Mendengar balasan dari Eva yang sedikit menusuk hatinya, Axel menyegerakan dirinya untuk bergerak.
Ia mengaktifkan sihir elemen petirnya dan membuat gerakannya jauh lebih cepat. Tanpa jeda, Axel segera berlari menuruni bangunan ini untuk pergi ke arah ruang di stasiun radio itu.
Sementara itu, Eva mengangkat pedang besarnya. Cahaya kebiruan yang indah mulai mengalir di beberapa bagian dari pedang besar itu.
"Sekarang, saatnya pembantaian." Ucap Eva samb tersenyum lebar.
'Blaaarrr!!!'
Hentakan kakinya pada saat melompat cukup kuat hingga meretakkan sebagian dari bangunan itu.
Melihat sosoknya, Axel hanya bisa menganga.
'Yang benar saja?! Setidaknya itu setinggi 60 meter lebih bukan?!' Teriak Axel dalam hatinya setelah melihat Eva melompat dari puncak bangunan sebelumnya.
Tak hanya tinggi, lompatan Eva juga cukup jauh untuk sampai tepat di kerumunan para monster dengan sebutan Orc itu.
Eva memperkuat pegangan kedua tangannya pada pedang besarnya itu. Bersiap untuk mengayunkannya ke tanah.
'Zraaasshhh!! Blaaarr!!!'
Tebasan dari pedang besarnya itu membelah beton dengan mudah. Termasuk beberapa Orc yang ada di hadapannya.
Axel yang melihatnya dari kejauhan sangat terpukau atas kekuatannya. Sudah sangat jelas bahwa Eva berada di tingkat yang jauh berbeda darinya.
Berada di tengah pertempuran bersama Eva?
Mungkin hanya akan membuat Axel tertebas pedangnya tanpa sengaja.
Setelah memahami bahwa Eva sama sekali tak membutuhkan bantuan, Axel pun mempercepat langkah kakinya menuju ke ruangan stasiun radio itu.
'Zaaappp!!!'
Axel berlari dengan cepat. Dan saat sudah dekat, Ia melompat hingga tiba di bagian samping jendela itu, memecahkannya untuk masuk ke dalam. Tepatnya, berada di lantai 2.
Orang-orang yang melihat kemunculan dari Axel sedikit terkejut. Tapi dengan segera mulai tenang karena mereka tahu bala bantuan telah tiba.
"Kami dari benteng Liberator, bermaksud untuk menyelamatkan kalian. Apakah ada orang lain yang belum berkumpul di sini?" Tanya Axel dengan tegas.
Salah seorang pria tua dari kerumunan sekitar 10 orang itu membalas pertanyaan Axel.
"Di bawah, seorang anak kecil masih terjebak diantara kerumunan monster. Kami tak berani mendekatinya." Balas Pria tua itu.
"Ku mohon! Selamatkan anakku!" Teriak seorang wanita dengan wajah yang penuh air mata itu.
"Dimengerti. Tetap diam di sini, aku akan segera kembali." Balas Axel sambil menarik pedang pendek itu dari punggungnya.
Ia berjalan secara perlahan menuruni lantai dua dari tempat ini.
Barikade yang disusun dari meja dan kursi itu nampak menghalangi jalan masuk ke lantai dua ini. Dimana orang-orang membuatnya untuk mencegah monster itu naik ke lantai dua.
Axel pun menyingkirkan semuanya dengan bantuan kekuatannya.
Tak seperti sebelumnya dimana kilatan petirnya bergerak kesana kemari di sekeliling tubuhnya, seragam militer ini menahan efek yang dapat membahayakan lingkungan sekitarnya itu.
Menahan aliran petir dari tubuh Axel, tapi tetap memberikannya keuntungan dari sihirnya.
Setibanya di tangga lantai satu, Axel melihat kerumunan monster berkulit hijau. Jumlah mereka mencapai puluhan.
Sedangkan gadis kecil itu?
