Final Judgement! (2)

"Bardolf?" Ran sangat terkejut melihat Bardolf yang masuk ke dalam ruang sidang.

Dan bukan hanya Ran saja yang terkejut...

"Siapa anak itu?"

"Aku tidak pernah melihatnya?"

"Jangan-jangan dia orang bayaran?"

Orang-orang yang sebelumnya hanya bisa merintih di tanah, sudah mulai bangkit satu persatu.

Mereka berbisik-bisik tentang Bardolf, tapi tidak ada satu pun yang berani ribut karena takut dengan pihak sekolah.

Ran mengepalkan tangannya Jangan-jangan tujuan mereka itu? Sebuah tebakan muncul dalam pikiran Ran. Ia berpikir tentang skenario kotor yang sudah direncanakan.

"Hey psst." Tiba-tiba ada orang yang berbisik pada Ran.

Ran menoleh kebelakang dan melihat seorang pria dewasa berpakaian rapih dengan memakai kacamata hitam.

Orang itu bertanya sambil berbisik "Hey, kau yang bernama Ran kan?"

Ran merasa bahwa orang ini sangat mencurigakan, Ran sangat tahu dan sadar dengan hal itu. Tapi, kalimat yang keluar dari mulut Ran malah "Ya, benar."

Wajah orang itu langsung tersenyum senang "Bagus!"

Dan sekejap kemudian, Ran langsung ditarik ke tempat lain tanpa bisa melawan.

______________________________________________

Di dalam ruangan sidang...

Suasana menjadi tegang hanya dengan kemunculan Bardolf, para pengawas dari Departemen pengawasan Hyper cemberut karena tidak senang.

Sementara dari pihak murid Hyper kebalikannya, mereka semua tersenyum mengejek seolah-olah sudah memenangkan persidangan ini.

"Ekhem... Ekhem...." Hakim berdeham untuk memecahkan situasi ini, dan bertanya "Sebelum dimulai kembali, saya ingin bertanya, siapa murid yang ingin dijadikan saksi oleh pihak tergugat."

Pengacara wanita itu menjawab "Ah~ Maafkan saya yang lupa memperkenalkan anak muda ini. Anak ini adalah salah satu murid sekolah ini, karena itu-"

"Saya keberatan." Pengawas Farizi lagi-lagi memotong ucapan pengacara itu. "jika dia salah satu murid disini, mungkin saja dia berpihak kepada para pelaku, karena saya dengar, salah satu dari para pelaku memiliki kekuasaan diantara para murid."

Tapi, jangankan marah, pengacara wanita tersebut malah tersenyum tenang dan bertanya "Itu saja keluhan anda? Tidak ada lagi keluhan, jika ada tolong sekalian dikeluarkan saja, agar anda tidak perlu memotong ucapan saya lagi."

"Tiiiiidak! Hanya itu saja, tapi mungkin akan ada lagi jika aku mendengar omong kosong yang baru dari seorang wanita tua dengan mulut besar."

Sekilas, pengacara wanita itu terlihat sedikit kesal, tapi ia dengan lihainya menyembunyikan kekesalannya dibalik senyumannya dan lanjut berbicara. "Ekhem, baiklah, saya akan menajwab terlebih dahulu keluhan dari bapak pengawas. Memang benar ia murid dari sekolah ini, dan memang benar juga jika salah satu pelaku memiliki kekuasaan dan bawahan di sekolah. Tapi tenang saja, murid yang kami pilih berasal dari kelas lain untuk meminimalisir keberpihakan. Karena itu...." Pengacara wanita itu menjelaskan secara panjang lebar.

Pengawas Farizi tampak jengkel, dan dengan terang-terangan mengejek dengan meniru gerakan bibir pengacara wanita itu dengan cara yang menyebalkan.

Pengacara wanita itu sadar dengan pengawas Farizi yang mengejeknya. Wajahnya tampak jengkel sesaat, kemudian ia berhenti dan bertanya ke pengawas Farizi.

"Maaf pak, ada apa dengan anda? Sepertinya anda tidak suka dengan saya?"

Pengawas Farizi menjawabnya dengan santai "Ah tidak kok, hanya saja, mulut saya sedikit pegal, makanya dari tadi saya gerak-gerakkan sedikit agar tidak kaku."

Pengacara wanita itu tetap mempertahankan senyumnya walau dia sudah tampak sedikit rasa jengkel di wajahnya "Ohhh~~~ Seperti itu, tolong jaga kesehatan anda dengan benar yah, jangan bekerja terlalu berlebihan.

Walau di luar pengacara itu tersenyum dengan ramah, tapi di dalam hatinya, terdapat rasa kesal dan jengkel terhadap pengawas Farizi Dasar pria tidak sopan, mau sampai kapan ia keras kepala seperti itu? Lebih baik akhiri ini dengan cepat.

