"Mas nuduh aku nyuri sertifikat itu?" tanya Sukamto adik bungsu Sumarno.
Sudah Sumarno duga, adiknya bakal salah paham dengan pertanyaannya tentang sertifikat itu. Sukamto orang terakhir yang dia hubungi, namun respon dari ketiga adiknya sama. Seolah mereka punya jawaban kompak.
"Mas cuma nanya. Mas pikir sertifikatnya kamu yang simpan. Kalau kalian bertiga tidak menyimpannya, berarti sertifikat itu sudah hilang." Jawab Sumarno.
"Tapi aku ndak nyimpan sertifikat sampeyan. Lagipula salah sampeyan sendiri kenapa bisa ceroboh. Sertifikat penting malah sembarangan nyimpan," ucap Sukamto.
"Ya sudah kalau kamu ndak nyimpan sertifikat itu. Nanti Mas bisa nanya salinan sama notaris yang mengurus pembuatan sertifikat itu," ujar Sumarno yang kemudian mengakhiri percakapan itu.
"Kalau dia bisa buat sertifikat yang baru, berarti sia-sia kami menyembunyikan sertifikat itu. Mas Surani sedang menyiapkan surat akta jual beli, bagaimanapun caranya semua aset Mas Sumarno harus jatuh ketangan kami. Aku harus menghubungi Mas Surani dan Mas Sumantri dulu," gumam Sukamto.
Sukamto kemudian menghubungi dua saudaranya yang lain, agar segera berkumpul di rumahnya. Setelah menunggu sekitar 30 menit, Surani dan Sumantri datang dengan mobil mereka.
"Pokoknya aku ndak rela kalau Mas Sumarno dapat bagian yang setara dengan kita Mas," ujar Sumantri.
"Iya Mas. Lah wong kita yang mengelola perkebunan dan peternakan selama ini. Tapi kenapa dia dapat bagian yang sama? lagipula dia ndak cocok ngelolah bisnis perkebunan besar seperti itu. Otaknya pasti ndak nyampai. Lah wong cuma tamat SD. Mana bisa dia itung-itungan yang benar," timpal Sukamto.
"Jadi apa rencana kalian? apa kita harus menipunya dengan memaksanya menandatangani akta jual beli, atau melenyapkannya saja?" tanya Surani.
"Aku malah setuju opsi yang kedua Mas. Soalnya ndak merepotkan." Jawab Sukamto dengan enteng.
"Bulan depan Anisa wisudah. Mereka pasti menghadiri acara itu bukan? bagaimana kalau kita melaksanakan rencana kita di hari itu?" tanya Surani.
"Kenapa harus bulan depan Mas? itu terlalu lama," tanya Sumantri.
"Karena cuma di hari itu mereka akan berpergian jauh dan melewati jalan yang bisa menunjang rencana kita. Kalau rutenya cuma ke pasar, itu terlalu dekat dan sulit melancarkan aksi kita." Jawab Surani.
"Jadi apa yang mas rencanakan?" tanya Sukamto.
"Dia sangat sayang dengan hartanya mobil pick up pengangkut sayur itu. Maka biarkan mobil itu yang akan menemani perjalanan terakhir mereka." Jawab Surani dengan seringai dibibirnya.
"Apa kita harus melenyapkan Anisa juga?" tanya Sukamto.
"Kenapa kamu pusing-pusing memikirkan calon perawat itu? biarkan saja dia mewujudkan mimpinya menjadi perawat di akhirat. Barangkali ada malaikat yang sakit, dan butuh dirawat olehnya." Jawab Surani yang kemudian dijawab kekehan oleh Sukamto dan Sumantri.
"Keponakkanku yang malang. Bahkan dia belum sempat menikmati hasil dari perjuangan kuliahnya selama 4 tahun lebih," ujar Sukamto terkekeh.
"Sekarang tugas kalian adalah mencari orang yang bisa melaksanakan tugas merusak rem mobil butut itu," ujar Surani.
"Baik mas." Jawab Sukamto.
*****
Satu bulan kemudian....
"Loh. Kamu kok sudah siap ndok? terus bapak sama buk'e bagaimana?" tanya Kusmini.
"Iya ndok. Apa kami ndak jadi diundang?" tanya Sumarno.
"Jadi dong pak. Kehadiran kalian itulah yang paling penting. Karena acara akan dimulai jam 9, kami sepakat akan melakukan latihan terkhir biar acaranya berjalan lancar." Jawab Anisa.
"Jadi bapak sama buk'e perginya agak siang ndak apa-apa. Yang penting kalian harus hadir ya!" sambung Anisa.
"Ya pasti datang. Nanti jam 10 kami datang kesana," ujar Sumarno.
