SUAMIKU CACAT MENTAL
Psuttt
Psuttt
Psuttt
"Ayah...ampun Yah. Sakit! hiks," Ardan berteriak kesakitan saat sebilah rotan mencambuk habis betis kecil anak berusia 15 tahun itu.
"Dasar anak bodoh! apa kamu tidak bisa seperti adikmu? sejak SD dia selalu mendapat juara pertama. Kamu bahkan tidak bisa masuk 10 besar. Tolol kamu!" hardik Suban.
"Ampun Yah. Ardan janji akan giat belajar lagi. Hiks...." Ardan nangis sesegukkan.
"Kalau kamu pintar. Kamu pasti akan banyak teman. Kalau kamu pintar, kamu pasti akan sukses. Kalau kamu sukses, kamu akan dihargai orang. Kalau kamu di hargai, istrimu nggak akan kabur," perkataan pria parubaya itu sudah merambat kemana-mana.
"Sejak dini Ayah sudah mengumpulkan uang sedikit demi sedikit agar kalian bisa sekolah yang tinggi, biarpun Ayah cuma punya toko sembako. Ayah tidak mau kalian mengalami nasib sama seperti ayah. Ngerti kamu!"
"Nge-Ngerti Yah. Hiks...."
"Cengeng kamu! nangis aja bisanya. Ayah tidak mau tahu, semester depan kamu harus dapat ranking. Minimal masuk dalam 10 besar," ucap Suban.
Suban kemudian keluar dari kamar putranya yang memiliki ranjang susun. Ardan yang tidur di ranjang bawah, membuat dirinya tenggelam dalam selimut sembari terisak. Sementara Suban yang sudah melampiaskan amarahnya menoleh kebalik tembok, karena dia bisa melihat bayangan Abian dari pantulan tembok.
Suban mendekat kearah Abian, dan menarik telinga putra bungsunya itu.
"Awww...sakit Yah," kaki Abian terjengkit-jengkit, agar dirinya bisa menuruti arah tarikkan itu.
"Kebiasan suka nguping. Sana olesi kaki kakak kamu dengan salf. Kalau kamu sudah mendengar, itu artinya kamu harus mempertahankan prestasi kamu. Awas saja kalau nilaimu sampai turun," ucap Suban.
"Iya Yah. A-Apa tidak ada hadiah untukku?" tanya Abian dengan keberanian seadanya.
Suban menatap putranya itu dengan tatapan yang tidak bisa dia artikan. Yang membuat Abian jadi ketakutan.
"Ka-Kalau tidak ada tidak apa-apa. A-Aku akan olesi kaki kakak dengan salf," sambung Abian yang kemudian akan melangkah pergi.
"Apa yang kamu inginkan?" tanya Suban.
Langkah Abian terhenti. Tanpa Suban tahu dia menerbitkan senyum dibalik punggungnya. Namun senyum itu bergegas dia simpan, karena dia takut keinginannya tidak tercapai.
"Ta-Tapi aku takut Ayah tidak punya uang. Walaupun sebenarnya aku sudah lama menginginkannya," ucap Abian.
"Katakan saja sebelum Ayah berubah pikiran," ucap Suban.
"A-Aku ingin sepeda Yah. Sekolahku dan kakak lumayan jauh kalau berjalan kaki. Kadang sering telat belajar, mungkin itu juga penyebab kakak tidak konsen belajar." Jawab Abian yang kemudian tertunduk.
Bukan tanpa alasan Abian menginginkan sepeda itu. Selain karena sekolah yang dia tempuh hampir mencapai 2 KM, Abian juga tidak tega pada Ardan yang setelah kakinya mengalami penyiksaan tetap saja harus sekolah keesokkan harinya.
"Ka-Kalau Ayah tidak punya uang, sepedanya tidak mesti baru kok Yah. Yang bekas pakai juga tidak apa-apa," sambung Abian. Remaja yang baru duduk kelas 1 SMP itu berusaha mencapai keinginannya.
"Baiklah. Tapi ingat! jaga prestasimu. Ayah ingin kalian jadi orang sukses," ujar Suban.
"Makasih Yah," senyum anak itu akhirnya terbit juga dan memperlihatkan gigi-giginya yang putih.
"Pergilah. Olesi kaki kakak kamu dengan salf!" ucap Suban yang kemudian dianggukki oleh Abian.
Abian kemudian mengambil Salf yang dia letakkan dilemari. Salf langganan yang biasa dia oleskan jika kaki Ardan kembali memar setiap 6 bulan sekali. Dan pekerjaan mengoles salf itu sudah dia lakukan sejak dirinya kelas satu SD.
