Menjelang pulang, baru lah aku bisa kembali ke base camp para staf OB. Sesampai nya aku di base camp, aku hampir-hampir tak lagi bisa merasakan kaki ku sendiri karena terlalu letih nya aku naik turun tangga sesiangan ini.
"Kamu ke mana aja, La? Dari siang kayaknya gak lihat kamu sih di base camp?" Sapa Erlan saat melihat ku yang baru melangkah masuk melewati pintu.
"Jangan.. tanya.. dulu.. aku..mau rebahan, please.." mata ku langsung menyasar ke tempat sofa single di ujung ruangan. Dan ku arahkan tubuh dan pikiran ku ke pembaringan di sana.
"Hahh.. kaki.. oh.. kaki.. mau dapat duit kok susah begini..?" Aku melantunkan puisi asal.
Tak lama kemudian, kudengar langkah beberapa staf OB lainnya memasuki base camp. Sepertinya semua rekan kerja ku itu hendak bersiap-siap pulang.
"Kamu kenapa, La? Capek banget emang ya kerjaan hari ini?" Tanya Erlan kembali.
Kali ini kudengar suaranya begitu dekat dengan ku. Pastilah ia berdiri tak jauh dari ku kini. Aku hanya menebak. Terlalu letih untuk membuka mata dan memastikan posisi rekan kerja ku itu saat ini.
Belum sempat aku menjawab pertanyaan Erlan, kudengar suara Bagas bicara.
"Kasihan banget si Ela. Dia kayaknya bikin kepala manajer baru kita marah deh. Seharian ini dia disuruh naik turun tangga anterin file. Beberapa kali kita ketemu, tadi. Ya kan, La?" Ucap Bagas kemudian.
Kubuka kedua mata ku dengan tenaga tersisa. Dan aku langsung menyolot ke arah Bagas.
"Nama ku tuh Laila, Gasss!! La i La! Sampe berapa kali sih kamu mau salah manggil nama ku?"
Bagas menyengir kuda. Menyadari kekhilafan nya yang teramat sering dilakukan nya itu.
"E hehe.. maaf La.. maaf.. Lagian mirip juga kan. Ela. Laila." Bagas mencoba membela diri.
"Mirip. Mirip. Iya emang Ela tuh mirip. Tapi Nila? Lala? Mala? Kenapa gak sekalian aja kamu manggil aku Koala? Panda? Atau gorila?!" Aku melepas emosi kesal yang sudah ku tahan hampir sesiangan ini kepada Bagas.
Memang nasib apes nya Bagas yang jadi samsak emosi ku atas ulah tiran si Keong racun.
"Ya ampun, La.. Sabar.. ku pikir kamu udah gak ada tenaga buat bangun berdiri. Tapi ternyata mulut kamu masih mercon macam petasan meledug waktu lebaran!" Tegur Erlan di dekat ku.
Aku merasakan sebuah tangan melepas sepatu pantofel yang ku kenakan. Saat ku lihat, ternyata Erlan memijit telapak kaki ku dengan cukup piawai.
Merasakan rileksasi di telapak kaki atas pijatan yang dilakukan oleh Erlan itu, emosi ku pun seketika mereda.
"Duhh.. enak banget Lan. Kamu jadi tukang pijit aja. Sayang banget kamu tuh cowok. Kalau gak, ku lamar jadi tukang pijit pribadi ku deh, kamu, Lan!" Seloroh ku asal dengan mata yang kembali terpejam.
"Woy.. istighfar woy.. kawin dulu deh kalian berdua! Jangan asik asikan berdua di sini. Belum muhrim! Belum halal!" Goda Bagas di kejauhan.
Aku tak menghiraukan ucapan Bagas. Ku nikmati saja setiap pijitan tangan Erlan di telapak kaki ku. Aku tak menghentikan aksi Erlan, karena toh pemuda itu juga sepertinya sadar diri dan hanya memijit telapak kaki ku saja.
"Laila? Kamu kenapa?"
Tiba-tiba saja terdengar suara Nindi yang datang mendekat. Seketika aku pun langsung terbangun duduk dan memfokuskan pandangan ku pada rekan kerja ku yang teramat baik itu.
Begitu ku dapati Nindi yang sudah berdiri sangat dekat dengan ku, aku pun langsung berdiri dan menghambur memeluknya.
"Nindii.."
Aku langsung saja menceritakan perihal ketiranan kepala manajer kami itu. Dan Nindi mendengarkan cerita ku dengan raut simpatik. Begitu pun juga dengan beberapa rekan kerja ku lainnya yang turut mendengarkan kesengsaraan ku di hari ini.
Hampir semuanya ikut menyumpahi bos baru kami itu. Membuat ku merasa cukup terharu dengan solidaritas rekan-rekan ku ini. Sampai kemudian, ku dengar sebuah komentar sinis yang keluar dari mulut Gina.
"Cih. Dasar caper!" Ucap Gina sebelum menghilang keluar pulang duluan.
Selama beberapa waktu suasana menghening. Sampai sosok Gina tak lagi terlihat, baru lah seseorang berujar menghibur.
"Jangan dengerin omongan Gina ya, La. Dia mah memang begitu orang nya."
Aku mengangguk pelan dan mengusir rasa kesal yang sempat muncul akibat perkataan Gina tadi.
"Memang nya kamu buat kesalahan apa sih, La? Sampai-sampai kepala manajer baru kita itu kayaknya dendam banget sama kamu?" Tanya Nindi tiba-tiba.
Dan aku gelagapan bingung hendak menjawab apa. Tak mungkin juga kan bila ku ceritakan sikap tak sopan ku saat mendengar gurauan gelap bos kami itu yang menggoda ku dengan ucapan naksir padanya?
