Kegelapan secara perlahan memudar. Tergantikan oleh terangnya cahaya lampu di tempat Axel terbaring.
"Uuh.... Tunggu dulu, lampu?" Tanya Axel kebingungan.
Di tengah dunia yang telah hancur ini, listrik tak lagi dapat diakses. Bahkan jauh lebih berharga daripada emas.
Tapi apa yang di lihatnya saat ini? Lampu yang sangat terang? Apakah Ia telah mati?
"Baru tersadar, dan itu kalimat pertama mu?" Tanya salah seorang dokter yang mengenakan seragam kehijauan dan juga masker itu.
Axel tak tahu apakah dokter itu mengejeknya atau tidak, tapi didengar dari nadanya, Ia terlihat tak sedang marah. Justru nampak ingin tertawa.
"Maaf. Tapi dimana aku?" Tanya Axel.
Dokter itu hanya diam dan melihat ke sekelilingnya.
Axel pun mengikuti pandangan dokter itu. Dan apa yang dilihatnya, adalah pemandangan puluhan ranjang medis dan dokter lain yang sedang mengobati pasien lainnya.
"Aarrgghh! Sakit sekali! Tanganku! Tanganku!" Teriak seorang Pria di kejauhan.
"Kumohon! Katakan bahwa saudaraku masih hidup! Katakan!" Teriak seorang Pria yang menarik seragam dokter itu.
"Kenapa.... Kenapa kau telah meninggalkanku lebih dulu, aaarrghh!!!" Teriak seorang wanita tua yang menangisi jasad anaknya.
Suasana mengerikan di tempat ini mulai memasuki pikiran Axel. Tapi Ia sama sekali tak masalah dengan hal ini.
Baginya, dunia luar jauh lebih kejam daripada tempat ini.
"Jadi.... Apakah adikku baik-baik saja?" Tanya Axel.
"Ya, dia baik-baik saja. Saat ini sedang beristirahat di kamarnya." Balas dokter itu sambil terus memeriksa kondisi Axel melalui layar monitor di samping ranjangnya.
"Lalu, bagaimana denganku?" Tanya Axel sekali lagi.
Dokter itu nampak menatap kedua mata Axel secara perlahan sebel membalasnya.
"Singkatnya, kau baik-baik saja. Tapi buruknya, kau memiliki bekas luka yang cukup buruk di lengan kananmu. Tapi itu hanyalah bekas. Tak ada masalah lainnya." Jelas dokter itu.
Axel menyingkapkan pakaian di lengan kanannya untuk melihat bekas lukanya.
Bekas luka yang ada di lengan kanannya menyerupai bentuk akar tanaman yang cukup panjang dengan warna merah. Mulai dari telapak tangannya hingga mencapai pundaknya.
"Hah. Ku pikir apa. Ini sama sekali bukan masalah. Jadi, kapan aku bisa meninggalkan ranjang perawatan ini?" Tanya Axel dengan wajah yang cukup tegang.
Ia masih belum bisa mempercayai apakah adiknya benar-benar baik-baik saja sebelum melihatnya secara langsung.
"Besok. Untuk saat ini, beristirahat lah." Balas dokter itu.
Beberapa saat kemudian, seorang wanita dengan seragam militer berwarna abu-abu memasuki barak rumah sakit ini. Ia adalah wanita yang sama yang menyelamatkan Axel dari bahaya sebelumnya.
"Jika dia sudah baik-baik saja, biarkan saja untuk pergi. Lagipula, masih banyak pasien lain yang membutuhkan perawatan." Ucap wanita berambut perak itu.
Sebuah pedang besar berada di punggungnya. Mengait pada sebuah mesin yang seakan menempel di tubuhnya itu.
"Baiklah." Balas Dokter itu sambil mulai melepas semua peralatan medis di tubuh Axel.
Axel sendiri hanya memandang sosok wanita itu sambil mengingat-ingat kembali bayangan yang dilihatnya sebelum kehilangan kesadarannya.
"Perkenalkan, namaku Eva. Salah seorang prajurit Liberator." Ucap wanita itu sambil mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan dengan Axel.
"Axel." Balasnya singkat sambil menjabat tangan kanan wanita itu.
"Ikut denganku."
Axel hanya mampu menuruti permintaan wanita itu. Lagipula, tak ada hal lain lagi yang bisa dilakukannya di tempat asing ini.
Setelah mengganti pakaiannya dengan pakaian penduduk sipil yang berwarna putih dengan alur hitam, Axel pun berjalan di samping kiri Eva.
Eva memberikan tur singkat mengenai tempat ini. Menjelaskan garis besar yang perlu diketahui.
Di balik barak rumah sakit itu, Axel dapat melihat sebuah ruangan yang cukup luas. Bahkan seluas lapangan sepakbola dengan besi, atau mungkin baja sebagai material utama bangunan ini. Termasuk atapnya.
Cahaya lampu yang cukup terang menerangi keseluruhan tempat ini.
Orang dengan seragam yang berbeda nampak berjalan kesana kemari, seakan sibuk mengerjakan sesuatu.
Beberapa bangunan dari baja nampak berfungsi sebagai toko maupun tempat kerja. Dengan dua bangunan besar yang tak lain merupakan apartemen tempat mereka tinggal.
