Tamat?

Tak lama, azan Magrib berkumandang usai aku menyelesaikan memasak untuk makan malam. Bapak juga sudah selesai menyuapi Pelangi dan beliau tampak lelah karena ikut menemaninya bermain. Bapak pamit untuk menjalankan kewajibannya sebagi seorang muslim dengan kembali ke kamar. Agatha juga minta izin untuk menumpang salat di rumahku. Kutemani Pelangi yang masih betah bermain, tapi sudah tak berkutat dengan lego lagi. Kini, ia asyik memasak dengan mainan plastiknya.

"Fan, titip Pelangi dulu ya. Aku mau salat," pintaku saat Agatha sudah selesai menunaikan kewajibannya dan mendatangi kami berdua.

"Oke!" jawabnya dengan anggukan.

"Mama?" panggil Pelangi seraya melihatku lekat.

"Mama salat dulu ya. Pelangi main sama Tante Fanny dulu. Bentar ya," jawabku, tapi Pelangi malah menangis.

Agatha tampak bingung dalam bersikap. Akhirnya, kuajak Pelangi ikut salat bersamaku. Sayangnya, aku belum memiliki mukena untuk puteri kecilku karena ukurannya masih terlalu besar. Jadi, kupakaikan kerudung saja.

Hingga salat usai, Pelangi tak rewel. Dia menjadi gadis manis yang mengikuti gerakanku meski ada beberapa bagian yang salah karena ia berdiri sedikit ke depan, jadi aku bisa melihatnya. Malah aku merasa, salatku jadi tak khusu karena tingkahnya yang menggemaskan. Mengenai salatku diterima atau tidak oleh Yang Maha Kuasa, hanya Dia yang tahu.

"Eh, anak Papa ikut salat ya?" ucap seseorang yang membuatku kaget karena Robby sudah pulang tak seperti biasanya.

"Tumben, Mas," tanyaku heran seraya memberikan Pelangi kepada suamiku karena dua tangannya sudah terjulur ke depan minta gendong.

"Ya, lebih cepat dari yang kuperkirakan. Jadi ... udah tahu dari Fanny ya?" jawabnya seraya menciumi puteri kecil kami dengan gemas.

"Hem. Lalu ... gimana hasilnya?" tanyaku penasaran.

"Tim sedang mencari keberadaan Aksara. Rumahnya sudah dikunjungi, tapi sepi. Tetangga sekitar juga mengatakan bila Aksara Roma sudah tak kembali lagi ke rumah itu sejak dirinya masuk penjara. Malah, tetangga mengatakan tidak tahu jika Aksara Roma sudah bebas," jawab Robby yang membuatku terkejut.

"Loh? Terus, Aksara Roma selama ini tinggal di mana?" tanya Agatha yang sepemikiran denganku meski tak kuungkapkan saat ia tiba-tiba ikut mendekat.

"Itulah yang sedang kami selidiki. Kami juga menghubungi keluarganya dulu, tapi mereka mengatakan tidak tahu. Bahkan mantan isterinya terdengar seperti tidak peduli dan tak mau disangkutkan dengan Aksara Roma lagi. Sedang dua anaknya kuliah di luar negeri jadi ... agak sulit untuk mendapatkan informasi dari mereka. Keluarga Ningrat merahasiakan keberadaan keduanya agar tak diganggu Aksara Roma lagi," jawab Robby menjelaskan cukup detail.

Aku dan Agatha saling berpandangan dalam diam.

"Hem, Papa cium bau makanan enak nih. Pelangi masak ya?" tanya Robby seraya melirik ke arah mainan Pelangi.

"Em! Em!" jawabnya dengan anggukan.

"Wah, pasti enak nih. Makan yuk. Papa laper," ajak Robby, tapi kok langkahnya ke meja makan?

Kulihat Pelangi dengan telaten menyuapi Robby dengan masakanku meski kepala suamiku sampai miring ke kanan dan ke kiri untuk memposisikan suapan anak gadisnya. Spontan kuterkekeh. Tak lama, Bapak keluar kamar dan langsung ikut serta dalam kemeriahan keluarga kecil kami, tapi Agatha malah menarikku kembali ke dapur. Aku bingung dan menatapnya lekat karena wajahnya tegang.

"Kamu denger apa yang dikatakan Robby tadi? Menurutmu ... Aksara ke mana?" tanya Agatha menatapku tajam.

"Kumat deh. Jiwa detektifmu muncul seperti saat bantu aku nguak kecurangan Aksara Roma kala itu," sindirku.

"Jiwaku meronta ingin segera menyelesaikan kasus ini. Jadi ... punya firasat, atau ... ingatan, atau ... dugaan? Ke mana kira-kira mantan bosmu itu berada?" tanya Agatha terus menekanku.

Baru kubuka mulut untuk memberikannya informasi, Bapak sudah memanggil.

"Kalian ngapain malah gosip di situ? Makan sini," panggil Bapak yang membuat kami berdua langsung menampakkan diri.

"Hehe, Fanny sungkan, Pak, makan bareng," jawab Agatha beralibi.

"Kaya makan sama aktor terkenal saja. Sini duduk, kita makan sama-sama. Jarang-jarang Alia masak, tapi jangan salah, masakannya sekelas restoran bintang lima!" ucap Bapak yang membuatku tersipu malu.

