Berkat perilaku dari Trevos, Axel menjadi teringat atas satu hal penting lainnya. Yang tanpa pertemuannya dengan Trevos, mungkin Axel akan melupakannya sampai hari H.
Yaitu senjatanya.
Ia mematahkan senjata miliknya sendiri dan juga senjata milik Eva dalam pertarungannya dengan Dread Rider itu.
Jika Oracle tiba-tiba memberikan misi dadakan atau semacamnya, bagaimana Ia akan bertugas tanpa memiliki satu pun senjata?
Dengan pemikiran itu, Axel memberhentikan elevatornya pada lantai B6.
......***......
Lantai B6
Pusat Perlengkapan
'Ding!'
Pintu elevator itu kembali terbuka. Dan kini, memperlihatkan ruangan yang cukup luas dengan berbagai barang di gudang penyimpanan.
Di kejauhan, Axel dapat melihat banyak pekerja yang berjalan kesana kemari mengangkut perlengkapan tempur.
Beberapa nampak membawa senjata modern seperti senapan, beberapa lagi nampak membawa senjata yang serupa dengan apa yang digunakan oleh para anggota divisi khusus.
Yaitu senjata yang terkesan seperti persenjataan abad pertengahan. Meliputi pedang, perisai, tombak dan lain sebagainya.
Axel bertanya-tanya kenapa bertarung dengan senjata seperti itu jika terdapat senapan?
Tapi Ia segera memahaminya setelah melihat percobaan senjata di samping tempatnya berdiri. Dimana beberapa orang nampak mencoba berbagai senjata untuk menyerang sisik Wyvern yang nampaknya berasal dari buruan Axel kemarin.
Di satu sisi, beberapa senjata divisi khusus itu mampu menggores sisik Wyvern itu. Sekalipun digunakan bukan oleh anggota divisi khusus.
Sedangkan di sisi lain, senapan mesin yang ditembakkan secara beruntun itu kesulitan untuk memberikan goresan yang berarti. Dan lebih buruknya lagi, senapan mesin itu memiliki amunisi yang terbatas.
Mungkin senapan mesin akan berguna ketika melawan monster rendah seperti Goblin dan Orc. Tapi menghadapi Wyvern? Atau lebih buruk lagi Dread Rider? Mungkin takkan berguna sama sekali.
Di saat Axel sedang melihat-lihat di sekeliling lantai B6 ini, seorang Pria botak dengan badan kekar itu nampak menepuk pundaknya dengan cukup keras.
'Plak!'
"Hohoho.... Jika bukan Axel yang mengalahkan Dread Rider seorang diri. Ada apa kemari?" Ucap penjaga utama dalam lantai ini dengan senyuman yang lebar.
"Aaah, kau paman yang saat itu. Begini, pedangku...."
"Patah bukan? Tapi tak ku sangka kau bisa mematahkan pedang buatan kami dengan begitu mudahnya. Kau tahu itu terbuat dari logam khusus yang sangat kuat bukan?" Balas Pria botak itu seakan telah mengetahui apa yang terjadi.
"Eeh? Kau sudah tahu?" Balas Axel.
"Tentu saja. Berita mengenai pencapaianmu itu telah tersebar kemana-mana. Oleh karena itu, Oracle memintaku untuk membuat senjata baru untukmu." Ucap Pria botak itu sambil berjalan ke suatu arah.
Ia nampak sedikit menganggukkan kepalanya beberapa kali, mengisyaratkan agar Axel mengikutinya.
Keduanya berjalan melewati beberapa lorong hingga akhirnya tiba di sebuah gudang penyimpanan barang.
Pria botak itu nampak mengangkat sebuah senjata dan menyerahkannya kepada Axel. Hanya saja....
"Hah? Busur?" Tanya Axel kebingungan.
"Kau tahu, material pembuatan senjata milikmu cukup langka dan sulit di dapat. Jadi untuk saat ini, gunakan busur dan panah sebagai senjatamu. Atau setidaknya, itu adalah pesan dari Oracle." Jelas Pria botak itu.