"Buk'e sudah ndak sabar melihat kamu jadi Sarjana ndok," timpal Kusmini.
"Ya udah Anisa pergi duluan kalau gitu buk'e," ujar Anisa sembari mencium kedua tangan kedua orang tuanya.
Namun sebelum benar-benar pergi, Kusmini ingin sekali memeluk putri semata wayangnya yang tengah menggunakan baju toga itu. Setelahnya Anisa pergi dengan melambaikan tangannya sebelum menaiki motor tukang ojek.
Suasana gedung tempat acara wisudah tampak ramai. Setelah waktu menunjukkan pukul 9, acara intipun dimulai. Kata sambutan telah disampaikan oleh pihak kampus yang berwenang. Hingga tibalah saat seorang pembawa acara mengatakan saatnya pengumuman mahasiswi yang mendapat nilai terbaik juga IPK terbesar.
"Untuk lulusan terbaik atau lulusan Cumlaude pada angkatan ini diberikan pada mahasiswi yang bernama Anisa khumairah dengan IPK 3.98. Cindy dengan IPK 3.85, dan Maria dengan IPK 3.75. Ketiga mahasiswi lulusan terbaik akan mendapatkan hadiah dari kampus, uang senilai 5 juta, Beasiswa untuk mengambil pendidikkan profesi ners secara gratis," ucap pembawa acara.
"Dan kabar baik lainnya adalah. Ketiga lulusan terbaik akan ditarik oleh rumah sakit internasional tanpa melalui tes terlebih dahulu," ucapan pembawa acara itu disambut tepuk tangan meriah oleh semua orang yang hadir.
Anisa menutup mulutnya karena sangat terharu. Dia sangat senang, karena dia tidak kesulitan lagi memperoleh pekerjaan.
"Bapak sama buk'e pasti bahagiakan mendengarnya?" batin Anisa dengan dada yang berbunga-bunga.
"Kami persilahkan untuk lulusan terbaik agar maju kedepan untuk menerima hadiah, piagam, dan formulir pendaftaran ke rumah sakit internasional," ujar pembawa acara.
Anisa dan kedua temannya segera naik keatas panggung, untuk menerima semua hadiah yang akan diberikan untuk mereka. Mata Anisa mencari kesana kemari keberadaan kedua orang tuanya, namun sama sekali tidak melihatnya.
"Silahkan siapa yang akan memberikan perwakilan diantara kalian, untuk memberikan ucapan terima kasih mungkin," ujar Pembawa acara.
Anisa bergegas maju. Karena dia ingin mengungkapkan semua isi hatinya.
"Saya Anisa khumairah. Saya ucapkan terima kasih banyak pada Rektor, dosen, dan semua pihak yang terlibat dalam mendidik kami sampai kami menjadi anak yang berguna. Saya bangga menjadi lulusan dari Almamater kampus ini. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih banyak untuk kedua orang tua saya, yang tidak pernah lelah berjuang untuk menyekolahkan saya meskipun penghasilannya hanya dari menjual sayuran di pasar," air mata Anisa mulai merebak.
"Bapak, buk'e. Semoga dengan menjadi lulusan terbaik, akan membuat kalian bangga dan lelah kalian menjadi terbayar," ucapan Anisa disambut tepuk tangan meriah oleh semua orang yang hadir. Namun diantara mereka, Anisa sama sekali tidak melihat keberadaan orang tuanya.
"Paklek Surani? kenapa dia datang kemari?" batin Anisa.
Surani terlihat berbicara dengan salah satu dosennya. Dosen itu kemudian menyampaikan pada pembawa acara, yang membuat wajah pembawa acara itu jadi muram sembari menoleh kearah Anisa.
"Anisa. Orang tuamu pasti bangga mempunyai anak pintar sepertimu meskipun mereka tidak bisa mengatakannya sekalipun," ucap pembawa acara yang membuat dahi Anisa mengerut.
"Anisa. Kami harap kamu harus bersabar saat mendengar kabar yang membuat kita semua jadi berduka. Tapi saat ini kedua orang tuamu tengah berada di rumah sakit karena mengalami kecelakaan,"
Plukkkk
Semua berkas, uang, yang Anisa pegang jatuh diatas karpet panggung. Suasana mendadak hening, Anisa yang berhasil mengumpulkan kesadarannya segera turun dari panggung setelah memungut barang-barangnya yang terjatuh. Anisa berlari kearah Surani dan segera minta diantarkan ke rumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
pasti ulah saudara dari ayah Anisa
2023-06-06
0
Iin Indrawati
Nurse bukan ners yg artinya suster, jd kl bisa lihat di kamus, ini cuma masukkan aja ya thor
2023-01-07
1
Audya
Telat datengnya dong?
2022-10-13
0