Sekitar 83 hari yang lalu...
Ini adalah hari pertamaku masuk kerja. Aku sangat bersemangat sekali. Karena sudah hampir se bulan lamanya aku menganggur di rumah.
Sebelumnya, aku bekerja sebagai pelayan di sebuah toko baju yang ada di mall terbesar di kota B. Namun, karena suatu insiden, aku dituduh mencuri dan di PHK dengan tidak hormat. Padahal seumur hidupku aku tak pernah mencuri.
Sedari kecil Mama mengajarkan ku untuk tidak mengambil sesuatu yang bukan milikku, entah dengan cara merebut atau mengambilnya diam-diam. Dosa hukumnya. Jika di dunia mungkin bisa terbebas, maka di akhirat kelak pasti ada balasan yang akan didapat.
Walaupun aku tak rajin shalat seperti Mama, seiyanya, sedikit banyaknya aku juga takut berbuat dosa. Prinsip ku, minimal, aku tak menambah dosa jika aku tak bisa menambah pahala.
Di tempat kerjaku yang sebelumnya, aku pernah menegur seorang rekan kerjaku yang tak sengaja kudapati menilap uang pemasukan di hari itu. Ia memang langsung menaruh uangnya kembali. Tapi mungkin, sejak saat itulah ia jadi dendam padaku sampai-sampai menjebak ku hingga aku akhirnya dituduh mencuri dan dipecat.
Aku sangat kesal. Sebelum pergi dari tempat kerjaku itu, aku sempat membuat perhitungan dengan kawanku itu. Kuletakkan saja seekor kodok yang biasa kutemukan di kolam belakang gedung, ke dalam tas tangan wanita itu.
Meski aku tak melihat langsung reaksi perempuan itu saat melihat hadiahku, aku sudah merasa sangat puas karena bisa membalaskan kekesalanku.
Hahaha!
Aku melihat penampilanku kembali di cermin. Rok hitam selutut, kemeja putih, sepatu pantofel, dengan rambut sepanjang pinggang yang sudah kusanggul rapih.
Aku mengagumi pantulan ku sendiri yang ada di cermin. Wajahku memiliki kemiripan 90 persen seperti Mama. Wajah manis asli orang Sunda, dengan kulit sawo matang merata dan dua lesung kembar di pipi kanan dan pipi kiri ku.
Aku memang tak cantik. Tapi aku jelas manis.
"Maa, Lail berangkat ya!" teriak ku terburu-buru.
Mama lalu muncul dari ruang dapur dengan tangan yang berlumur tepung. Mama memang menyambi jual gorengan sebelum ia pergi ke rumah-rumah orang kaya di perum kampung sebelah untuk bekerja sebagai buruh cuci dan gosok.
Gorengan yang Mama jual biasanya ia titipkan di warung dekat perum. Sebelum akhirnya Mama terima hasil penjualannya pada sore harinya, usai Mama pulang dari bekerja.
"Kamu gak telat ini, Nak?" tanya Mama khawatir saat melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit.
"Enggak, Ma! kan kantor tempat Lail kerja sekarang dekat banget, Ma. Paling kalau naik ojek, sepuluh menit doang!" sahut ku sambil mencomot gorengan ubi yang ada di atas meja.
"Kamu udah sarapan?" tanya Mama kembali, peduli.
"Udah. Sedikit, tadi. Laila berangkat ya, Ma! Doa in Lail biar bos yang sekarang baik, dan Lail cepet dapat gaji yang gede!"
"Aamiinn.. Mama selalu mendoakan kamu, Nak. Semoga Allah memberi kelancaran rizki, usaha dan jodoh untuk kamu! aamiin.." ucap Mama kembali seraya menangkupkan tangannya untuk menampung doa.
"Iihh.. Mama.. ngebahasnya soal jodoh melulu! masih lama, Maa.. Lail mau cari uang yang banyak dulu biar bisa bikin Mama bahagia. Jodoh mah nanti aja lah!" ucap ku asal.
"Hush! kamu kalo ngomong tuh hati-hati! gak apa-apa kalau jodoh kamu datangnya cepat juga. Mama jadi lebih tenang kalau kamu udah ada lelaki yang bisa jagain kamu!"
Aku memutuskan untuk diam tak menyahut ucapan Mama itu. Jika kusahut lagi, urusannya bisa lama.
"Oke. oke.. atur aja deh, Ma. Lail berangkat dulu ya, Ma! Assalamu'alaikum!" ucapku buru-buru pergi pamit.