Pengawas Farizi bisa membaca Pengacara itu dengan jelas, mereka berdua sama-sama keras kepala, tidak ada yang mau mengakhiri sidang ini dengan mudah. Maaf sekali yah nyonya, kredibilitas departemen kami dipertaruhkan disini, jika kami membiarkan kalian menang, kepercayaan masyarakat kepada kami akan hilang. Sulit untuk mengatas kritik dan protes yang akan datang nantinya

Tok! Tok! Tok Hakim sekali lagi mengetuk palunya.

"Tolong jangan mendebatkan hal yang tidak penting, saya sudah paham dan akan menerima kesaksian dari murid Bardolf Gentz. Pertanyaan akan diajukan oleh saya."

Bardolf maju hingga ke depan hakim. Ia berdiri tegak dengan ekspresi yang tenang, sekaligus gelisah.

Hakim bersiap untuk memberikan pertanyaan pertama "Pertama, berikan kesaksian anda terhadap sikap dari guru Sukmiaji."

Bardolf menarik napas panjang, kemudian menjawab "Sejauh yang saya lihat, pak Aji hanyalah guru normal, tapi terkadang, pak Aji seperti pilih kasih bahkan memihak kepada beberapa murid."

Pak Aji yang mendengar kesaksian Bardolf sangat terkejut, ia secara refleks berdiri dari kursi "A-Apa? Nak Bardolf, apa yang kamu katakan? Kapan saya pernah pilih kasih pada para murid."

Tok! Hakim memberi peringatan.

"Diam! Dia belum selesai, selama saksi belum selesai memberikan kesaksian, tidak ada yang boleh menyahut atau pun menyanggah." Hakim menghentikan protes pak Aji.

Pak Aji hanya bisa pasrah dan kembali duduk.

Hakim kembali bertanya kepada Bardolf. "Bisa berikan contoh tindakan pilih kasih yang dilakukan guru Sukmiaji?"

Bardolf menjawab "Dari yang saya lihat, pak Aji sering memberikan hak istimewa kepada murid bernama Ran, saya pernah lihat pak Aji memberikan izin kepada Ran untuk masuk ke gedung olah raga saat ujian kelulusan lebih dulu dibanding para murid lainnya. Padahal, berdasarkan aturan sekolah, murid belum boleh masuk ke gedung olah raga untuk menghindari kecurangan."

Hakim memandangi Bardolf, kemudian bertanya pada pak Aji "Apakah itu benar?"

Pak Aji tidak bisa menjawabnya dengan benar "I-Ituuu...."

Melihat perilaku pak Aji, hakim menarik kesimpulan sendiri "Jika tidak bisa menjawab, saya akan menganggap bahwa anda memang melakukan diskriminasi dengan memberikan perhatian dan hak istimewa pada satu siswa."

Pak Aji tertunduk lesu, pengawas Farizi juga sedikit kesal karena hal ini.

Hakim kembali bertanya pada Bardolf "Berikutnya, bagaimana awal mula dari kejadian penyerangan yang dilakukan para siswa kepada sang guru? Tolong berikan kesaksian dengan sejujur mungkin."

Bardolf terdiam sebentar, tampak seperti sedang memikirkan apa yang harus dikatakan. Tepat sebelum 1 menit berlalu, Bardolf menjawab "Saya tidak melihatnya dengan jelas karena ada di kelas saat itu, tapi dari yang saya lihat, Pak Aji yang duluan memprovokasi, saya melihat pak Aji berteriak marah kepada para murid tanpa alasan yang jelas."

Pak Aji sekali lagi sangat terkejut, ia refleks ingin berdiri dan membantah ucapan Bardolf, tapi pengawas Farizi menahan Pak Aji dengan satu tangannya.

Pak Aji menatap pengawas Farizi dengan pandangan frustasi, dan pengawas Farizi balas menatap dengan pandangan tajam yang seolah-olah berkata 'tolong Diam saja'

Pak Aji menelan ludah melihat pandangan tajam dari pengawas Farizi, dan memutuskan untuk duduk dengan tenang, dan menyerahkan semuanya kepada Departemen pengawasan Hyper.

Hakim dan Bardolf lanjut tanya jawab.

Jawaban Bardolf sebenarnya tidak selalu salah, dia hanya mengurangi cerita yang diperlukan untuk tahu bahwa pak Aji tidak salah. Tapi, cukup hanya dengan itu, pak Aji terus menjadi pihak yang salah.

Pak Aji semakin menunduk setiap mendengar jawaban Bardolf yang terus mendorongnya ke jurang kehancuran.

Sebaliknya, pengawas Farizi justru terlihat tenang menghadapi masalah ini.

