Bab.13. Permintaan Terakhir

"Nisa. Ini paklek bawa uangnya. Sesuai dugaan kita, rentenirnya meminta bunga 50 persen dengan tempo satu bulan. Jadi paklek cuma berani minjam 50 juta, itupun sertifikat rumah paklek yang paklek jaminkan," ujar Surani.

"Kenapa cuma 50 juta paklek?" tanya Anisa.

"Ya kan kamu cuma punya uang 100 juta dari penjualan rumah dan kebun itu. Kalau lebih dari itu, kita mau bayar pakai apa? Paklek ndak mau kalau harus kehilangan rumah paklek karena disita oleh rentenir itu." Jawab Surani.

"Ckk...bodohnya kamu Anisa. Itu artinya sama saja kamu menjual tanah dan rumahmu seharga 50 juta. Apa itu akan cukup sampai bapak sembuh?" batin Anisa.

"Ya sudahlah Paklek. Mau diapakan lagi, sudah terlanjur juga," ujar Anisa.

Surani menyodorkan uang itu pada Anisa, dan Anisa meraih uang itu dari tangan Surani.

"Ya sudah paklek langsung pulang ya! Paklek capek sekali," ujar Surani.

"Makasih Paklek," ucap Anisa.

Setelah Surani pergi Anisa tidak ingin membuang waktu lagi. Dia langsung membayar tagihan rumah sakit, dan mendepositkan semua sisa uang yang dia milikki.

"Sekarang aku harus bagaimana mencari uang buat tagihan selanjutnya. Aku yakin 20 juta itu pasti akan kurang. Ijazahku belum keluar, aku belum bisa memasukkan lamaran di rumah sakit internasional itu," batin Anisa.

"Mbak Nisa. Ada kabar gembira untuk anda," ujar seorang perawat yang tergesa-gesa menghampiri Anisa.

"Ada apa Sus?" tanya Anisa.

"Bapak Sumarno tiba-tiba siuman dan memanggil nama mbak Nisa." Jawab Suster.

Tanpa berkomentar Anisa segera berlari tunggang langgang ke ruangan tempat Sumarno di rawat.

"Ba-Bapak," ucap Anisa lirih diiringi air matanya yang mengucur tanpa di komando.

"Ini suatu mujizat. Bapak Sumarno bisa siuman, padahal beliau masih belum berada di fase aman. Bapak Sumarno selalu menyebut nama anda mbak Nisa," ujar dokter.

Anisa menggenggam tangan Sumarno dan menciumnya berkali-kali.

"Bapak cepat sembuh ya pak! jangan tinggalin Nisa, Nisa ndak mau hidup sendirian. Hiks...." Anisa tidak kuasa menahan isak tangisnya.

"Ndok. Ba-Bapak ingin sekali melihatmu menikah sebelum bapak pergi," ucap Sumarno lirih dari balik sungkup oksigen yang menutupi hidung dan mulutnya.

"Bapak ndak boleh ngomong begitu pak. Bapak pasti sembuh, pasti sehat lagi. Setelah bapak sembuh baru Nisa akan menikah," ujar Anisa.

"Akkhhh..." Nafas Sumarno tersenggal-senggal.

"Ba-Bapak kenapa pak?" tanya Anisa dengan panik.

"Mbak Nisa keluar dulu ya! biar kami tangani dulu bapak Sumarno. Beliau memang belum boleh terlalu banyak komunikasi," ujar dokter.

Anisa yang mengerti langsung keluar dari ruangan itu dan mondar mandir di depan pintu. Anisa mengeluarkan ponselnya dan menghubungi semua saudara Sumarno.

"Ada apa mas?" tanya Sumantri.

"Kata Anisa Sumarno barusan siuman, tapi dia masih kritis." Jawab Surani.

"Ini kesempatan kita mas," ujar Sumantri.

"Kesempatan apa?" tanya Surani.

"Kesempatan kita buat mendapatkan tanda tangan mas Sumarno sebelum dia mati. " Jawab Sumantri.

