'Kreekk!'
Suara kerikil dan pasir yang terinjak oleh kaki pemuda itu menimbulkan suara yang tak begitu keras.
Tapi cukup keras untuk membuatnya terdiam atas rasa takut.
Karena tepat di samping reruntuhan bangunan ini, terdapat seekor monster yang berpatroli. Berusaha untuk mencari sisa manusia dan membunuh mereka.
"Kakak...." Ucap gadis yang berusia 18 tahun itu di sampingnya sambil merangkul lengan kiri pemuda itu.
"Tenang saja, Chloe. Aku akan menjagamu." Bisik pemuda yang berumur 21 tahun itu. Ia memiliki rambut kecoklatan yang pendek dengan pakaian compang-camping yang berwarna abu.
Dengan tenang, pemuda itu memperhatikan sosok monster berkulit hijau yang memiliki tinggi sekitar 1.5 meter itu.
'Senjatanya hanya pisau dan perisai kecil.... Bagus. Aku bisa.' Pikir pemuda itu dalam hatinya.
Pemuda itu segera mempersiapkan dirinya. Pada tangan kanannya, nampak beberapa kilatan listrik. Hal yang sama juga terlihat di kedua kakinya.
Setelah melepaskan rangkulan dari adiknya, Chloe, pemuda itu segera melesat dengan cepat ke arah monster yang berjaga sendirian itu.
'Zraaatttt!'
Kecepatannya benar-benar luarbiasa. Semua berkat kemampuannya mengendalikan elemen petir untuk meningkatkan kecepatannya.
Segera setelah tangan kanannya menyentuh leher monster berkulit hijau itu, sengatan listrik yang cukup kuat mulai mengalir dari tangan kanannya.
Kilatan cahaya kebiruan mulai menyinari di tengah reruntuhan kota ini.
'Bbzzztttt! Zaaapp!!!'
Tak berselang lama, asap mulai terlihat dari tubuh makhluk berkulit hijau itu. Dan tanpa adanya kekuatan yang tersisa, monster itu pun tergeletak. Jatuh ke tanah dalam kondisi tak berdaya.
"Ayo, cepat." Ucap pemuda itu sambil melambai ke arah adiknya di kejauhan.
Ia mengambil pisau dari monster itu dan menyimpannya di balik sakunya. Dan sekarang, tujuan mereka berdua, adalah untuk memasuki salah salah satu minimarket yang telah hancur ini.
Bangunan minimarket ini masih terlihat cukup bagus, sekalipun beberapa bangunan lainnya telah jatuh dan menimpanya.
Keduanya merangkak dan berjalan secara perlahan, memasuki minimarket itu melalui celah di jendelanya.
Di dalamnya, terlihat kekacauan yang begitu mengerikan.
Rak-rak yang berisi berbagai produk telah tergeletak dan berantakan. Sedangkan kulkas pendingin yang berisi banyak minuman itu telah pecah dan menumpahkan semua cairan di dalamnya ke lantai.
Ratusan tikus nampak berlarian ketika melihat kakak beradik ini memasuki minimarket ini.
"Kak Axel...." Ucap Chloe sambil menarik kaos kakaknya.
"Ada apa? Takut?"
Chloe hanya mengangguk ringan. Tatapannya terpaku ke tanah tanpa berani melihat sosok kakaknya itu.
"Kalau begitu, tunggu saja di sini. Aku akan segera kembali." Balas Kakaknya sambil membelai rambut kecoklatan adiknya yang panjang itu.
Melewati banyak puing-puing bangunan, serta rak besi yang berserakan, pemuda bernama Axel itu terus mengais-ngais mencari berbagai hal yang bisa digunakan.
Terutama, makanan kalengan yang dapat bertahan lama.
"Rusak. Rusak. Rusak."
Ucap Axel sambil terus mencari makanan kalengan di balik tumpukan berbagai makanan dan jajanan lain yang telah membusuk. Bahkan sebagian telah dimakan tikus.