Erlan lalu angkat suara dan membalas pertanyaan Nindi dengan anggapan nya sendiri.
"Jangan-jangan bos kita dendam sama kamu gara-gara kamu yang kelepasan kentut bau waktu itu, La?" Tebak Erlan.
Secepat roket, ku layangkan pandangan tajam milikku pada Erlan atas pernyataan nya yang cukup membuat ku malu itu.
Dan Erlan langsung menyadari kesalahannya itu. Dia langsung mengunci mulut nya dan memberikan ku pandangan meminta maaf.
Andai saja semudah itu permasalahan bisa selesai. Sayang nya, tidak bisa semudah itu. Karena Bagas si Kompor meledug langsung menyambar pernyataan Erlan tadi.
"Apaan tadi kata Lo, Lan? Laila pernah kelepasan kentut di depan kepala manajer kita?!" Tanya Bagas memastikan.
Aku hanya bisa menunduk malu. Jatuh sudah harga diri ku di antara para staf OB. Terlebih saat kulihat cengiran lebar dan tawa yang tak lagi ditahan dari beberapa staf OB pria. Beberapa bahkan dengan berani nya mengacak-acak rambut ku.
"Hahaha, Lailaa.. Laila.. apes benar nasib mu itu La. Bisa jadi yang dikatakan Erlan benar. Akibat kentut, hidup mu pun semrawut!" Seloroh Bagas di antara sela tawa nya.
Spontan saja ku lempar Bagas dengan bantal lengan yang ada di atas sofa. Namun sayang, ia berhasil mengelak. Dan bantal itu malah mengenai wajah Mas Idham yang baru masuk ke dalam base camp.
"Aduh!"
"Maaf Mas Idham!" Aku langsung meminta maaf.
"Gak apa-apa, La. Cuma kaget aja. Ada apa sih, kok ramai sekali? Kalian gak pada pulang? Udah mau maghrib lho bentar lagi!" Tegur Mas Idham seraya mengedarkan pandangan nya ke seisi ruangan.
Beberapa staf masih tersenyum-senyum geli. Hanya Bagas saja yang masih dengan tega nya menertawakan ku.
"Hahaha! Si Lola nih, Bang!" Seloroh Bagas mengawali.
"Laila! Laila!" Protes ku langsung.
"Iya, Laila cantik. Maaf, maaf!" Ucap Bagas masih dengan wajah yang menyengir.
"Adik kita yang satu ini, nih, Bang. Kena apes kentut di depan kepala manajer baru kita. Dan seharian tadi dia kena getah nya! Dikerjain habis-habisan dia sama si Bos!" Papar Bagas menjelaskan.
Rasa-rasanya ingin ku sumpal mulut Bagas dengan kaos kaki ku yang sudah seminggu tak ku cuci. Senang benar dia tertawa di atas penderitaan ku ini!
Mas Idham lalu beralih menatap ku. Dan aku langsung menunduk malu. Kemudian, sesuatu pun terjadi. Malaikat penolong ku pun beraksi.
"Bagas! Jangan kelewatan menertawakan Laila. Dia pasti lah merasa malu sekali!" Tegur Mas Idham dengan nada yang cukup keras.
Seketika, semua yang ada di ruangan langsung terdiam. Termasuk juga Bagas. Kemudian kurasakan banyak mata yang memperhatikan ku. Merasa gerah hati, ku balas beberapa pandangan mereka dengan pelototan ku.
"Udah puas ketawa nya?" Ucap ku merajuk.
Detik kemudian, hampir semua rekan kerja ku langsung buru-buru meminta maaf.
"Ya ampun, La.. maaf ya tadi kita kelepasan ketawa.."
"Iya, La.. kamu menghibur banget sih!"
"Kamu beneran ngegemesin banget deh, La. Mirip banget sama adik ku yang masih SD." Ku pelototi dia yang menyamakan ku dengan adik nya yang masih SD. Dia adalah Theo. Yang kini terlihat ber -high five dengan Bagas, lalu menyengir kuda ke arah ku.
'Dasar duo kompor meleduk!' umpat ku pada dua rekan kerja ku itu.
"Sudah! Sudah! Jangan jahilin Laila lagi lah! Mending pada pulang, semua! Tuh kan udah adzan!" Tegur Mas Idham kembali.
Perlahan, sayup-sayup suara adzan menelusup masuk melalui lubang di pinggiran jendela. Seketika semua kerubungan semut, eh, staff OB di sekitar ku pun langsung ambyar. Semuanya bergegas pamit pulang.
Aku pun bergegas keluar gedung bersama dengan Nindi. Sesampainya di depan gedung, terlihat seorang pria paroh baya yang duduk di atas motor dan melihat ke arah kami.
Nindi lalu menjelaskan.
"Jemputan ku udah datang. Aku duluan ya, La!" Pamit Nindi terburu-buru.
"Itu siapa--" pertanyaan ku tertelan angin, kala Nindi kulihat naik ke atas boncengan motor pria paruh baya itu dengan terburu-buru. Ia bahkan tak lagi menengok ke arah ku.
"Buru-buru banget, Nindi. Udah kayak dikejar setan aja," gumam ku asal.
"Yang jelas bukan aku ya setan nya. Kita pulang yuk. Kamu aku antar!" Tiba-tiba indera ku menangkap suara lelaki yang tahu-tahu telah berdiri di samping ku.
Saat ku tengok wajah lelaki itu, aku pun langsung memasang ekspresi geram.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Senajudifa
kasian banget la
2022-11-26
1
FLA
babang eer.. tu
2022-07-17
2
Author yang kece dong
Lanjut kak Mel... 🤗
2022-07-17
2