Axel sama sekali tak bisa melihatnya. Begitu pula para monster yang nampak sedang sibuk mencari mereka.
'Pantas saja tak ada yang berani turun. Jika itu adalah diriku yang dulu, aku juga pasti akan kabur.' Pikir Axel dalam hatinya melihat betapa banyaknya monster di tempat ini.
Tangan kanannya menggenggam pedangnya dengan erat. Cahaya biru yang indah menyinari bagian atas bilah pedangnya.
Dengan tenang, Axel mencoba untuk bertarung secara terbuka pertama kalinya.
'Tenang saja. Aku akan baik-baik saja. Bukankah mereka bilang kekuatanku meningkat setidaknya 10 kali?'
Axel terus berusaha menenangkan pikirannya. Mengatakan bahwa dirinya tak gugup dalam situasi ini adalah sebuah kebohongan besar.
Tentu saja Ia gugup.
Ia selalu kabur dalam situasi seperti ini.
Tapi kini, Ia memiliki sebuah tanggungjawab baru. Atau setidaknya....
Axel tak ingin gadis kecil itu mati, terbunuh secara kejam oleh para monster ini.
Tanpa sepatah kata pun, Axel segera melesat. Mengayunkan pedangnya ke arah kepala monster berkulit hijau itu.
Dalam sekejap....
'Sraaasshhh!! Bruukk!'
"Eh?"
Menyadari betapa mudahnya dirinya memenggal kepala monster itu dengan pedangnya, Axel justru sangat terkejut.
Sebelumnya, Ia butuh beberapa kali serangan untuk membunuh monster ini. Tapi sekarang?
'Pedang ini.... Benar-benar sangat tajam?' Tanya Axel dalam dirinya sendiri sambil memandangi pedangnya itu.
Berkat serangannya, kawanan monster itu mulai menyadari keberadaan Axel. Dan dengan cepat, semuanya segera berlari mengejarnya dengan senjata mereka masing-masing.
Beberapa diantaranya nampak membawa pisau, beberapa yang lain nampak membawa kapak dan perisai.
Nampaknya, monster berkulit hijau ini termasuk dalam golongan yang terlemah dari pasukan monster yang menyerbu dunia ini.
'Klaaangg!'
Axel dengan cepat menangkis tebasan kapak salah satu monster itu.
Tak bisa dipungkiri, kecepatan gerakan, refleks, dan kelincahannya benar-benar meningkat dengan sangat drastis. Bahkan setelah menangkis serangan itu, Axel dapat dengan mudah menyerang balik dengan memberikan tendangan memutar.
'Braaakk!'
Segera setelah itu, Axel menambahkannya dengan tebasan pedangnya. Memotong sebagian tubuh para monster berkulit hijau itu dengan mudah.
'Zraaassh! Zraaashh!'
Tangan kiri Axel menarik sebuah pisau yang diletakkan di sekitar pinggangnya. Lalu melemparnya dengan cepat ke arah monster yang membawa busur dan panah itu.
'Swuushh! Jleebb!!'
Pisau itu menancap tepat di wajah monster itu. Membunuhnya seketika.
'Luarbiasa. Jadi seperti ini kekuatan baru ku?' Tanya Axel dalam hatinya sambil terus bertarung.
Kini, puluhan monster sekaligus sama sekali bukan lah masalah baginya. Dan dalam 1 menit, semuanya telah dibantai hingga habis.
Axel bahkan sama sekali tak kelelahan dengan banyak gerakan cepat itu selama pertarungan ini.
Sekarang, setelah semua monster itu dibereskan....
"Halo? Orang-orang di atas mengatakan kau ada di sini gadis kecil! Aku ingin menyelamatkanmu! Ibumu mencari mu!" Teriak Axel sambil meletakkan kembali pedangnya di punggungnya.
Setelah teriakan itu, Axel mendengar suara benturan yang ringan di sudut ruangan ini.
'Bruk! Bruk!'