Beberapa puluh menit berlalu.
Adiknya, Chloe, masih duduk di pinggiran bangunan minimarket ini sambil terus menanti kakaknya kembali.
Hingga akhirnya, sesuatu yang dingin nampak menyentuhnya.
"Eh?!" Teriak Chloe ringan.
"Hahaha. Mengejutkanmu?" Tanya Axel sambil tersenyum tipis.
"Kakak! Jangan lakukan hal seperti itu disini! Aku benar-benar berpikir barusan adalah monster kau tahu?!" Teriak Chloe.
"Ya ya.... Tapi lihat, apa yang ku temukan?" Tanya Axel sambil memamerkan dua keranjang plastik merah yang cukup penuh atas barang-barang itu.
Chloe nampak terdiam selama beberapa saat sebelum menyadari hal itu sepenuhnya.
"Tunggu.... Itu.... Shampo dan sabun cair? Kau serius?!" Teriak Chloe kembali dengan ekspresi yang begitu bahagia.
"Hahaha. Kau benar. Nampaknya mulai hari ini kita bisa mandi dengan cukup bersih. Dan juga, aku menemukan cukup makanan kalengan untuk 2 Minggu ke depan. Sekarang, ayo kita pulang." Ucap Axel sambil membelai rambut adiknya yang cukup kusut itu.
Secara perlahan, keduanya mulai merangkak keluar dari puing-puing bangunan minimarket ini.
Berusaha untuk membuat suara seminimal mungkin, keduanya berjalan melewati rute yang sempit dan sulit dijangkau.
Sesekali, keduanya melewati beberapa sosok monster berkulit hijau yang berjaga dalam kelompok.
"Ini buruk. Kita akan mencari jalan lain." Ucap Axel sambil menarik adiknya memutari rute mereka.
Perjalanan yang seharusnya hanya selama 20 menit bagi manusia sebelum dunia ini hancur, kini menjadi sebuah perjalanan yang selama 4 jam lebih. Dengan nyawa sebagai taruhan mereka ketika ditemukan.
Itu benar.
Jika para monster itu menemukan mereka, maka nyawa adalah bayarannya.
"Ka...."
"Sssttt."
Axel dengan tanggap segera membungkam mulut adiknya dengan tangan kanannya sambil berusaha untuk bersembunyi di balik gelapnya reruntuhan bangunan ini.
Di hadapan mereka, adalah sebuah pemandangan yang menjadi makanan sehari-hari bagi kelompok Streya atau gelandangan seperti mereka berdua.
"Tidak! Ku mohon! Ampuni aku! Aku akan bekerja untuk kalian da...."
'Zraaassshhh!!!'
Tanpa membiarkan wanita tua dengan pakaian merah itu berbicara lebih lanjut, seekor monster dengan kulit hijau yang serupa dengan monster yang sebelumnya dibunuh oleh Axel, telah mengayunkan kapaknya.
Kapak itu menebas lehernya dengan mudah. Cukup kuat untuk memenggal kepala wanita tua itu hanya dalam sekali tebasan.
'Bruukk! Bruukk....'
Kepala yang kini telah terlepas dari tubuhnya, menggelinding secara perlahan di jalanan beton yang remuk itu.
Tak ada suara lagi yang dapat didengar.
Juga tak ada lagi permohonan ampunan darinya.
Apa yang tersisa, adalah tawa keras dari 4 monster berkulit hijau itu. Seakan sedang merayakan kemenangan mereka setelah berhasil membunuh seorang manusia.
"Kahahhaahah!"
Sambil mengangkat senjata mereka ke atas, mereka terus menerus tertawa sambil meneriakkan berbagai kata yang tak bisa dipahami oleh kakak beradik itu.
"Kita akan selamat. Tenang saja. Percaya lah padaku." Ucap Axel sambil terus membungkam mulut Chloe dan juga menutupi matanya.
