu, bisa sedih loh nanti," jawab Wita yang membuatku langsung membuka mulut dengan lebar.

"Eh, serius? Tante gak tahu loh. Om Robby gak kasih tahu," jawabku langsung menoleh ke arah polisi ganteng itu, tapi Robby malah meringis.

"Gimana sih, Om? Katanya isteri kok gak dikabarin? Om suka sembunyiin banyak hal dari Tante Cantik ya?" tanya Zacky memicingkan mata.

"Om sunat loh kamu. Sini!" ancam Robby langsung menangkap Zacky.

Namun, anak lelaki itu dengan gesit mampu meloloskan diri dari tangkapan Robby. Zacky yang belum disunat karena takut, malah meledeknya dengan juluran bibir. Kulihat Robby seperti gemas dengan keponakannya dan langsung berlari mengejar.

"Yuk ketemu sama Kakek. Tante juga rindu. Udah lama sekali Kakek dirawat. Syukurlah kalau sudah boleh pulang," ajakku sambil berdiri.

"Iya, Tante. Kata Kakek, dia mau ketemu cucu," jawab Wita dengan senyum manisnya.

"Beliau, bukan dia. Kan Kakek sudah berumur. Jadi panggilan sopannya beliau," jawabku membenarkan.

"Oh ... beliau. Oke!" sahut Wita langsung mengembangkan senyuman seperti paham dengan yang aku sampaikan.

Benar saja, begitu memasuki ruang tengah, suasana ramai langsung terasa. Kulihat Kakek sedang duduk di sofa sembari memangku buah hatiku ditemani puteranya—Robby. Senyumku terkembang saat Bapak mertua melihat kedatanganku yang mendatanginya perlahan.

"Oh, ini dia bidadari manisku. Bapak kangen sama kamu, Nak," ucap Bapak yang kusambut dengan senyuman seraya mencium punggung tangannya.

Kugendong puteri kecilku yang baru berumur dua tahun dan meninggalkan kecupan kasih sayang di keningnya.

"Aku ajak main ya. Gemes sama Pelangi," pinta adik Robby—Jelita Purnama.

Aku mengangguk dan memberikan puteriku yang didandani cantik layaknya balerina kecil entah oleh siapa. Selama aku mendapat jadwal temu fans, para saudara dan saudari dari keluarga Robby selalu menjadi andalan untuk kutitipkan buah hatiku. Kualihkan pandangan yang menghipnotis karena sikap lucu puteriku ke arah Bapak mertua.

"Bapak apa kabar? Sudah lebih baik?" tanyaku seraya duduk di sampingnya.

"Alhamdulillah, sudah lebih baik. Bapak gak betah lama-lama di rumah sakit. Saat Bapak tahu kesibukanmu setelah novel melejit, Bapak jadi semangat untuk segera pulang. Bapak yang biasanya ngeyel sama dokter, langsung menurut apa saja yang dia katakan. Akhirnya, Bapak bisa pulang," jawab Bapak yang membuat senyumku makin terkembang.

"Ini juga salah satu obat yang bikin Bapak cepat sembuh," sahut Bibi yang ikut merawat Bapak selama di rumah sakit.

"Oh!" kejutku ketika melihat tiga buah novel cetak yang kukenali dari sampulnya diletakkan Bibi di atas meja.

"Diem-diem, Bapak ini Sahabat Pena," ucap Bibi berbisik.

Spontan, semua orang tertawa. Aku juga ikut tertawa karena tak menyangka jika tulisanku masuk dalam selera Bapak mertua yang dikenal kolot. Jujur, aku terharu mendengarnya.

"Jadi ... kapan release buku barunya?" tanya beliau menatapku lekat.

Dan aku, hanya bisa menghela napas. Sepertinya Bapak memang Sahabat Pena sejati. Semua penggemarku selalu menanyakan hal yang sama. Kapan release novel terbarunya? Ya ampun, dikira cari ide seperti mengedipkan mata langsung jadi kali ya? Sabar.

"Hehe, tenang aja, Pak. Alia udah mikirin ide ceritanya kok, tinggal dituang aja," jawab Robby santai, tapi ucapannya bagai bom atom untukku.

Tuang? Dikira nyeduh air tinggal tuang? Sembarangan! batinku kesal.

Praktis, aku langsung melotot tajam padanya. Sayang, Robby tak menyadari wajah sebalku.

"Oh, begitu. Ya ya, Bapak sabar menunggu. Sambil menunggu terbitan baru, Bapak akan baca karya lamamu saja. Gara-gara kamu, Bapak jadi nge-fans sama Joe Taslim," sahut Bapak yang sepertinya sudah pulih seutuhnya karena jujur, beliau jadi banyak bicara.

"Iya. Kita selalu diminta cariin film buat Bapak. Sampai penjaga tokonya hafal. Bahkan, belum Bude bicara, Mbak yang jaga toko bilang gini. 'Belum ada lagi film terbaru dari Joe Taslim'. Kan Bude jadi malu," sahut Bude yang membuat semua orang kembali tertawa.

Sungguh suasana kekeluargaan yang sangat aku rindukan mengingat diriku sudah yatim piatu, anak tunggal, dan tak memiliki kerabat. Sedang Robby, memiliki keluarga besar. Ayahnya tiga bersaudara, dan ibunya lima bersaudara. Sedang ia sendiri anak kedua dari tiga bersaudara.

