3 hari berlalu semenjak kabar pengadilan akhir untuk pelaku penyerangan pada warga sipil yang dilakukan oleh para murid dengan status Hyper.
Hari ini adalah hari persidangan akhir dilaksanakan.
"3 hari berlalu dengan cepat yah...." Ran berkata dengan nestapa sambil berbaring dan melihat langit-langit.
Ran merasa tidak bersemangat, karena, ketika ia melihat berita tentang kasus penyerangan ini, tidak sedikit yang ternyata mendukung mereka.
Ada beberapa orang yang mendukung para pelaku penyerangan dengan berbagai alasan, misalnya "Karena mereka masih remaja" "penyerangan yang dilakukan tidak terlalu parah" dan lain sebagainya.
Hal ini sangat membuat Ran frustasi.
"Hak asasi murid? Omong kosong macam apa itu? Ahhhhhh!!!! Ini membuatku sangat frustasi."
Ran berteriak sambil menendang-nendang angin.
Setelah puas menendang angin dan berguling-guling, Ran berdiri dan berkata "Mungkin aku harus menonton persidangannya."
Tepat setelah itu, Ran langsung pergi ke kamar mandi.
Ran sebenarnya tidak begitu minat untuk menonton pengadilan mereka, tapi entah mengapa, dia merasa akan menyesal jika tidak menonton pengadilan mereka.
"Sip, sudah siap." Ran baru saja selesai memakai hoodie berwarna hitam legam.
Ran berniat menyamar untuk menonton pengadilan tersebut, ia menguncir rambutnya keatas lalu memakai topi, ia juga mengenakan kacamata dan masker, serta hoodie agar tidak dikenali.
"Kalau seperti ini, pastinya tidak akan ada yang mengenaliku kan?." Ran berjalan keluar dari rumahnya.
Jam sudah menunjukkan jam 8 pagi.
Pengadilannya akan dimulai jam 10, masih ada 2 jam lagi, jadi santai saja berangkatnya.
Ran berjalan dengan santai, atau mungkin lebih tepatnya, dengan langkah yang berat.
Ran adalah tipe orang yang mudah termakan emosi, walau tahu dirinya lemah, Ran sering kali terpancing untuk berkelahi dan berakhir kalah dengan menyedihkan.
Dan saat penyerangan pak Aji, merupakan salah satu puncak kemarahannya.
Ran sangat yakin, tidak sedikit Hyper angkatannya yang dendam dengan dirinya.
Karena itu, Ran sengaja berpenampilan berbeda dengan biasanya, bahkan ia memakai topi untuk menutupi rambut putihnya, agar tidak ada yang mengenalinya. Tidak peduli walau itu membuatnya tampak seperti seorang Stalker
Tapi sekarang mau ngapain dulu yah? Ran berhenti dan berpikir sejenak tentang apa yang harus ia lakukan untuk menghabiskan waktu.
Mungkin sarapan adalah jawaban yang tepat
Dan begitulah waktu Ran akan habis untuk mencari tempat makan yang murah.
.
.
.
2 Jam berlalu....
Ran sudah berdiri di depan gerbang sekolahnya setelah berputar-putar mencari tempat makan.
Didalam sekolah, sudah terlihat banyak orang yang juga ikut menyaksikan persidangan ini.
Rasanya seperti sudah lama yah.... Ran sedikit bernolstagia melihat gerbang sekolahnya. Tapi dalam sekejap, berbagai ingatan buruk ketika dianiaya, dihajar, dibully, dipalak dan diperlakukan seperti anak buangan, muncul diingatannya.
Ran langsung merinding ketika ingatan buruknya muncul.
Hikhhhhh.... Aku ingin cepat-cepat lulus dari sekolah ini.
Kemudian, Ran masuk kedalam sekolah.
Di depan gedung utama, terdapat layar raksasa yang menyiarkan secara langsung persidangan yang dilakukan di aula sekolah.
Di layar, kamera menyorot wajah-wajah yang mengikuti persidangan. Ada para murid yang menjadi tersangka penyerangan di sisi kiri, dan pak Aji sebagai korban dengan di dampingi oleh Departemen pengawasan di samping kanan.
Di tengah mereka, ada hakim selaku pihak netral.
"Perhatian... Sidang akan segera dimulai, dimohon untuk para penonton agar tidak memasuki ruang sidang demi lancarnya persidangan. Untuk pengertiannya, kami ucapkan terimakasih." Suara pengumuman muncul dari speaker sekolah. Suasana menjadi intens dan tegang hanya karena pengumuman pendek tersebut.