"Mas sumantri benar. Lebih cepat lebih bagus. Mumpung mas Sumarno belum meninggal, kita bisa meminta tanda tangan pengalihan asetnya yang sertifikatnya ada sama kita. Jadi kita ndak susah lagi buat ngelabuhi Anisa," timpal Sukamto.

"Lalu bagaimana kalau dia menolak? kita ndak mungkin memaksa dia, karena itu terlalu beresiko. Terlebih kalau Anisa sampai tahu kalau sertifikat itu ada sama kita," tanya Surani.

"Mas. kamu bisa mengarang bebas. Biar nanti aku sama Sukamto mengalihkan perhatian Anisa. Mas fokus saja mendapatkan tanda tangan mas Sumarno secepat yang mas bisa." Jawab Sumantri.

"Baiklah kalau begitu besok kita kesana," ujar Surani.

"Jangan nunggu besok mas. Aku ada firasat umur mas Sumarno ndak akan lama lagi. Bagaimana kalau malam ini dia meninggal? jadi sebaiknya kita habis magrib kesana saja," ujar Sukamto.

"Baiklah sepakat," ujar Surani.

Dan sesuai kesepakatan, sehabis magrib Surani dan adik-adiknya pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Sumarno sekalian mengelabuhi saudara tertuanya itu.

"Bagaimana keadaan bapakmu ndok?" tanya Surani.

"Sudah siuman tapi masih lemah." Jawab Anisa .

"Apa belum bisa diajak bicara?" tanya Surani.

"Sudah. Tapi dokter melarang kalau ngobrol terlalu lama, karena bapak harus banyak istirahat." Jawab Anisa.

"Kalau begitu biar mas Surani saja yang masuk buat mewakili kita mas. Sebenarnya aku sangat ingin ngomong sama mas Sumarno, tapi apa boleh buat keadaannya ndak memungkinkan," ujar Sumantri.

"Ya sudah kalau begitu. Nisa, kamu disini dulu sama Paklekmu yang lain," ujar Surani.

"Iya Paklek." Jawab Anisa.

Suranipun masuk kedalam, dengan membawa tas ransel dipunggungnya.

"Mas Sumarno. Mas, ini aku Surani," bisik Surani.

Perlahan Sumarno membuka matanya dan tersenyum kecil kearah adiknya itu.

"Mas cepat sembuh ya! kasihan Nisa mas," ucap Surani.

"Su-Surani. Aku titip Nisa ya! a-aku merasa umurku ndak lama lagi. Aku ingin sekali melihat Anisa menikah, agar ada yang menjaganya," ujar Sumarno lirih.

"Mas. Selain menjengukmu, aku juga membawa sertifikat yang sudah kami temukan. Ternyata Sunarti yang menyimpannya dalam lemari," ujar Surani.

"Aneh sekali. Jelas-Jelas dia sudah tahu aku menanyakan serifikat itu sudah lama. Tapi kenapa baru diberikan sekarang? apa aku salah menebak? apa ini bukan rencana kalian semua?" batin Sumarno.

"Surani. Aku beri kamu kuasa untuk membuat semua sertifikat itu menjadi atas nama Anisa. Aku minta tolong jaga dia Surani, aku percaya kamu pasti bisa mengurus Nisa dengan baik," ucap Sumarno.

"Kalau begitu aku butuh tanda tangan sampeyan mas. Kebetulan aku membawa kertas kosong dan juga materai," ujar Surani.

"Ternyata memang sudah disiapkan sejak awal ya? aku tahu semua aset ini tidak akan sampai pada Anisa. Tapi aku masih berharap suatu saat nanti pintu hati adik-adikku akan terbuka, dan memberikan hak itu pada Anisa. Kalau sekarang aku menolak dan memanggil Anisa juga percuma. Aku malah takut Anisa akan mereka celakai demi aset itu," batin Sumarno.

"Berikan kertas dan penanya," ujar Sumarno.

Dengan semangat Surani mengambil kertas kosong yang sudah dia tempeli dengan dua materai. Sumarnopun menandatangani kertas itu tanpa ragu.

