Setelah kejadian semalam yang sangat menguras emosiku itu.
Kini aku tidak mau lagi membantu di Kafe sampai larut malam lagi, karna aku tidak ingin sampai bertemu dengan pria menyebalkan itu lagi yang hanya membuatku naik darah karna dia benar-benar menjengkelkan.
"Umi, Vidya tidak mau lagi membantu di Kafe sampai larut malam," ujarku pada Umi yang sedang menyiapkan hidangan di meja makan untuk sarapan pagi ini.
"Loh, memangnya kenapa dek?" Tanya Umi sambil menatap ke arahku meminta penjelasan.
"Gk kenapa-napa mi, Vidya gk mau aja," jawabku.
Ya Allah maafkan Vidya, aku sudah tidak jujur dan menceritakan semuanya pada Umi, bukannya aku tidak ingin menceritakan apa yang aku alami kemarin malam pada Umi. Hanya saja aku tidak ingin Umi merasa cemas dan khawatir padaku.
"Ya sudah, lagipula Umi kan tidak pernah memaksa atau menyuruh Adek untuk bantu-bantu di Kafe. Kan itu kemauan Adek sendiri, kalau kamu merasa tidak nyaman ya sudah tidak usah membantu di Kafe lagi."
"Tidak bukan begitu Umi, Vidya masih mau membantu di Kafe. Hanya saja Vidya tidak mau terlalu malam lagi seperti kemarin, bolehkan mi?" Tanyaku dan Umi pun menganggukkan kepalanya.
Tangannya terulur mengusap lembut kepalaku dengan penuh kasih sayang.
"Ya sudah tidak apa-apa, asalkan Adek harus bisa mengatur waktu untuk mengurus perihal dunia dan akhirat. Agar keduanya seimbang."
Aku pun mengangguk dan membalas senyuman Umi.
Senyuman perempuan yang paling aku sayangi selama ini, yang senantiasa mencurahkan kasih sayangnya dengan tulus dan ikhlas padaku. Dia adalah Umi, bidadari terhebat dalam hidupku dan aku sangat amat menyayanginya.
"Oh iya setelah dari Kafe kamu langsung pulang ke rumah ya, bantu Umi memasak di rumah."
Aku menghentikan pergerakkan tanganku yang tadi sedang mengolesi rotiku dengan coklat, lalu beralih pada Umi yang ternyata sedang menatapku sambil tersenyum.
"Memasak? Memangnya malam ini Umi mau masak banyak?"
"Iya dek, Umi mau masak banyak karna hari ini akan ada tamu spesial yang datang ke rumah kita. Jadi kamu jangan sampai pulang telat ya."
Aku hanya terdiam mendengar penuturan Umi.
Tamu spesial? Siapakah gerangan tamu spesial yang akan datang ke rumah malam ini? Apakah rekan kerjanya Abi ada yang mau datang ya?
"Siapa mi tamunya? Rekan kerja Abi?" Tanyaku dan di sana Umi hanya tersenyum penuh arti.
"Rahasia dong! Makannya nanti malam kamu liat sendiri," ujar Umi yang tidak memberitahuku siapa tamu spesial yang akan datang ke rumah malam ini.
"Ih kok Umi gitu sih? Masa sama ank sendiri mainnya rahasia-rahasiaan," ujarku dengan nada merajuk dan biasanya cara ini sangat ampuh menghadapi Umi saat sifat misteriusnya itu sedang berada dalam mode on.
"Biarin dong terserah Umi hehe."
Ya Salam, Umi ini ya benar-benar membuat aku dilanda rasa penasaran akut.
"Kamu gk ngampus dek hari ini?" Tanya Umi yang kini sudah duduk dan menyantap roti sama seperti apa yang sedang aku lakukan saat ini.
"Nggak mi, lagian hari ini jadwal ngampus Vidya lagi kosong. Jadi hari ini Vidya mau ke Kafe aja, mau bantu-bantu di sana."
"Oke deh, tapi nanti jangan lupa setelah dari Kafe langsung pulang ya bantuin Umi masak."
Dan aku pun hanya menganggukkan kepalaku sebagai jawaban.
"Umi, Vidya berangkat dulu ya."
Setelah menyalimi tangan Umi dan tak lupa juga mengucapkan salam, aku pun segera bergegas ke luar dari rumah.
"Neng Vidya ya?" Tanya supir taksi online yang beberapa menit lalu aku pesan dan kini sudah tiba di depan gerbang rumahku.
"Iya pak benar. Langsung jalan aja ya," jawabku setelah mendudukan diri di jok belakang mobil taksi tersebut, setelah itu taksi yang aku tumpangi pun melesat pergi dari depan rumahku menuju Kafe yang merupakan tempat tujuan dari perjalananku.
******
"Terimakasih Pak," kataku sesudah memberikan uang ke pada supir taksi tersebut.