Orang-orang langsung fokus ke layar yang menyiarkan persidangan. Ran pun juga sama, ia fokus melihat layar, ia berusaha untuk bisa menangkap semua adegan tanpa kehilangan satu detik pun.
Tok! Suara palu dari hakim menjadi tanda dimulainya sidang. "Untuk penggugat, dipersilahkan mengajukan gugatannya."
Pengawas Farizi berdiri sambil membawa secarik kertas. Ia berdeham sebentar sebelum berbicara "Ekhemm!... Seperti yang kita semua tahu, bahwa pada tanggal 6 februari tahun 2020, terjadi penyerangan yang dilakukan oleh para Hyper berstatus murid, kepada seorang guru berinisial 'S'. Dan berdasarkan undang-undang terkait perlindungan terhadap warga sipil, para Hyper dilarang keras untuk menyerang warga sipil dengan sengaja, dan jika dilakukan akan mendapatkan hukuman yang berat. Jika sang Hyper berstatus Ranker, maka hak istimewanya akan dicabut dan akan diberhentikan sementara selama sekurang-kurangnya 4 tahun. Jika masih berstatus sebagai murid, maka akan mendapatkan hukuman pengulangan kelas selama 1 tahun. Tapi, melihat dari seberapa parah luka yang dialami korban, serta tindakan pelaku yang tidak kooperatif karena menyerangan pengawas dari Departemen pengawasan Hyper, maka kami menuntut hukuman pengulangan kelas selama 3 tahun. Sekian." Pengawas Farizi selesai dan kembali duduk.
Semua yang menonton langsung ribut, banyak yang mendukung gugatan, tapi tidak sedikit yang mengecamnya.
"Benar itu! Para makhluk barbar itu tidak boleh dibiarkan seenaknya!"
"Hukum mereka!!!"
"Kalian gila!? Mereka hanya anak-anak, kemana hak asasi mereka?"
"Omong kosong! Buat apa hak asasi untuk mereka?!"
"Tidak perlu beri ampun!"
"Dasar kalian orang tidak punya hati!!!!"
"Apa katamu? Dasar penjilat!!!"
Suasana menjadi ricuh, semua yang menonton tidak bisa tenang, mereka saling menyerang satu sama lain karena tidak mau kalah.
Bzzzt... Bzzttt.... Terdengar suara listrik statis dari speaker sekolah.
Tapi hanya Ran yang mendengarnya, semua orang sibuk berkelahi sehingga tidak mempedulikan hal tersebut.
Pasti "Itu" Ran langsung menutup telinganya dengan jarinya, seakan-akan tahu apa yang akan muncul.
"DIAMMMMMMMM!!!!!!!!!!" Suara keras muncul dari speaker.
Ngingggggg...... Suara berdengung muncul setelahnya.
Akibat dari suara itu, orang-orang yang tadinya berkelahi, berubah menjadi merintih kesakitan.
"Akhhh.....! Telingaku...."
"Kepalaku serasa mau pecah..."
"Be-Berdarahhhh... Telingaku berdarah.... Arghhh..."
Fuhhhh... Aku beruntung karena menyadarinya duluan. Beruntung Ran sudah bersiap, sehingga ia tidak sampai kesakitan. Walau tetap terasa pusing.
Suara kembali muncul dari speaker sekolah, tapi kali ini dengan volume yang normal. "Sekali lagi kami peringatkan, agar tidak membuat kekacauan, kami mengizinkan persidangan ini menjadi terbuka karena permintaan masyarakat, tapi kami tidak bisa mentolerir jika terjadi kericuhan akibat sidang ini. Dimohon sikap bijaknya agar tidak terjadi kejadian yang tidak diinginkan. Sekian." Suara itu hilang, meninggalkan puluhan orang yang merintih sambil menggeliat kesakitan di tanah.
Ran tidak mempedulikan mereka, dan kembali melihat layar. Sekarang giliran terdakwa membela diri. Di layar, tampak seorang ibu-ibu berpakaian rapih yang sepertinya merupakan pengacara yang disewa oleh pihak tergugat "Kami akui, jika sikap yang dilakukan anak-anak memang berlebihan, dan tentu saja melanggar banyak peraturan. Tapi, kami mohon agar tidak menyimpulkan terlalu dini."
Ran menjadi sangat kesal ketika melihat pengacara tersebut, dalam hatinya, Ran mengomel Jika sudah tahu mereka salah, cepat hukum mereka, buat apa diadakan persidangan seperti ini?