Tap
Tap
Tap
Suara tangis Ardan langsung mereda, saat anak itu mendengar suara derap langkah kaki adiknya. Anak itu tidak ingin memperlihatkan rasa sedih dan rasa sakitnya pada sang adik, meskipun tanpa Ardan tahu Abian selalu menyaksikan penyiksaan itu dari awal hingga akhir
"Kakak. Aku...."
Brapppp
Ardan membuka selimut, dan tersenyum kearah Abian.
"Biar kakak sendiri yang mengoleskannya," ujar Ardan sembari meraih botol salf dari tangan Abian.
Dapat Abian lihat mata Ardan sudah membengkak, karena terlalu banyak menangis.
"Stttttt," Ardan terlihat memejamkan matanya, karena salf itu begitu perih saat menyentuh luka memar di kakinya. Lebih tepatnya bukan hanya memar, tapi kulitnya sedikit terkelupas.
"Biar aku bantu kak, biar cepat selesai," ujar Abian.
"Tidak perlu. Biar kakak sendiri saja. Kamu pergilah belajar, nanti kamu dimarahi ayah. Jangan sampai kamu merasakan rotan keramat itu, kamu nggak akan sanggup," ujar Ardan.
"Apa yang mau dipelajari, kita baru selesai semesteran. Dua tahun 6 bulan lagi kita akan selesai sekolah. Kakak kuliah, sedangkan aku masuk SMA. Tinggal sedikit lagi, penderitaan kakak akan berakhir," ucap Abian.
"Husssttt...jangan keras-keras, nanti Ayah dengar," ujar Ardan sembari meletakkan jari ditelunjuknya diatas bibir.
"Dia nggak akan dengar. Hitller versi modern itu mungkin tengah mencarikan sepeda bekas untukku," ujar Abian sembari mengoleskan salf dengan perlahan.
"Sepeda? dalam rangka apa? sejak SD kita selalu berjalan kaki, tidak pernah dia mau membelikan kita sepeda," tanya Ardan.
"Aku minta padanya." Jawab Abian.
"Ap-Apa? minta pada Ayah? kenapa kamu lakukan itu? kamu tahu sendiri kalau dia tidak mungkin memberikan sesuatu dengan cuma-cuma," tanya Ardan khawatir.
"Tentu saja. Dia ingin nilaiku selalu bagus, dan aku kembali menjadi juara kelas. Tidak minta hadiahpun dia menginginkan itu kan? dari pada tidak mendapatkan apa-apa, lebih baik minta saja." Jawab Abian dengan senyum kemenangan.
Pukkk
Pukkk
"Kakak akui kamu pintar dan bernyali besar," ucap Ardan.
"Sekarang kita sudah punya satu harta. Kita bisa sekolah dengan sepeda itu. Kita tidak perlu capek jalan lagi. Nanti kalau kakak sudah kuliah, aku akan minta hadiah lain lagi," ujar Abian.
"Jangan ngelunjak. Aku nggak mau kamu bernasib sama sepertiku. Lagipula apa yang ingin kamu minta?" tanya Ardan.
"Motor." Jawab Abian.
"Ckk...gila kamu. Lain kali mungkin bukan rotan yang akan bersarang di kali, tapi alat pemotong rumput Ayah yang akan nancep," ujar Ardan.
Abian membantu Ardan untuk tidur tengkurap. Karena setelah kaki bengkak itu diolesi salf, posisi tidur yang paling enak adalah tengkurap. Karena menurut Ardan itu akan mengurangi rasa nyerinya.
"Aku sudah tidak sabar ingin bersepeda bareng kakak saat masuk sekolah nanti," ujar Abian dari atas ranjang, sementara Ardan tengkurap di ranjang bawah.
"Kakak juga. Tapi bagaimana cara kita mengayuh sepeda? kita kan nggak pernah belajar bersepeda," tanya Ardan.
"Diam-Diam saat disekolah aku selalu meminjam sepeda temanku. Dia selalu mengajari aku bersepeda. Kakak tenang saja, aku sudah bisa kok." Jawab Abian.
"Itu bagus. Nanti kamu ajarkan kakak bersepeda ya!" ucap Ardan
" Pasti." Jawab Abian.
Abian dan Ardan tertidur lelap, sampai sebuah ketukan dikamar mereka membuat keduanya terjaga. Tidak perlu ditanyakan siapa yang mengetuk, karena di rumah itu mereka hanya tinggal bertiga. Sementara ibu mereka sudah lari dengan pria lain sejak Suban mengalami kebangkrutan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
YuWie
kejem temen pak
2024-08-17
0
Mukmini Salasiyanti
aqu udah baca karya kk. Netti
seranjang 3 nyawa taon 2021 an deh...
bagus ceritanya...
ini lht2 list novel,
trus cus deh kesini...
2024-06-13
0
Ta..h
jahat bener mau anak pinter di gebukkin dasar manusia kodok amit deh.
2024-04-22
0