Setelah itu aku pun langsung masuk ke dalam Kafe, di dalam Kafe pengunjung terlihat sangat ramai.
"Arggg sial!" Umpat seorang pemuda yang kini berada di pojok Kafe, pemuda itu terlihat sangat marah.
"Lagian ini Kafe macam apa sih? Masa pelanggan yang pasangan kaya kita gk boleh masuk!" Ujar pemuda itu yang wajahnya tidak bisa terlihat karna dia menggunakan masker, namun yang membuatku bingung adalah si pemuda ini sedaritadi terus mengomel pada Rahman (karyawan di Kafe milik Abi ku juga) yang sepertinya nampak kewalahan menghadapi pemuda itu.
"Ada apa ini?" Tanyaku pada Dadang yang kebetulan sedaritadi berada di dekat Rahman.
"Alhamdulillah Teh Vidya datang, ini loh Teh si Mas nya ini ngeyel banget di bilanginnya," ujar Dadang yang kemudian menceritakan kronologis kejadian yang membuat pemuda itu memarahi Rahman.
"Maaf permisi sebentar Mas, sesuai kebijakkan di Kafe kami ini bahwa tidak boleh membawa pacar atau pasangan yang belum halal lainnya dan jika mau kalian bisa duduk di tempat berbeda. Karna sesuai visi kami yaitu menerapkan syariat islam dalam konsep restoran ini, tapi Masnya gk perlu khawatir kok karna kalian di Kafe kami tapi dalam jarak yang berjauhan," ujarku yang memaparkan peraturan yang memang sudah di terapkan dalam Kafe ini.
"Ck, emang lo kira pas kita lagi makan terus kita bakalan berbuat hal yang nggak-nggak gitu? Jadi orang tuh jangan terlalu fanatik banget. Lo semua sok suci," kata pemuda itu lagi yang membuat diriku beristighfar mendengarnya.
Aku tak heran mendapatkan pelanggan yang seperti itu karna memang sudah banyak pelanggan yang responnya sama seperti pemuda itu, tapi ketika kami memberikan pengertian mereka pun memakluminya dan langsung pergi jika memang mereka tidak suka dengan kebijakkan di Kafe ini.
Tapi pemuda itu? Dia malah tancap gas terus apalagi omongannya itu loh pedes-pedes nyelekit ke hati.
"Gue paling benci sama orang-orang munafik kaya kalian! Cih, sampah," ujar pemuda itu sambil meludah lalu melengang pergi bersama kekasihnya dengan menaiki motor ninja miliknya.
Aku mencoba mengendalikan emosiku, pemuda itu benar-benar sudah menguji kesabaranku.
"Astagfiruallahaladzim. Ada gitu yah orang modelan kaya gitu?" Tanyaku pada diriku sendiri, yang tak habis fikir ada juga jenis orang seperti itu.
"Teh Vidya tumben ke Kafenya pagi-pagi?" Tanya Dadang, aku pun menoleh padanya.
"Iya, aku gk mau lagi bantu di Kafe malem-malem kapok aku Dang."
"Kapok kenapa Teh? Teteh ngeliat dedemit ya semalam?"
Aku terkekeh sebentar karna mendengar pertanyaan Dadang yang ngaco bin aneh.
"Apa sih kamu ini Dang? Haha, bukan karna hantu tapi ini tuh lebih seram dan lebih nyeremin dari hantu."
"Lebih seram dan nyebelin dari hantu? Oh Dadang tau itu pasti Teh Anita kan ya? Dia kan kalau ngomel lebih serem dari hantu," ujar Dadang yang lagi-lagi berhasil membuat diriku tertawa.
"Emang kenapa kok gitu Dang?"
"Ya kan atuh si Teh Anita mah gitu, ngeselin plus nyebelin dia mah. Komplit deh pokoknya."
Aku tertawa sebentar sebelum membalas ucapan Dadang.
"Bukan gara-gara Anita, kamu mah ada-ada aja."
"Terus gara-gara apa Teh?" Tanya Dadang lagi yang masih penasaran.
"Hm gimana ya intinya panjang deh kalau harus di ceritain nya Dang, udah ah ayo masuk ke dapur gk enak sama pelanggan."
"Eh iya Teh, Ya Allah kenappa Dadang jadi kepo gini sih. Ya udah atuh Dadang mau ke dapur dulu," ujar Dadang yang melenggang ke arah dapur begitupun juga denganku, karna kini pengunjung Kafe sudah mulai ramai.
Aku pun mulai membantu-bantu di Kafe, mencoba melupakan sejenak masalah yang terjadi dalam hidupku, yang selalu saja dapat menguji kesabaranku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
Siti Asmaulhusna
huuuuaaa 3x 😁😁😁 emang da2ng itu keppo
2020-08-08
0