Aku mengajak Agatha duduk di sebelahku berseberangan dengan Robby dan Bapak mertua. Pelangi asyik menyuapi ayahnya dan betah duduk di baby chair. Sungguh, suasana kekeluargaan harmonis begitu terasa. Saat kami sedang menikmati hidangan, tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Aku dengan sigap meninggalkan ruang makan untuk mengetahui siapa tamuku.

CEKLEK!

"Eh?" pekikku terkejut karena seorang tukang ojek online yang mengetuk pintu rumah.

"Dengan Ibu Alia Pitaloka?" tanya tukang ojek berseragam itu. Spontan, aku mengangguk. "Silakan diterima, Bu," sambungnya yang membuatku berkerut kening saat lelaki itu memberikan sebuah amplop cokelat besar, tapi lebih seperti paket karena berbentuk persegi.

"Dari siapa, Mas?" tanyaku penasaran karena tak ada nama pengirim di amplop yang tersegel rapi.

"Mm, sebentar," jawabnya seraya melihat layar ponsel. "Di sini tertulis Aksara Roma," jawabnya yang membuat mataku melebar seketika.

"Masnya ketemu sama Aksara Roma langsung gak?" tanyaku penasaran dan menatapnya lekat.

"Saya gak kenal Aksara Roma siapa, Bu. Namun, saya tadi ambil paket di sebuah warung kopi. Mas yang jaga nitip ini ke saya sekaligus kasih ongkosnya. Katanya, orang yang nyerahin paket ini buru-buru pulang karena lupa gak matiin kompor," jawabnya terdengar jujur.

Namun, aku yakin jika itu hanya tak-tik Tuan Aksara saja.

"Mas. Tadi ... ambil paketnya di warung kopi daerah mana? Bisa kasih tau gak? Soalnya, yang ngirim paket ini masih keluarga saya. Sudah lama saya gak denger kabarnya. Pengen tau gimana kondisinya sekarang seperti apa. Takut hidupnya sulit dan semacamnya. Boleh ya?" pintaku memelas mencoba berakting.

Tukang ojek online itu mengelus helm-nya terlihat seperti ragu, tapi pada akhirnya mengangguk. Ia menunjukkan layar ponsel sekaligus memberitahukan rincian lokasi warung kopi tersebut. Kurogoh saku celana dan kuberikan 20 ribu padanya karena memang hanya ada uang itu di sakuku.

"Wah, tidak usah, Bu," tolaknya.

"Gak papa, Mas. Kalau rezeki jangan ditolak. Belum tentu nanti dapat lagi. Ini sebagai ucapan terima kasih karena sudah bantu saya secara tak langsung untuk menemukan keluarga yang hilang," jawabku seraya menyodorkan uang lembaran itu.

Tukang ojek itu tampak ragu, tapi pada akhirnya diambil juga. Ia mengucapkan terima kasih dan pamit pergi. Saat kumelangkah masuk dan akan menutup pintu, betapa terkejutnya saat Robby, Bapak dan Agatha sudah berdiri berjejer dengan ekspresi yang sama seperti siap menginterogasi. Jujur, aku seperti dikepung dan hanya bisa meringis.

"Hem," guman Agatha seraya melirik amplop dalam genggamanku.

"Jangan lupa kalau suamimu seorang polisi ya, Alia sayang," sahut Robby dengan senyuman penuh maksud.

"Bapak sudah menduga kalau kamu pasti akan ikut campur dalam pencarian Aksara Roma," jawab Bapak seraya menyipitkan mata.

Sungguh, aku tak menyangka jika tiga orang di depanku ini memiliki insting yang kuat. Aku spontan terkekeh dan pada akhirnya pasrah.

"Ini paket buat Alia. Jadi ... aku dulu yang membukanya," tegasku.

"Oke!" jawab ketiganya serempak dan hal itu, sungguh tak kuduga.

Kudatangi sofa yang berada di ruang tengah di mana Pelangi kembali asyik memasak dengan mainan plastiknya. Bapak, Robby dan Agatha duduk di sekitarku dengan sorot mata fokus pada amplop cokelat yang sedang kubuka.

KREK! KREK!

Pelan-pelan kumembukanya hingga mendapati sebuah buku bersampul hitam sudah kumal. Kubuka buku itu dan kulihat ada nama Aksara Roma di sana. Aku yang penasaran langsung membuka halaman terakhir dan terdapat tulisan dengan tinta merah di sana seperti baru dituliskan. Kutatap Bapak, Robby dan Agatha saksama di mana tulisan itu membuat jantungku berdebar tak karuan.

Hingga kulihat lagi tulisan di paling bawah bertuliskan, Terima kasih, Alia Pitaloka. Kau sudah memberikanku kesempatan untuk mendapatkan kehidupan kembali. Sayangnya, masyarakat masih membenciku. Keluargaku juga menganggap Aksara Roma adalah aib. Tak ada gunanya lagi kulanjutkan hidup. Semuanya sudah selesai seperti sebuah kisah novel dengan tulisan diakhir kalimat ... TAMAT.

Praktis, mataku langsung melotot lebar di mana pikiran buruk mendatangiku begitu saja.

***

wah dapat tips koin😍 makasih ya. lele padamu💋

Terpopuler

Comments

Latifah Rais

Latifah Rais

bunuh diri

2022-08-23

0

Wati_esha

Wati_esha

Ayo segera bergerak mencarinya.

2022-08-20

0

Wati_esha

Wati_esha

Waduh .. frustasi, beliau. 😢 Kasihan juga.

2022-08-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!