Without You
Senja sudah berlalu kini berganti dengan malam yang kelabu, tidak ada yang sepesial dari malam ini. Karna malam ini dan malam sebelumnya, bagiku adalah sama saja tidak ada bedanya.
Namun malam ini tidak biasa seperti malam-malam yang lainnya.
Karna biasanya sekitar pukul 21.45 malam, adalah waktu nya aku untuk menutup Kafe ku aduh ralat maksudnya Kafe milik Abi, namun seperti nya malam ini aku akan pulang terlambat karna Alhamdulillahnya Kafe Abi sangat ramai hari ini.
"Huh, Alhamdulillah ya teh Vidya hari ini Kafe kita laris manis," ujar Dadang salah satu karyawan di Kafe ini yang memang akrab denganku.
"Iya Alhamdulillah. Semuanya berkat rahmat dari Allah," jawabku sambil tersenyum dan dia pun ikut tersenyum.
Aku pun berjalan ke salah satu meja yang sekarang sudah kosong tak ada lagi penghuninya, dan kebetulan dia juga adalah pelanggan terakhir di Kafe malam ini.
Lalu aku pun memutuskan untuk menutup Kafe ini karna sudah larut malam dan badanku pun rasanya sudah lelah.
Namun tak apa semoga lelah ku ini menjadi lillah Aamiin, aku menghampiri setiap meja dan mulai membersihkannya lalu setelah semuanya di pastikan bersih aku pun bersiap untuk pulang ke rumah.
"Nita, kamu liat ponsel Aku gk?" Tanyaku pada Nita yang juga merupakan rekan kerjaku di Kafe Abi, yang memang sudah sangat akrab denganku.
"Kan tadi kamu taruh di dalam saku tas," aku pun segera memeriksa saku tasku dan benar saja ponsel ku ada di saku tas. Huh, aku rasa aku ini benar-benar ceroboh.
"Tuh kan ketemu, masih muda kok udah pikun haha."
Aku hanya meringis mendengar ucapan Nita karna ucapannya tidak sepenuhnya salah karna aku ini memang orang yang ceroboh dan pelupa.
Aku ingat betul cerita Umi, katanya dulu saat aku masih SMA. Saat aku baru di belikan ponsel oleh Abi aku juga lupa menaruh ponselku dimana.
Saat aku cari tidak juga ketemu sampai-sampai aku menangis karna takut di marahi oleh Abi, namun akhirnya Umi lah yang menemukan ponselku.
Ternyata ponselku itu aku taruh di dalam frezer dan akhirnya ponsel ku pun membeku dan rusak, namun Abi tidak marah ia malah tertawa dan menasihatiku agar lebih hati-hati lagi dalam bertindak namun kadang aku masih suka lalai.
Aku menyalahkan ponsel ku dan ternyata ada 30 panggilan tak terjawab dari Abi dan 5 pesan masuk dari Abi juga, lalu ada juga 10 panggilan tak terjawab dari umi dan ada 10 pesan masuk dari umi juga.
Ya Allah sepertinya umi dan abi sangat mengkhawatirkanku, jari ku bergerak menekan fitur bergambar sebuah surat.
Umi ku Bidadariku❤
Assalamu'alaikum Vidyaa jangan lupa sholat dan makan ya, jangan terlalu capek nanti kamu sakit loh dek.
13.30 a.m
Assalamu'alaikum sholehah nya umi😊 kok belum pulang dek? Jangan terlalu larut ya pulang nya, sholatnya juga jangan lupa!
17.54 p.m
Assalamu'alaikum Adek? Kok belum pulang ini udah malem loh dek.
20.15 p.m
Vidya? Kok belum pulang nak?
21.30 p.m
Vidya bales pesan umi dek, umi khawatir sama kamu.