Setengah berlari, aku menuju pangkalan ojek yang ada di tikungan jalan. Kusapa Mang Udin, ojek yang kemungkinan akan menjadi langganan ku kelak.
"Mang, ke Jalan Kisamaun ya, Mang! deket pertigaan Engkol!"
"Siap, Neng!" sahut si Mamang.
Begitu sampai di depan sebuah gedung, aku bergegas masuk ke dalam dan menggesekkan kartu pegawai yang baru seminggu ini kumiliki, ke sebuah alat mesin di dekat pintu masuk.
Kartu itu berfungsi sebagai alat absen dan juga akses masuk ke beberapa ruang tertentu.
Aku bekerja sebagai office girl di sebuah kantor milik perusahaan Tekstil terbesar di kota A yang kini baru membuka cabang lain di kota B. Gaji awal yang ditawarkan oleh pihak HRD pun lumayan besar jika dibanding dengan pekerjaanku yang sebelumnya. Minimal, di kantor ini aku bisa menerima gaji UMR.
Selesai menggesekkan kartu akses, aku langsung menuju ruang khusus untuk para office girl dan office boy. Di sana aku berkenalan dengan teman-teman baru ku yang hampir semuanya adalah lelaki.
Hanya ada dua orang teman wanita yang bekerja sebagai office girl. Mereka bernama Nindi dan Gina.
Nindi adalah perantau asal kampung Z yang ikut bersama paman nya ke kota B usai lulus SMA. Parasnya sederhana dengan senyuman ramah yang hampir selalu menghiasi wajahnya. Aku langsung merasa cocok dengan Nindi.
Sementara Gina adalah penduduk asli kota B. Ia memiliki wajah yang bisa dibilang cantik. Sayangnya, kepribadiannya cuek dan sedikit angkuh. Jelas, aku tak akan bisa cocok dengan makhluk, err, maksudku rekan wanitaku itu.
Sementara rekan kerjaku lainnya adalah tujuh orang office boy yang berusia sekitar akhir belasan hingga awal tiga puluhan. Dengan senior nya adalah Mas Idam, lelaki yang mengaku telah mengabdikan dirinya di dunia per office-an sejak tiga belas tahun yang lalu.
Usai berkenalan singkat, masing-masing temanku mengambil catatan kecil yang tergantung di sebuah papan mading yang tergantung di salah satu dinding dalam ruangan.
Mas Idham mengatakan bahwa setiap tugas akan disampaikan oleh para pegawai yang membutuhkan bantuan tertentu melalui telepon. Mas Idham lalu akan mencatat daftar tugas yang hampir akan selalu ada di setiap menitnya itu pada selembar kertas catatan kecil.
Selanjutnya lembaran kertas berisi pekerjaan untuk para office boy dan office girl itu akan dipasang di mading. Dan setiap office girl dan office boy yang sudah selesai mengerjakan tugasnya harus mengambil tugas baru yang ditempel di mading.
Selain tugas tambahan, ada juga tugas yang sifatnya rutinitas. Semisal menyapu dan mengepel lantai 1 hingga lantai 7 secara bergiliran.
Kebetulan sekali aku mendapat tugas membersihkan lantai 7 pada hari ini, menggantikan tugas pekerja sebelumnya yang kini telah mengundurkan diri.
Aku pun bergegas memakai seragam kebersihan dan mengambil peralatan menyapu dan mengepel di gudang.
Namun sebelum aku menaiki lift, Mas Idam memberikan peringatan kepadaku.
"Bergegaslah saat membersihkan ruangan kantor Kepala manajer. Ku dengar kepala manajer yang baru, akan datang sekitar jam sembilan. Kamu masih punya waktu satu jam lagi!" tutur Mas Idam mengingatkan.
Aku mengangguk paham dan bergegas menaiki lift menuju lantai tujuh, lantai teratas di gedung perkantoran tempat kerja ku itu.
Sesampainya di lantai tujuh, aku bergegas mengelap dan mengepel seluruh lantai di lima ruangan yang ada di lantai ini. Rasanya benar-benar melelahkan!
Aku yang terbiasa bekerja santai sebagai pelayan toko, kini harus berletih-letih menguras peluh dan melatih otot. Sungguh sebuah tantangan bagiku.