Saat berkumpul, seperti inilah. Ramai dan meriah. Ternyata, aku sempat melamun dan Robby menyadarinya. Tiba-tiba saja, ia menyentuh daguku dan membuat mata ini langsung menatapnya lekat.

"Mikirin apa hayo?" tanyanya berkesan curiga.

Dengan cepat, aku menjawabnya dengan senyuman. "Aku ... merasa beruntung mengenal kalian semua. Bapak, Pakde, Bude, Bibi, para keponakan, sepupu, dan lainnya. Alia gak nyangka bisa memiliki keluarga lagi meski bukan dari kerabat Ayah atau Ibu," jawabku berusaha agar tak menangis.

Kulihat wajah orang-orang tersenyum.

"Bapak belum pernah kasih tahu ke siapapun tentang hal ini, termasuk pada Robby. Namun, almarhum Ibu pernah berkata seperti ini. 'Ibu senang Robby menikahi Alia. Dia gadis yang pintar, santun dan sederhana. Di zaman seperti ini, jarang sekali ada gadis baik seperti Alia Pitaloka. Sayang sekali, kita gak mengenal keluarganya. Ibu penasaran, bagaimana cara orang tuanya mendidik Alia'. Ya, begitulah kira-kira," ucap Bapak seraya menepuk punggung tanganku.

Entah apa yang terjadi, air mataku menetes begitu saja mendengar pengakuan dari Bapak. Namun, segera kuhapus karena tak ingin suasana bahagia ini berubah kesedihan. Kulihat beliau tersenyum lebar lalu mengelus kepalaku.

"Semoga, kamu terhindar dari hal-hal buruk, Alia. Semoga, yang terjadi 5 tahun silam, itu adalah yang terakhir. Bapak yakin, Allah gak akan kasih ujian melampaui batas kemampuan dari hamba-Nya. Semoga hal mengerikan itu, cukup terjadi satu kali saja."

"Amin!" jawab semua orang mendoakan.

Akan tetapi, "Emang, Tante Pita kenapa lima tahun yang lalu, Kek? Tante Pita dijahatin orang?" tanya Wita yang membuat semua orang baru sadar jika gadis manis itu memiliki rasa penasaran yang tinggi. Ini gawat.

"Ah, bukan apa-apa," sahut Robby.

"Jangan bodohi anak kecil, Om. Kita udah gede. Di sekolahin mahal-mahal biar gak dibohongin orang," sahut Zacky yang tak kalah kritisnya dalam menanggapi sesuatu.

"Salah ngomong ini. Haduh," keluh Bapak.

Semua orang tampak bingung menyikapi hal tersebut. Kudiam sejenak untuk berpikir, hingga akhirnya.

"Mau Tante kisahin? Em, tapi ... nanti kalian mimpi buruk. Gak bisa tidur nyenyak bagaimana?" tanyaku memancing.

"Kita udah gede, Tante cantik. Ayo, ceritain. Zacky siap kok!" jawab anak lelaki itu sumringah.

"Ya, ya, Wita juga! Kita cerita di kamar aja biar gak diganggu. Mumpung Pelangi lagi asyik main sama Tante Rara. Ayo!" ajak Wita semangat langsung menarik tanganku untuk segera beranjak.

"Eh! Tante masih capek baru pulang," ucap Ibu dari Wita dan Zacky yakni Mbak Wiwit Purnama yang tak lain adalah Kakak Robby.

"Gak papa, Mbak. Ya udah yuk," ajakku seraya menggandeng tangan Zacky dan Wita lalu mengajak keduanya jalan bersama.

Namun, Zacky melepaskan gandengan saat ia berlari menuju pintu kamarku lalu membukanya. Tak lama, Wita ikut melepaskan gandengan dan masuk ke dalam.

Kuhentikan langkahku sejenak dan kulihat puteri manisku Pelangi sedang asyik bermain di atas karpet bersama para sepupu yang masih melajang. Pipinya yang menggemaskan dan selalu tertawa, membuat anakku memiliki caranya sendiri untuk disayang.

"Sini, Tante cantik. Duduk sini!" ajak Zacky tampak tak sabar saat ia sudah duduk di atas tepian kasur.

Aku mengangguk dengan senyuman dan segera mendekati keduanya.

***

ILUSTRASI. SOURCE : GOOGLE

Semua gambar tokoh dimaksudkan untuk membantu pembaca berimajinasi. Sedang author membayangkan tokoh-tokoh itu berperan dalam kisah ini. Jika pembaca membayangkan visual tokoh dengan sosok lain dipersilakan.

btw wah udah ada tips dari jeng alia. makasih ya❤️ bisa jdi ini karena namanya sama. kwkwkw😆

Terpopuler

Comments

👑Bry|ᵇᵒˢˢ࿐💣

👑Bry|ᵇᵒˢˢ࿐💣

the secret reader is pak mertua😅

2023-01-12

1

👑Bry|ᵇᵒˢˢ࿐💣

👑Bry|ᵇᵒˢˢ࿐💣

😅 taunya cuma baca

2023-01-12

1

ayu siam

ayu siam

.jagoan kecilku 6.5 bln..namanya jg dzaki 😘😘😘😘

2022-08-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!