Apa yang ada di tangan Axel adalah sebuah busur mekanik yang berbentuk seperti tongkat biasa dengan banyak ruas.
Ketika Ia melepaskan kuncinya, tongkat itu akan terbuka dan menjadi sebuah busur besar yang terbuat dari logam yang serupa dengan senjata lainnya.
Busur itu juga nampak menyala dengan cahaya kebiruan yang indah di sebagian badannya.
Sedangkan anak panah yang disiapkan oleh Pria botak itu sejumlah 50 buah. Dimana ujung dari anak panah itu terbuat dari material yang sama seperti busurnya.
"Setidaknya, kau takkan bisa merusak busur itu kan?" Ucap Pria botak itu sambil tersenyum.
"Tapi bagaimana aku bertarung dalam jarak dekat?" Tanya Axel.
"Cukup tutup kembali busurnya. Ia bisa menjadi tombak atau pedang dengan kedua ujung yang cukup tajam."
Axel tak lagi memiliki kata-kata untuk membalas Pria botak ini.
Jika Oracle memang berpikir bahwa senjata ini cocok untuknya, mau bagaimana lagi? Lagipula, pedangnya sebelumnya tak mampu bertahan lama ketika digunakan dalam keadaan diperkuat oleh Flux Booster.
'Mungkin aku akan mulai belajar memanah. Tapi saat ini....' Pikir Axel dalam hatinya sambil mengaitkan busur dan tas berisi anak panah itu di punggungnya.
......***......
Akhirnya, semuanya telah beres.
Kini, Axel telah keluar dari lantai bawah tanah dalam bangunan militer Liberator itu.
Lantai atas dari bangunan militer ini jauh lebih ramai dengan banyak orang yang berjalan kesana kemari atas kesibukan mereka masing-masing.
Tapi sebagai seorang anggota divisi khusus Liberator, Axel mendapat perlakuan yang sedikit lebih istimewa dibandingkan dengan orang lain.
"Aaah, Tuan. Bagaimana jika beristirahat sejenak di kafe untuk menikmati kue manis buatan kami?"
"Daging panggang! Kami memiliki daging sapi panggang untuk Anda, Tuan!" Ucap seorang wanita tua sambil memamerkan daging panggang di kantin itu.
Axel menolak semuanya dengan halus.
Jika Ia ingin menikmati semua keuntungan itu, setidaknya Ia ingin menikmatinya bersama dengan adiknya.
"Hmm.... Apartemen kerabat divisi khusus.... Dimana?" Tanya Axel kebingungan.
"Tuan mencari apartemen khusus untuk Liberator? Mari, akan ku antarkan." Ucap seorang pemuda dengan seragam hitam itu.
Ia tak lain adalah bagian dari militer di dalam benteng ini. Tapi sesuai dengan perkataan Oracle, tak semua manusia berevolusi dengan kekuatan yang besar.
Dan hanya mereka yang melampaui batasan tertentu saja yang bahkan berhak untuk menjalani operasi Flux itu. Dimana belum tentu mereka akan menerimanya.
Sedangkan sisanya....
Tak jauh dari manusia biasa.
Keduanya berjalan di bawah penerangan cahaya lampu yang begitu terang ini. Seakan mencerminkan cahaya matahari sekalipun kota ini berada di bawah tanah.
"Hei, apakah lampu itu akan selalu menyala?" Tanya Axel.
"Tidak. Ketika malam hari, lampu itu akan dimatikan. Hal itu sangat membantu siklus tidur dan kerja kami semua." Balas pemuda itu sambil tersenyum.
Axel memang diberitahu bahwa seragam abu-abu Liberator akan memberikannya perlakuan yang sedikit lebih istimewa. Tapi Ia tak menyangka akan sejauh ini.
Setelah beberapa saat, mereka akhirnya tiba.