21.50 p.m
Me:
Wa'alaikumussalam, iya umi sayang💙 Alhamdulillah Vidya sudah sholat, Vidya juga sudah makan mi. Maaf ya umi, Vidya baru sempat ngabarin karna tadi pengunjung Kafe lagi ramai jadi Vidya baru bisa buka ponsel, Afwan sangat ya umi. 😔
Aku pun menghela nafas dan beralih membuka pesan dari Abi, namun tiba tiba saja ponsel ku mendadak mati membuat ku mendengus kesal.
"Ya Allah ini ponsel aku lowbat lagi," ujarku seraya mencebikkan bibir ku, sambil menatap ponselku yang kini sudah padam.
"Teh Vidya semuanya sudah selesai. Tinggal nutup Kafe nya doang teh," ujar Dadang yang terlihat sudah lebih bersih dari sebelumnya, ia juga sudah mengganti baju kerjanya dengan baju yang lebih terlihat santai namun tetap sopan.
"Ya sudah kamu sama Nita pulang duluan aja karna yang lainnya juga sudah pada pulang. Urusan menutup Kafe biar aku saja," kataku sambil menatap Dadang yang sepertinya masih terlihat bimbang.
"Tapi gk apa-apa nih teh?" Tanya Dadang lagi sepertinya ia tidak tega meninggalkan ku sendiri.
"Iya dang gk apa apa. Lagian si Vidya kan udah besar," kata Nita menyahut dan aku pun menganggukkan kepalaku sambil tersenyum mencoba meyakinkan Dadang dan akhirnya Dadang pun mengerti.
Dia dan Nita pamit padaku untuk pulang dan aku pun mengizinkannya, lalu sekarang di sinilah aku. Berada di dalam Kafe yang sepi dan sunyi, di bawah sinar lampu yang temaram.
Berhubung malam sudah larut aku segera membereskan barang-barangku, karna aku juga harus segera pulang.
Umi pasti sudah sangat mengkhawatirkan ku begitu pun dengan Abi yang juga pasti sangat khawatir padaku dan aku juga tidak mau membuat Abi yang saat ini sedang berada di luar Kota untuk mengurus bisnisnya menjadi cemas, jadi ku putuskan saja untuk segera bergegas pulang.
Karna jam segini biasanya di sekitar wilayah Kafe ku sangat jarang sekali ada angkutan umum ataupun taksi yang lewat, terpaksa aku harus berjalan terlebih dahulu menuju halte karna memang hanya bis lah alternatif yang bisa aku tumpangi malam ini untuk pulang ke rumah.
Walaupun sebenarnya ini adalah kali ke dua nya aku naik bis, karna sebelumnya aku tidak pernah pulang selarut ini dan biasanya juga aku selalu kebagian jadwal membantu- bantu di Kafe hanya pada siang hari, namun tadi di kampus ada kelas tambahan alhasil aku pun pulang sore jadi aku kebagian bekerja di Kafe pada malam hari.
Sebenarnya Abi sudah menyuruhku untuk tidak bekerja di Kafe milik nya, namun aku tetap bersikukuh karna aku ingin bekerja dan ingin membantu Abi.
Karna Abi sudah terlalu sibuk dengan bisnis properti dan juga bisnis restorannya yang sudah tersebar hingga ke Mancan Negara.
Meskipun begitu, aku tidak mau berfoya-foya dan menghamburkan uang untuk hal- hal yang tidak berguna.
Lagi pula itu adalah perbuatan yang boros dan Allah tidak menyukai orang yang boros, karna aku juga tau Abi pasti lelah bekerja seharian untuk membiayai kehidupan kami sehari-hari yang memang bisa di bilang sangat lumayan banyak pengeluarannya.
Saat aku sedang berjalan aku harus melewati salah satu gang yang lumayan sepi, ya sebenarnya aku tidak mau melewatinya namun karna memang hanya inilah jalan satu-satu nya menuju halte.
Jadi mau tidak mau aku harus melewatinya, namun sebenarnya aku agak sedikit takut dan tiba- tiba saja retina mata ku tidak sengaja menangkap siluet tubuh seseorang yang sedang berdiri di ujung gang sana.
