Aku yang masih muda dan baru berumur 27 tahun, sepertinya mendapatkan kesan tersendiri bagi beberapa orang yang telah mengenalku.
Katanya, aku bertalenta karena sudah mampu menghasilkan sebuah karya apik dan bersanding dengan para penulis tersohor lainnya di Indonesia.
Tentu saja untuk mencapai titik di mana aku berada sekarang tidaklah mudah. Bahkan, banyak hal tak terduga untuk bisa mewujudkannya.
Hingga akhirnya, lamunanku buyar saat jepretan dari silau lampu kamera di acara sesi foto bersama mulai dilangsungkan.
Aku sampai mengedipkan mata karena kaget dan hampir lupa jika sesi foto itu dimulai dengan mengambil gambar kami bertiga yakni aku, Joe Taslim dan pembawa acara bernama Shanty.
Kututupi keterkejutanku dengan senyuman seperti biasa. Hingga pandanganku beralih ke para penggemar yang tampak sudah tak sabar dari mimik mereka.
Bisa kulihat wajah para wanita dari berbagai kalangan itu senang saat berdiri diantara aku dan Bang Joe seraya membawa buku novelku.
Satu per satu dari mereka maju ke depan untuk melakukan pemotretan sebelum sesi tanda tangan. Namun siapa sangka, 150 orang berhasil membuat kakiku kesemutan, dan sepertinya, Bang Joe menyadarinya.
"Gak papa, Mbak?" tanyanya saat aku menekuk-nekuk kaki seraya memegangi tembok agar tak jatuh.
"Hahaha, ya, Bang. Aku masih belum terbiasa pakai heels. Jangan kasih tahu orang-orang ya. Malu," pintaku seraya memasang wajah memelas, tapi Bang Joe malah terkekeh meski dengan anggukan.
Selanjutnya adalah sesi tanda tangan. Kali ini, Bang Joe pamit undur diri tak mengikuti acara karena sesinya telah habis. Tentu saja para penggemarku kecewa.
Hal itu kuketahui dari raut wajah mereka yang berubah jelek dan seruan 'Yah' saat pria tampan itu melambaikan tangan sebagai salam perpisahan.
Pembawa acara dan aku menyambut jabat tangan Bang Joe sebelum ia meninggalkan panggung. Hanya saja, hal tak terduga terjadi ketika Bang Joe berbisik padaku.
"Ada satu tamu undangan di kursi paling ujung dan dia adalah laki-laki. Dia tak ikut ke depan untuk sesi foto bersama. Aku tak tahu apa motifnya, tapi sebaiknya Anda waspada, Mbak," ucapnya serius yang membuat mataku langsung bergerak ke arah kursi yang dimaksud.
Ternyata, benar. Ada satu tamu undangan dan dia adalah laki-laki. Setahuku, semuanya adalah perempuan seperti informasi dari Agatha karena itu hasil undian dan disaksikan oleh pihak manajemen. Jadi, tak mungkin ada kecurangan.
Aku berpikir, jika lelaki itu adalah penyusup. Selain itu, dia sangat mencurigakan karena memakai masker penutup mulut dan hidung, berkacamata, memakai jas panjang serta topi seperti sosoknya tak ingin diketahui.
"Oke, Bang. Makasih ya," jawabku gugup seketika.
Kulihat Bang Joe mendatangi Agatha dan kawanku itu dengan sigap mengangguk meski wajahnya serius.
Kutatap Agatha tajam dari kejauhan yang selalu berdiri untuk mengawasi jalannya acara di pintu samping panggung.
Tak lama, pembawa acara cantik seperti mendapatkan informasi melalui earphone yang dikenakan di salah satu telinganya. Aku kembali duduk dengan menunjukkan senyuman mencoba bersikap wajar.
"Nah, yang udah kita tunggu-tunggu nih. Selanjutnya, adalah sesi tanda tangan langsung dari Kak Pena di novel yang sudah kalian beli. Kita mulai dari tamu undangan yang duduk paling ujung sebelah kiri untuk maju terlebih dulu. Silakan," ucap pembawa acara dengan wajah berbinar.
Semua tamu menoleh ke arah lelaki itu, tapi sosok itu menundukkan wajah lalu berjalan ke depan membawa buku cetak karyaku.
Aku berjalan menuju ke meja khusus untuk melakukan sesi selanjutnya didampingi oleh Shanty.
Aku duduk di kursi dengan pulpen siap di tangan dan juga lipstik karena harus memberikan kecupan di lembar khusus dalam novel, langsung dari bibirku.
Tiba-tiba, dua orang lelaki berjas dengan wajah dingin memasuki ruangan dan berdiri di samping kanan kiriku seperti bodyguard.
Entah kenapa hal ini malah membuatku tegang, tapi aku berusaha untuk tetap menunjukkan wajah tenang dan terus tersenyum.
Kutatap wajah lelaki dari salah satu penggemar saksama. Anehnya, paras itu terasa familiar dan cukup dekat denganku.
Keningku berkerut mencoba mengingat dengan jelas sosok di depanku ini ketika para penggemarku lainnya masih terlihat asik memegang lembar foto yang langsung jadi hasil jepretan fotografer ketika sesi pemotretan.
Kuyakin jika wajahku berubah karena mataku melotot saat aku mengenalinya. Lelaki di depanku ini adalah mantan bosku. Namun, apa yang terjadi padanya? Ia terlihat tua dan tak terurus.
Aku malah jadi gugup dengan jantung berdebar saat ia tersenyum dan memegang tanganku pelan. Praktis, aku terkejut sampai tersentak.
Akan tetapi, para bodyguard dengan sigap melangkah maju sehingga tangan mantan bosku itu perlahan tertarik.