"Ya sudah kalau begitu sampeyan cepat sembuh ya mas. Aku janji akan menjaga Anisa," ucap Surani yang dijawab senyuman hampa oleh Sumarno.

Suranipun keluar dari ruangan itu dengan hati gembira.

"Bagaimana Paklek? apa bapak mau bicara?" tanya Anisa.

"Ya. Dia bilang ingin sekali melihatku menikah. Saran Paklek jangan kamu abaikan pesan itu, bisa jadi itu pesan terakhir. Paklek mengerti bagaimana perasaan bapakmu yang khawatir." Jawab Surani.

"Siapa yang mau menikah dengan buru-buru seperti ini Paklek," ujar Anisa.

"Ada. Rentenir tempo hari ingin mencari istri ketiga, karena kedua istrinya ndak ada yang bisa memberikan keturunan," ucapan Surani benar-benar membuat Anisa geram, tapi dia sebisa mungkin menahan diri.

"Ndaklah Paklek. Anisa sudah punya pacar, nanti biar Anisa bicarakan dulu sama dia," ujar Anisa.

"Ya sudah kalau gitu kami pulang dulu ya Nis. Kabarin Paklek kalau ada apa-apa," ujar Surani.

"Ya Paklek." Jawab Anisa.

Anisa menatap punggung ketiga pamannya itu. Sekarang dia jadi bingung harus mencari pria yang bersedia menikah kilat dengannya, sementara dia sama sekali tidak pernah berpacaran.

Terpopuler

Comments

Isnay Maulani

Isnay Maulani

jahaaaatnya adek2nya demi harta 😠😠😠

2022-10-17

0

Dyana Arsi

Dyana Arsi

ada y manusia kaya bgtu

2022-07-26

0

Lenkzher Thea

Lenkzher Thea

Paman Anisa ko begitu sih, bukan memberi bantuan pada bapak Anisa yang lagi dalam perawatan di rumah sakit, ini malah menncari kesempatan di dalam kesempitan