Membuat rasa takutku semakin menjadi-jadi rasanya aku ingin kembali berbalik ke belakang tapi itu tidak memungkinkan karna aku sebentar lagi akan sampai di halte jadi bagaimana mungkin aku berbalik arah lagi? itu sama saja membuang-buang waktu.
"Bismillah," ujarku lalu dengan langkah mantap aku pun mencoba memberanikan diri untuk terus berjalan, dan aku juga terus-terusan mencoba meyakinkan diriku agar aku tidak merasa takut.
"Heh lo!" Aku pun menghentikan langkahku saat seorang pria yang tadi siluet tubuhnya aku lihat dari kejauhan dan kini dia sudah berdiri di hadapanku.
Dia menatapku dengan tatapan matanya yang sayu dan juga aroma Alkohol yang menyeruak masuk ke dalam indra penciumanku.
Membuat nyali ku menjadi ciut aku pun memundurkan langkah, saat ia berjalan mendekat ke arahku.
Ya Allah aku benar-benar sangat ketakutan saat ini, lalu aku melihat tangannya terulur mendekat ke arah wajahku membuat aku mencengkram erat tali tasku dan memejamkan mata.
Tanpa bisa di cegah lagi air mata ku pun turun membasahi pipi dan aku merasakan sebuah tangan yang kasar menyentuh pipiku, Aku terkejut karna aku kira pria itu akan menamparku tapi ia malah menghapus air mata di sudut mataku, yang membuat diriku akhirnya memberanikan membuka mata walau dengan cara perlahan.
Dan saat aku membuka mata, aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Lalu aku terpaku pada bola matanya yang berwarna coklat yang entah kenapa terlihat sangat indah namun karna sadar itu adalah hal yang tidak baik aku segera memundurkan tubuh dan menjaga jarak dengannya.
"Astagfiruallahaladzim," ucap ku beristigfar sementara pria itu masih saja menatapku dengan tatapannya yang datar.
"Heh, mahluk sok suci ngapain lo malem- malem gini masih berkeliaran? Oh atau jangan-jangan lo ini komplotan ******* ya?" Tuding pria itu dengan berbagai kata-kata yang sangatlah menyakitkan untuk di dengar.
Memangnya apa salahnya jika aku bercadar? Apakah semua wanita bercadar itu *******? Tentu tidak! Kami bukan lah ******* kami menggunakan cadar untuk melindungi diri kami bukan untuk menyakiti orang lain apalagi sampai membunuh.
Karna kami tau bahwa Agama Islam adalah agama perdamaian dan Islam juga sangat mengharamkan pembunuhan dan itu termasuk dosa yang besar.
"Astagfiruallahaladzim kamu tidak boleh fitnah saya seperti itu. Karna fitnah lebih kejam daripada pembunuhan," ujarku sementara dia hanya tersenyum meremehkan.
"Lo nasehatin gue kaya gitu? Kaya lo udah bener aja. Palingan penutup wajah lo itu cuma buat alibi doang buat nutupin aib lo sebagai cewek murahan karna semua cewek itu sama aja. Sama- sama MURAH-"
Plakkk
Tanganku tiba tiba saja secara refleks menampar pipinya karna aku sudah merasa sangat kesal padanya.
"Cukup! Kamu itu tidak kenal siapa saya dan kamu jangan pernah menghina saya sebagai cewek murahan! Karna saya tidak seperti apa yang kamu bilang tadi," ujarku dengan mengebu gebu emosiku tersulut karna pria di hadapanku ini.
Setelah menamparnya aku pun melanjutkan langkahku meninggalkan laki-laki itu yang kini sedang berdiri mematung.
Namun aku tidak perduli yang aku perdulikan saat ini adalah aku harus bisa sampai ke rumah karna aku rasa tubuh dan hati ku harus segera beristirahat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
Jaii
bagus ceritanya Thor. kata katanya good
2020-10-17
1
Siti Asmaulhusna
mulai nya yg sangat ktakutan bgtu krn smia cewek malma adalah cewk myrahan
2020-08-08
0