Usai mengepel seluruh ruangan di lantai tujuh, aku hendak kembali turun ke ruangan basecamp para office girl dan office boy. Namun, tiba-tiba saja aku teringat telah meninggalkan ponsel ku di ruangan terakhir yang kubersihkan. Dan itu adalah ruangan milik kepala manajer.
Aku pun bergegas pergi lagi ke ruang kepala manajer dan bersyukur karena ternyata tak ada siapapun di ruangan itu.
"Syukurlah manajer nya belum datang!" Aku bergumam pelan.
Kuambil ponsel ku yang tadi sempat terjatuh dan ku letakkan di pinggiran jendela. Dan bergegas melangkah pergi keluar ruangan.
Namun, sebuah insiden pun terjadi. Aku tak sengaja menyenggol sebuah pot bunga kecil hingga terjatuh ke lantai.
Syukurlah pot itu adalah pot plastik. Namun tetap saja aku harus kembali menyibukkan diri mengumpulkan tanah dan bunga hingga kembali ke dalam pot nya.
Di saat aku sedang membersihkan kekacauan kecil yang ku perbuat itu, tiba-tiba saja pintu masuk ruangan, terbuka. Dan aku mendengar langkah kaki memasuki ruangan.
"Ya.. Udah sampe nih. Lumayan besar sih kantornya,"
Suara bass milik seorang pria yang baru saja masuk membuat ku merasa canggung.
'Sepertinya dia itu kepala manajer yang baru,' tebak ku dalam hati.
Dan beberapa menit berikutnya aku mendengar Kepala manajer yang baru itu asyik berbincang dengan seseorang di telepon. Sementara aku bergegas merapihkan sisa tumpahan tanah ke dalam pot dalam diam.
Namun, tiba-tiba saja saat aku hendak beranjak bangun usai membersihkan sisa tanah di lantai, aku malah tak sengaja kelepasan kentut.
'psshh..' bunyinya.
Spontan saja aku kembali menunduk. Ya malu. Ya takut jika ketahuan kentut oleh kepala manajer ku itu, nanti aku bisa dipecat. Apalagi, kusadari beberapa detik kemudian kalau kentut ku ternyata beraroma.
Aroma telur busuk.
'Sial! gara-gara kebanyakan makan ubi nih kayaknya!' aku mengumpat dalam hati.
"Huekk! bau apaan nih! Kayak bau kentut!"
Aku mendengar suara sang kepala manajer yang mengumpati kentut ku yang bau. Semakin takut lah aku untuk menampakkan diri.
Dalam hati aku berkomat-kamit mengucap doa, agar keberadaanku tak ketahuan oleh sang manajer baru.
Sayang beribu sayang, doaku nampaknya tak mempan. Karena detik berikutnya, aku malah kembali kentut. Kali ini, bunyinya nyaring menciut.
'uuuuttt...'
"Siapa itu?!"
'Sial! sial! sial! apes banget sih aku! Kurang sholat kali yaa, kenapa coba doaku ga ampuh di saat genting seperti ini!' aku mendumel dalam hati.
"Hey! jangan ngumpet deh! ngapain jongkok-jongkok di situ, hah?!" hardik Sang manajer kepadaku.
Merasa tak lagi bisa menyelamatkan diri, aku pun memasang wajah nelangsa di paras ku yang manis ini. Berharap setelah melihat wajahku, sang manajer akan berubah jadi baik dan tak lagi memarahiku.
Namun, begitu aku berdiri dan mengangkat wajahku hingga beradu tatap dengan Sang manajer, aku dibuat terkejut. Karena ternyata aku mengenali wajah lelaki tampan yang jadi manajer di kantor ku itu.
"Kamu?!" ucapku sambil melayangkan telunjukku padanya.
"Elo?!" ucap lelaki itu berbarengan, juga dengan telunjuk yang diarahkannya kepadaku.
Seketika itu juga aku merasa hari ini aku sungguhan apes. Karena ternyata atasanku di tempat kerjaku yang baru ini adalah pemuda songong yang pernah kutemui di pinggiran danau Mutiara, sekitar satu minggu yang lalu.
'Sial! Alamat super apes dah nih!' aku kembali mengumpat dalam hati.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
martina melati
eitsss bukan ngeledek lho... tp sungguh kocak thor
2024-09-17
0
martina melati
hahaha... kocak jg thor...
2024-09-17
0
Rini Antika
Astagfirulloh kasihan bgt, semangat terus ya pasti org yg nuduh km mencuri bkalan mendapat hkuman yg stimpal
2022-08-26
1