.

.

Hakim telah selesai bertanya kepada Bardolf.

Hakim melirik ke arah pak Aji dengan tatapan yang sinis.

"Baiklah, saya sudah mengambil kesimpulan..."

Pak Aji sangat terkejut mendengarnya, tapi ia sama sekali tidak bereaksi, kelihatan seperti sudah menyerah.

Hakim mengambil palunya, kemudian "Baiklah, dengan ini, keputusan saya adalah...." Hakim mengangkat palunya.

Pengacara wanita di seberang tersenyum puas, para murid juga tersenyum seolah sudah menduga situasi ini.

Tapi....!

Ada satu orang yang melakukan gerakan yang sama sekali tidak terduga.

Dia adalah...

Pengawas Farizi. "Tunggggguuuuu Dulu!!!" Pengawas Farizi mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan menghentikan hakim dengan suara yang sangat lantang.

Hakim langsung berhenti, pengacara wanita di seberang langsung melirik ke arah pengawas Farizi dengan tatapan geram dan jengkel.

Pengawas Farizi hanya tersenyum menanggapi semua tatapan kesal yang mengarah padanya. "Pak Hakim yang terhormat, sebelum anda membuat keputusan, saya juga ingin mengajukan sesuatu."

Hakim menaruh kembali palunya dan bertanya kepada pengawas Farizi dengan kesal "Apa yang ingin anda ajukan?"

Pengawas Farizi tersenyum tenang dan mengangkat tangannya dan menunjuk Bardolf "Sederhana saja, saya juga ingin mengajukan saksi seperti anak itu."

Pengacara wanita di seberang pengawas Farizi tidak bisa lagi menahan kesabarannya, ia menggebrak meja dengan marah dan mengajukan pertanyaan yang penuh dengan emosi "Apa? Omong kosong macam apa itu? Anda mendadak ingin mengajukan saksi di akhir persidangan? Pak Hakim, jangan dengarkan pria ini, semua yang dikatakan dari dalam mulutnya penuh dengan omong kosong."

Brakkk! Hakim menggebrak meja untuk menenangkan si pengacara yang terbawa emosi "Tolong tenang nyonya, anda boleh menyampaikan pendapat, tapi tolong sampaikan dengan sedikit lebih tenang."

Pengacara wanita itu baru tersadar dengan sikapnya yang terbawa emosi, wajahnya memerah dan kembali duduk dengan penuh malu.

Pengawas Farizi yang melihat itu tersenyum mengejek Heh! Rasakan itu!

Hakim pun bertanya pada pengawas Farizi terkait alasannya yang mendadak ingin mengajukan saksi. "Baiklah pak pengawas, tolong jelaskan kenapa anda ingin mengajukan saksi di akhir persidangan? Harusnya jika anda memang ingin mengajukan saksi, tolong lakukan dari awal."

Pengawas Farizi dengan santai menjawab "Sederhana saja, itu karena, jawaban dari anak itu sangaaaattttt penuh dengan keraguan, entah berapa kali saya mendengar kalimat saya tidak melihatnya dengan jelas Atau Sepertinya. Benar-benar tidak percaya diri sekali bukan? Yahhhh, hal itu bisa diwajari karena saksi hanya melihat dari jauh, jadi wajar saja jika ia tidak melihat kondisinya dengan jelas. Benar begitu bukan?"

Pengacara wanita itu beserta para murid menelam ludah bersamaan, walau mencoba tenang, ekspresi panik mereka tetap terlihat dengan sangat jelas.

Pengawas Farizi melihat ekspresi panik mereka dan tersenyum kecil. Kemudian berkata "Karena itulah, saya ingin mengajukan saksi yang berasal dari kelas yang sama dengan para pelaku tapi tetap netral."

Semua yang di ruangan merasa terkejut. Tidak ada yang menduga akan ada pihak seperti itu.

Pengawas Farizi tersenyum, ia mengangkat pergelangan tangannya yang memakai jam tangan dan mengarahkannya ke mulut. Kemudian berbisik kecil "Bawa anak itu masuk sekarang"

Pintu masuk ke ruangan mendadak terbuka, hanya dalam beberapa detik setelah perintah itu diberikan.

Dari dalamnya, keluar seorang anak laki-laki berambut putih dengan ekspresi kebingungan, di sampingnya ada seorang pria kekar dengan setelan jas lengkap mendampinginya.

Semua orang sangat terkejut dengan kemunculannya.

Anak itu?

Siapa dia?

Di-Dia?

Dia adalah anak laki-laki biasa, namun dikenal dengan cara yang menyedihkan.

Ran

Semua orang yang mengenalnya, menyerukan namanya dalam hati mereka secara bersamaan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!