Di hadapan keduanya, adalah sebuah kompleks bangunan dengan bentuk seperti segienam dengan taman yang luas di tengah nya.
Beberapa prajurit penjaga dengan seragam hitam nampak berpatroli di sekitar apartemen besar ini.
"Kita telah tiba, Tuan Axel. Selamat beristirahat." Ucap pegawai itu sebelum pergi kembali ke markas militer.
Axel berjalan memasuki apartemen itu, dimana Ia dipersilakan dengan sangat baik oleh para penjaga dan pegawai di apartemen ini.
"Chloe, dia adikku. Dimana dia tinggal?" Tanya Axel kepada salah seorang pegawai yang berada di lobi itu.
"Aaah, jadi Anda Tuan Axel? Adik Anda selalu menantikan Anda kembali. Mari, saya antarkan." Ucap gadis itu ramah.
Apartemen ini tak hanya besar dan luas, tapi juga begitu indah dengan banyak dekorasi dan pegawai yang menjaga kebersihannya.
Axel berjalan menaiki elevator. Tujuannya adalah ke lantai 3, yaitu lantai dimana adiknya tinggal.
Dalam bangunan yang begitu besar ini, satu lantai hanya memiliki 6 buah kamar. Masing-masing dengan ukuran yang begitu luas.
"Adik Anda berada di kamar nomor 301. Selamat beristirahat, Tuan Axel." Ucap gadis pegawai itu sambil membungkukkan badannya ke arah Axel.
"Terimakasih."
Saat ini, Axel berdiri tepat di depan pintu dengan nomor 301 itu.
Hatinya sedikit berdegup kencang.
Apakah adiknya akan marah? Atau akan bahagia setelah melihatnya menjadi seperti ini?
Menjadi sosok yang benar-benar bisa diandalkan dan dipercaya.
'Jika dipikirkan kembali, aku hanya terpisah dengan Chloe selama 2 atau 3 Minggu. Tapi entah kenapa.... Terasa seperti telah terpisah jauh lebih lama dari itu.' Pikir Axel sesaat sebelum mengetuk pintu kayu itu.
Hingga akhirnya, setelah mengumpulkan seluruh keberaniannya, Axel pun mengetuk pintu itu.
'Dok! Dok! Dok!'
"Chloe, ini aku. Kau di dalam?" Tanya Axel.
'Bruk! Bruk! Bruk!'
Suara langkah kaki yang begitu tergesa-gesa dapat terdengar dari balik pintu itu. Membuat Axel sedikit keheranan.
Segera setelah pintu ruangan itu terbuka, sosok Chloe segera melompat ke arah Axel berdiri. Memeluknya dengan sekuat tenaga.
"Chloe?" Tanya Axel terkejut.
Axel sendiri tak dapat melihat wajah adiknya. Tapi Ia dapat merasakannya, bahwa gadis itu sedang menangis.
"Kakak bodoh, kenapa pergi begitu saja tanpa mengabariku? Kenapa? Kau pikir bagaimana perasaanku ketika mendengar kau jatuh tak berdaya di luar sana? Dasar...." Ucap Chloe sambil terus memukul punggung Axel dengan ringan.
Axel tak tahu harus menjawab seperti apa. Tapi kedua lengannya tahu harus bertindak seperti apa.
Secara perlahan, Axel merangkul lalu memeluk tubuh gadis itu. Sesekali, membelai rambutnya dengan lembut.
Pada akhirnya, hanya ada satu kata yang terlontar dari mulut Axel.
"Maaf."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
John Singgih
ketika rasa kangen, cemas dan rindu adiknya sudah tak dapat diungkapkan ketika bertemu lagi dengannya
2022-12-16
0
Adryan Eko
pasti chloe kangen banget dan khawatir banget.. mengharukan
2022-08-01
3
zuyoka
ini bisa dibayangkan lagi ada di mana 😂😂
2022-07-17
4