Berusaha agar adiknya itu tak melihat kekejaman dunia ini terlalu banyak.
Keduanya pun, berjalan dalam rute memutar agar terhindar kontak dengan para monster itu. Dan tepat setelah matahari terbenam, keduanya tiba di rumah.
Menyebutnya rumah, nampaknya terlalu membuatnya terdengar begitu mewah.
Apa yang menjadi tempat tinggal mereka, hanyalah parkiran bawah tanah di salah satu gedung tinggi di tempat ini. Jalan masuknya tertutupi oleh puing-puing bangunan yang ada, dan hanya bisa dilewati dengan merangkak secara perlahan.
Axel sengaja membiarkan puing-puing itu tetap tidak dibersihkan di bagian luar. Semua itu dilakukan agar tak ada monster yang menyadari bahwa tempat itu ditinggali oleh manusia.
Dan inilah rumahnya.
Sebuah area parkir yang telah runtuh, dengan banyak beton dan besi yang menghalangi berbagai jalanan.
Tenda kain kecil nampak didirikan di sisi samping area parkiran ini, dekat pada sebuah tembok. Dimana di sampingnya, mereka terhubung ke dalam toilet umum di tempat parkir bawah tanah ini.
Tak banyak air yang tersisa. Tapi apa yang masih dapat dimanfaatkan, telah dikumpulkan dengan baik oleh Axel ke dalam bak air yang besar dan ditutupi dengan papan kayu.
Saat Axel sedang membereskan jarahannya hari ini, Chloe nampak menarik lengan Axel dengan sikap yang resah.
"Ada apa?" Tanya Axel penasaran.
"Kenapa kakak tidak menolongnya? Kakak memiliki kekuatan untuk melakukan itu bukan? Kenapa?" Tanya Chloe dengan mata yang berkaca-kaca.
Itu benar.
Axel adalah salah satu manusia yang berhasil berevolusi berkat energi Flux dan memperoleh kekuatan yang cukup besar.
Berbeda dengan adiknya yang saat ini masih merupakan manusia biasa yang tak mampu bertahan sepuluh detik pun di hadapan para monster itu.
Lalu, kenapa Axel tak menolongnya?
Pada kenyataannya, jawaban yang sebenarnya terlalu menyakitkan untuk di dengar.
"Kenapa? Karena ada 4 monster berkulit hijau disana. Itu lah kenapa. Sekalipun aku bisa melawan mereka, salah satu akan berteriak dan memanggil bantuan.
Dan jika hal itu terjadi, para monster lainnya akan datang. Peluang terburuk, jika penunggang naga tiba, maka seluruh kota ini akan dibakar untuk kedua kalinya. Kau ingin membahayakan hal itu?"
Chloe tercengang mendengar jawaban dari kakaknya itu.
"Sekalipun aku bisa menyelamatkannya, apakah kau mau penduduk lain yang mungkin masih bertahan hidup di kota ini terbakar karena hal itu?"
Secara perlahan, Chloe mulai menyadarinya. Ia pun menggelengkan kepalanya secepat mungkin. Tak sanggup baginya membayangkan kota ini terbakar untuk kedua kalinya karena keegoisannya sendiri.
Ya, itu lah kenyataannya.
Kenyataan hidup di dunia yang telah mati ini.
Dimana manusia, hanya bisa bertahan hidup layaknya seekor kecoak. Bersembunyi di balik kotoran untuk tetap bertahan hidup sembari berharap....
Agar tak ada kecoak lain yang menyebabkan kerusuhan sehingga memancing amarah dari mereka yang menguasai tempat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
John Singgih
sabar brow adikmu belum paham situasinya
2022-12-15
1
Z3R0 :)
yeah hukum rimba berlaku di Dunia ini, ah adik senaif itu hah
2022-09-08
2
Z3R0 :)
goblin kah
2022-09-08
1