Suara itu berasal dari lemari besi yang ada di sudut ruangan. Secara perlahan, Axel mendekat ke arah lemari besi itu.
"Ada orang di dalam?" Tanya Axel.
'Kreek....'
Secara perlahan, pintu lemari besi itu terbuka. Memperlihatkan sosok seorang gadis kecil, mungkin masih berumur 7 tahun yang sedang memeluk boneka beruangnya.
"Kakak akan menolongku?" Tanya gadis kecil itu.
Seketika, Axel teringat atas adiknya. Ia hanya bisa bersyukur karena adiknya kini telah berada di dalam benteng yang aman.
Tapi bagaimana jika tidak?
Bagaimana jika Axel sendiri tak memiliki kekuatan untuk menjaga dan melindungi adiknya?
Mengesampingkan pikiran negatifnya, Axel segera berlutut dan mengulurkan kedua tangannya sambil tersenyum.
"Tenang saja. Kakak akan membawamu kembali ke ibumu." Balas Axel.
Secara perlahan, wajah gadis itu mulai memerah. Matanya mulai berkaca-kaca. Dan akhirnya, Ia menangis tak karuan.
"Huaaaaa!!! Ibu!!! Aku takut!!!" Teriak gadis itu sambil menangis tersedu-sedu. Ia secara perlahan berjalan ke arah Axel, dimana Axel segera memeluk dan menggendongnya.
Saat menggendongnya, Axel merasa bahwa gadis itu begitu ringan. Terlebih lagi, setelah Axel memperhatikannya lebih lanjut, gadis itu benar-benar kurus.
'Aku paham. Pasti sulit mencari makanan bukan? Terlebih lagi, dalam keadaan yang berbahaya seperti ini.' Pikir Axel dalam hatinya.
Axel menggendongnya dan membawanya kembali ke lantai atas.
"Yaa... yaa.... Tenangkan dirimu. Ibumu masih menunggumu di atas." Ucap Axel sambil membelai punggung gadis kecil yang terus menangis itu.
Setibanya di lantai dua, Axel menyerahkan gadis itu kepada ibunya.
"Terimakasih banyak! Terimakasih banyak! Aku akan selamanya berhutang budi padamu!" Teriak wanita itu sambil menangis dengan penuh perasaan bahagia.
Mendengar ucapan terimakasih itu, Axel kembali teringat atas pertanyaan adiknya beberapa waktu yang lalu.
'Kenapa aku tak menolongnya ya? Maaf....' Pikir Axel dalam hatinya.
Ia teringat atas wanita dengan pakaian merah yang dijumpainya saat mencari makanan dulu. Dimana Axel hanya terdiam, membiarkannya dibunuh oleh para monster itu.
Apakah karena dirinya tak memiliki kekuatan?
Atau karena tak memiliki keberanian?
Jika pada saat itu, Ia memiliki kekuatan sebesar ini, apakah dirinya akan menolongnya?
Axel segera menghiraukan berbagai pemikiran negatif itu dan kembali kepada tugasnya.
"Aku tahu kami telah tiba untuk menolong kalian. Tapi permasalahan terbesar saat ini belum terselesaikan.
Yaitu mengawal kalian sejauh 150km ke arah benteng Liberator. Dimana perjalanan itu mungkin.... Akan memakan waktu selama beberapa hari dengan berjalan." Jelas Axel.
Mendengar hal itu, wajah semua orang di tempat ini mulai mengeras.
Tentu saja. Mereka semua menyadarinya.
Bahwa hal paling sulit dalam misi ini, adalah mengawal mereka ke dalam benteng sejauh 150km lebih dan melindungi mereka dari serangan para monster.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
John Singgih
misi pertama sulit berikutnya misinya mempertaruhkan nyawa
2022-12-16
0
Adryan Eko
naiss.. nunggu perkembangan axel ke tingkat lebih tinggi.. semangat axel
2022-07-28
2
Abed Nugi
fast character development, tapi gua suka actionnya jujur aja gak begitu berat atau complicated.
2022-07-16
1