2022-07-23

1

lihat semua
Episodes
1 Bab.1. Anak Bodoh
2 Bab.2. Berselingkuh
3 Bab.3. Pindah
4 Bab.4. Penderitaan Dimulai
5 Bab.5. Duka Abian
6 Bab.6. Cacat Mental
7 Bab.7. Peringatan Kematian
8 Bab.8. Dikucilkan Keluarga
9 Bab.9. Duka
10 Bab.10. Konspirasi
11 Bab.11. Jangan Tinggalin Anisa
12 Bab.12. Tawaran Menikah
13 Bab.13. Permintaan Terakhir
14 Bab.14. kejujuran Suban
15 Bab.15. Kemarahan Abian
16 Bab.16. Amanat Sumarno
17 Bab.17. Sah
18 Bab.18. Menjemput Suami
19 Bab.19. Pulang Ke Rumah
20 20. Sindiran Mertua
21 Bab.21. Lamaran Kerja
22 Bab.22. Hari Pertama Kerja
23 Bab.23. Gaji Pertama
24 Bab.24. Gosip
25 Bab.25. Bedah Cesar
26 Bab.26. Kenangan Lama
27 Bab.27. Durian Runtuh
28 Bab.28. Berdebar
29 Bab.29. Jadwal Yang Sama
30 Bab.30. Sama-Sama Tidak Pulang
31 Bab.31. Hadiah Motor
32 Bab.32. Cengeng
33 Bab.33. Demam
34 Bab.34. Pisah
35 Bab.35. Hambar
36 Bab.36. Copet Di Mall
37 Bab.37. Bertemu Lagi
38 Bab.38. Mencari Anisa
39 Bab.39. Masih Mencari
40 Bab.40. Undangan
41 Bab.41. Menyebar Undangan
42 Bab.42. Menyakitkan
43 Bab.43. Pembohong!
44 Bab.44. Aku Membencimu
45 Bab.45. Menolak
46 Bab.46. Bergosip Ria
47 Bab.47. Menghindar
48 Bab.48. Senang
49 Bab.49. Tidak Masalah
50 Bab.50. Penyakit Hati
51 Bab.51. Diam
52 Bab.52. Kesalahan
53 Bab.53. Penyesalan Tak Berguna
54 Bab.54. Tidak Terima
55 Bab.55. Putus
56 Bab.56. Murka
57 Bab.57. Pergi Jauh
58 Bab.58. Stres
59 Bab.59. Merindukanmu
60 Bab.60. Positif
61 Bab.61. Klien Besar
62 Bab 62. Liburan
63 Bab.63. Ke Hotel Dulu
64 Bab 64. Berat Hati
65 Bab.65. Ikan Salmon Misterius
66 Bab.66. Tidak Menerima Sedekah Lagi
67 Bab.67. Cinta tidak bisa dipaksakan
68 Bab.68. Takut Ditinggalkan
69 Bab.69. Anisa Kembali
70 Bab.70. Kebenaran
71 Bab.71. SAH
72 Bab.72. Bahagia
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Bab.1. Anak Bodoh
2
Bab.2. Berselingkuh
3
Bab.3. Pindah
4
Bab.4. Penderitaan Dimulai
5
Bab.5. Duka Abian
6
Bab.6. Cacat Mental
7
Bab.7. Peringatan Kematian
8
Bab.8. Dikucilkan Keluarga
9
Bab.9. Duka
10
Bab.10. Konspirasi
11
Bab.11. Jangan Tinggalin Anisa
12
Bab.12. Tawaran Menikah
13
Bab.13. Permintaan Terakhir
14
Bab.14. kejujuran Suban
15
Bab.15. Kemarahan Abian
16
Bab.16. Amanat Sumarno
17
Bab.17. Sah
18
Bab.18. Menjemput Suami
19
Bab.19. Pulang Ke Rumah
20
20. Sindiran Mertua
21
Bab.21. Lamaran Kerja
22
Bab.22. Hari Pertama Kerja
23
Bab.23. Gaji Pertama
24
Bab.24. Gosip
25
Bab.25. Bedah Cesar
26
Bab.26. Kenangan Lama
27
Bab.27. Durian Runtuh
28
Bab.28. Berdebar
29
Bab.29. Jadwal Yang Sama
30
Bab.30. Sama-Sama Tidak Pulang
31
Bab.31. Hadiah Motor
32
Bab.32. Cengeng
33
Bab.33. Demam
34
Bab.34. Pisah
35
Bab.35. Hambar
36
Bab.36. Copet Di Mall
37
Bab.37. Bertemu Lagi
38
Bab.38. Mencari Anisa
39
Bab.39. Masih Mencari
40
Bab.40. Undangan
41
Bab.41. Menyebar Undangan
42
Bab.42. Menyakitkan
43
Bab.43. Pembohong!
44
Bab.44. Aku Membencimu
45
Bab.45. Menolak
46
Bab.46. Bergosip Ria
47
Bab.47. Menghindar
48
Bab.48. Senang
49
Bab.49. Tidak Masalah
50
Bab.50. Penyakit Hati
51
Bab.51. Diam
52
Bab.52. Kesalahan
53
Bab.53. Penyesalan Tak Berguna
54
Bab.54. Tidak Terima
55
Bab.55. Putus
56
Bab.56. Murka
57
Bab.57. Pergi Jauh
58
Bab.58. Stres
59
Bab.59. Merindukanmu
60
Bab.60. Positif
61
Bab.61. Klien Besar
62
Bab 62. Liburan
63
Bab.63. Ke Hotel Dulu
64
Bab 64. Berat Hati
65
Bab.65. Ikan Salmon Misterius
66
Bab.66. Tidak Menerima Sedekah Lagi
67
Bab.67. Cinta tidak bisa dipaksakan
68
Bab.68. Takut Ditinggalkan
69
Bab.69. Anisa Kembali
70
Bab.70. Kebenaran
71
Bab.71. SAH
72
Bab.72. Bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!