Aku menoleh ke arah mereka berdua dan memberikan kode dengan anggukan pelan jika dia bukan ancaman.
Namun kulihat, Agatha berjalan ke arahku di mana jarang sekali ia mau muncul jika bukan karena hal mendesak.
"Jangan menarik perhatian. Aku tak mau ini menjadi gosip dan disorot media," bisik Agatha kepada dua bodyguard itu.
"Yes, Mam," jawab keduanya pelan.
Kutarik napas dalam seraya mengambil buku novel cetak yang masih berada di atas meja milik mantan bosku. Entah apa tujuannya kembali muncul di hadapanku setelah lama menghilang.
Kutetap berusaha tenang dan bersikap wajar layaknya pria di depanku ini tak kukenal. Kubuka tiap lembarnya dan kulakukan seperti yang seharusnya saat acara jumpa fans.
"Al. Ada yang ingin kubicarakan penting denganmu. Bisakah aku meminta waktumu yang sangat berharga itu untuk berbicara dengan si malang ini?" tanyanya yang membuat goresan tanda tanganku terhenti seketika.
Kunaikkan pandangan dan tersenyum padanya. "Temui saya di belakang panggung. Tak usah ikut acara karena Anda bisa dikenali, Tuan Aksara," bisikku berusaha menjaga wibawa lelaki di depanku.
"Terima kasih, Al. Kau selalu baik padaku, tapi ... aku malah jahat padamu," jawab Tuan Aksara dan aku hanya mengangguk pelan.
"Namun, saya butuh alasan kenapa Anda bisa mendapatkan undangan untuk datang kemari. Anda satu-satunya lelaki dari semua tamu perempuan," tanyaku penuh selidik.
"Aku memang menang undian itu. Aku menggunakan nama anak perempuanku saat memasukkan kupon. Mungkin, ini memang takdir Tuhan. Dia memberikanku kesempatan untuk berjumpa denganmu walau hanya satu kali lagi," jawabnya dengan suara parau.
"Hem, saya mengerti. Terima kasih, Tuan Aksara. Fanny akan mengamankanmu dari orang-orang agar kau tak dikenali. Saya tahu jika Anda berusaha agar tak dikenal dengan penampilan ini," ucapku menduga.
Kulihat Tuan Aksara tersenyum. "Kau jeli dan peka. Dari dulu, aku sudah menyadari hal itu. Kau memang hebat, Alia," ucapnya yang membuat senyumku makin terkembang karena ini pertama kalinya sebuah pujian terlontar dari mulutnya.
Kulihat Fanny mengajak Tuan Aksara untuk menjauh dari kumpulan para sahabat pena. Mereka meninggalkan ballroom entah ke mana, tapi yang pasti, kami akan bertemu lagi.
Usai melakukan banyak kegiatan dengan jumlah tamu undangan 150 orang, akhirnya penderitaanku siang itu berakhir.
Acara ditutup dengan foto bersama di atas panggung seraya menunjukkan bingkisan ke arah kamera. Di mana foto itu nantinya akan dipublikasikan oleh pihak manajemen di salah satu akun media sosial mereka.
Aku yang sudah tak sabar bertemu dengan mantan bosku karena ia tiba-tiba muncul kembali setelah 5 tahun tak kuketahui kabarnya, bergegas mendatangi ruangan bersama dua pengawal yang menjagaku saat sesi tanda tangan.
Salah satu pengawal dengan potongan ala tentara menggunakan kartu aksesnya untuk membuka sebuah pintu entah kamar siapa di salah satu lantai di hotel tersebut.
PIP! CEKLEK!
"Oh!" kejutku saat pintu terbuka dan ternyata, tak hanya Agatha Fanny sahabatku serta Tuan Aksara Roma yang berada di dalam ruangan itu, tapi juga ada suamiku begitupula lainnya.
"Masuklah. Kami sudah lama menunggu," ucap suamiku, tapi lebih seperti sindiran.
Kulangkahkan kaki memasuki ruangan dan kulihat salah satu pengawal menutup pintu. Kutoleh ke belakang dan mereka berdua berdiri di sana seperti menjaga.
Aku merasa tegang dan gugup. Masih teringat jelas insiden 5 tahun silam yang membuatku mengalami sedikit trauma karena sikap mantan bosku yang bernama Aksara Roma dan tak lain adalah salah satu penulis terkenal pada zamannya. Saat itu, aku menjadi ghost writer untuknya.
Beruntung, pria berambut hitam yang kini menjadi suamiku dengan penuh perhatian selalu mendampingi dan membawaku kembali ke dunia nyata. Ia berjanji untuk selalu melindungiku hingga akhir hayat.
"Tak apa. Aku akan di sini mendampingi dan melindungimu," ucap suamiku yang bernama Robby Purnama dan ia berprofesi sebagai polisi.
Aku mengangguk dengan senyuman dan duduk bersamanya di sofa panjang. Agatha Fanny teman wartawanku duduk di samping Tuan Aksara Roma, tepat di seberang.
***
ILUSTRASI. SOURCE : GOOGLE
Makasih masih setia menyimak kelanjutan ceritanya. Ditunggu dukungan berupa rate bintang 5, tips koin, poin, dan juga vocernya ya❤️ Lele padamu 💋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Faris Maulana
q kira mntan pacar.. ternyata eh ternyata
2022-12-17
0
MA YONG
Kopid, Mba ...
Hohoho ~
Maaf, becanda.
P.S. Sampai sini bagus banget, sial.
2022-12-12
1
sowlekahh
wahhahaha.. umur 27 tahun eke udh punya anak 2😆😆😆
2022-09-07
1