"Selamat datang di pangkalan utama Libera cabang Amerika Utara. Di sini, kami berusaha sebaik mungkin untuk mengumpulkan manusia yang tersisa dan melindungi mereka di balik dinding yang tebal itu." Jelas Eva sambil menunjuk ke dinding raksasa di kejauhan.
Axel nampak terkagum-kagum atas pemandangan kota ini. Tapi.... Apakah ini benar-benar kota? Lagipula, Ia sama sekali tak melihat adanya langit.
"Libera.... Apakah ini di bawah tanah?" Tanya Axel.
"Benar sekali." Balas Eva sambil tersenyum lebar.
Keduanya melanjutkan tur singkatnya. Dengan Eva yang terus menjelaskan mengenai tempat ini.
"Seperti yang kau lihat, orang berseragam putih sepertimu adalah penduduk sipil. Mereka dibebani pekerjaan dasar seperti bersih-bersih, sektor pelayanan, dan lain sebagainya." Jelas Eva sambil menunjuk ke kerumunan orang yang ada di kejauhan.
Axel mendengarkannya sambil menganggukkan kepalanya.
"Kemudian mereka yang mengenakan seragam biru adalah pegawai di bidang energi. Hanya segelintir orang yang bisa dipercaya untuk pekerjaan itu, karena kau tahu.... Energi sangatlah penting di sini. Termasuk listrik." Jelas Eva.
"Sumber energinya?" Tanya Axel penasaran.
"Flux. Tak ada energi yang jauh lebih efisien dari itu di alam semesta ini."
Flux. Sebuah energi misterius yang ditemukan berada di dimensi yang berbeda. Atau lebih tepatnya, energi yang terbentuk karena pengeboran dimensi yang berbeda.
Sangat bersih. Tak ada bahaya sedikit pun. Dan juga sangat efisien.
1 gram dari Flux dalam bentuk cair dapat digunakan untuk menyuplai kebutuhan energi sebuah kota selama 1 bulan.
Dan pada masa kejayaannya, umat manusia berhasil mengebor dan mengambil ribuan ton Flux setiap harinya. Dengan kata lain, energi umat manusia sudah menjadi tak terbatas pada saat itu.
"Jadi begitu. Lalu mereka?" Tanya Axel sambil menunjuk ke sekelompok orang dengan seragam berwarna kehijauan.
"Mereka adalah petani. Mengembangkan berbagai tanaman melalui teknologi hidroponik. Pekerjaan yang sangat penting untuk memenuhi seluruh kebutuhan makanan penduduk di benteng ini." Balas Eva.
Eva secara perlahan menuntun Axel ke dalam sebuah bangunan yang berada tepat di pusat kota bawah tanah ini.
Sebuah bangunan yang besar dengan lambang tombak dan juga rantai yang patah itu.
"Terakhir dalam tur singkat ini. Selamat datang di pusat dari semua aktivitas di benteng ini. Markas utama pasukan Liberator." Jelas Eva.
Di dalam bangunan ini, terdapat dua jenis seragam. Yang pertama adalah seragam militer berwarna abu-abu sama seperti yang dikenakan oleh Eva.
Kemudian yang kedua, adalah mereka yang mengenakan seragam berwarna kehitaman. Dimana mereka mendominasi warna di markas militer ini.
"Yang berseragam hitam, adalah militer bagian logistik. Sedangkan yang berseragam abu adalah...."
"Petarung. Ya, aku mengingatmu. Kau yang membelah monster berzirah hitam itu kan?" Tanya Axel tepat setelah memahami semuanya.
Senyuman tipis terlihat di wajah Eva.
"Aaah, jadi kau masih ingat?"
"Aku paham apa maumu. Merekrutku dalam pasukan bukan? Maaf saja, tapi aku cukup lemah. Jadi aku akan bergabung di pihak pegawai sipil atau...."
Sebelum Axel sempat menyelesaikan perkataannya, Eva segera memotongnya.
"Tidak. Kau sama sekali tak lemah." Ucap Eva.
"Hah? Apa maksudmu?"
Axel yang mendengarnya pun kebingungan. Selama ini, Ia selalu bisa bertahan hidup dengan kritis karena kemampuannya yang tak begitu kuat.
Dirinya hanya cepat. Itu saja.
Ketika dihadapkan dengan musuh besar seperti sebelumnya, satu-satunya pilihan bagi Axel hanyalah untuk kabur. Tak seperti sosok wanita di sebelahnya ini.
Tapi mengatakan bahwa dirinya sebenarnya tak lemah?
"Ikut denganku." Ucap Eva sambil menuntun Axel memasuki sebuah elevator.
Axel hanya terdiam. Merasa penasaran atas kebenaran dari semua ini.
Sementara itu, Eva nampak menggesekkan kartu identitasnya sebelum menekan tombol lantai paling bawah di bangunan militer ini. 20 lantai dibawah tanah tempat mereka berdiri sebelumnya.
"Kemana kita?" Tanya Axel kebingungan.
"Wajah sebenarnya dari energi Flux."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
John Singgih
tur singkat sekaligus panggilan untuk bergabung untuk MC kita
2022-12-15
0
Adryan Eko
good.. nice chapter
2022-07-27
1
Kerta Wijaya
🤟🤟
2022-07-18
1