Pengacara itu lanjut berbicara "Sebelum menarik kesimpulan, kita lihat dulu bagaimana usia pelaku, para pelaku merupakan remaja. Diusia remaja, emosi mereka masih belum stabil, adalah wajar jika mereka melakukan 1-2 kesalahan. Sela-"
"Maaf, tapi hal itu tidak bisa dijadikan pembelaan." Pengawas Farizi mendadak memotong ucapan pengacara tersebut.
Tok. Tok. Tok... Hakim menghentikan Farizi dan memberinya peringatan "Dimohon agar tidak memotong ucapan sebelum selesai."
Pengawas Farizi langsung diam, melihat hal tersebut, pengacara wanita itu sedikit tersenyum, kemudian lanjut berbicara lagi. "Ekhem, seperti yang tadi saya ucapkan, para remaja seusia mereka, memiliki emosi yang tidak stabil. Dan lagi, mereka adalah remaja dengan status seorang Hyper. Berdasarkan survei tahunan, jumlah remaja dengan status Hyper memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dari remaja biasa. Ini disebabkan oleh tanggung jawab dan tekanan besar yang mereka terima meski mereka masih sangat muda. Karena itulah, sebenarnya, para orang dewasa juga memiliki andil pada masalah ini, kitalah yang mendorong para remaja muda ke arah yang salah. Karena itu kami mengajukan agar hukuman pengulangan kelas, diganti menjadi hukuman disipliner selama 1 bulan, pada waktu singkat itu, kita para orang dewasa harus bisa membimbing mereka agar tidak salah jalan."
Ran menggigit bibirnya, dia merasa sangat marah mendengar ucapan wanita tersebut Apa katamu? Mental yang belum stabil? Seenaknya saja, jadi menurutmu, segala tindakan mereka bisa dimaafkan hanya karena mereka masih remaja? Omong kosong!
Hakim berdeham dan berkata "Ekhem, baiklah, kami berikan kesempatan bagi penggugat untuk kembali berbicara."
Pengawas Farizi kembali berbicara "Mental yang belum stabil? Belum stabil yah? Yah~ Baiklah, anggap saja seperti itu, tapi anda tahu kan, masalah ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Walau Hyper adalah variabel penting dalam masyarakat, tapi masih banyak masyarakat yang hidup dalam ketakutan dengan Hyper. Jika masalah ini diselesaikan begitu saja, respon dari masyarakat akan sangat meledak."
Kini, giliran pengacara wanita itu yang berbicara "Tentu kami tahu, tapi hukuman yang hendak diberikan terlalu berlebihan, sebagai seorang Hyper dan juga Ranker yang bekerja di pemerintahan, anda tahu kan apa dampaknya jika terlambat lulus sekian lama? Ada banyak Hyper berbakat yang akan kehilangan kesempatan jika mereka terus terjebak di sekolah."
"Jadi maksud anda kami harus mendengarkan permintaan dari pelaku yang bersalah demi masa depan pelaku? Bukankah itu hal yang lucu?"
"Tentu saja tidak, saya sedikit lupa, dari pihak kami akan bersedia membayar ganti rugi pada korban, sebanyak yang dibutuhkan."
"Ini bukanlah masalah uang dasar ******."
"A-Apa? Kau menyebutku ******? Dasar pria rendahan yang tidak menghargai wanita."
"Maaf saja, tapi aku hanya akan menghormati orang yang pantas dihormati saja."
Tok. Tok. Tokk! Hakim kembali menghentikan debat "Cukup! Saya akan memberi peringatan kepada kalian berdua, tidak boleh ada lagi tindakan provokasi, tolong berbicara lah dengan tenang tanpa ada ucapan yang memprovokasi"
Kedua pihak berdeham, kemudian pengawas Farizi yang memulai kembali percakapan "Maaf~ saya sedikit berlebihan, tapi menurut saya, hal ini tidak akan selesai jika melihat dari sudut pandang kami berdua. Menurut saya, setidaknya perlu saksi dari pihak netral."
Pengacara wanita tersebut tersenyum mendengar ucapan pengawas Farizi "Oh~ Hal itu tidak perlu dipusingkan, sebelum memulai sidang ini, saya sudah bertanya-tanya kepada beberapa murid dan meminta salah satu murid tersebut untuk menjadi saksi. Silahkan masuk nak~"
Pintu aula terbuka, dari dalam pintu, muncul seorang anak laki-laki bermata sipit.
"Ba-Bardolf!?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments