Ku pandangi wajah tampan Kepala Manajer ku itu dengan mata yang masih mengantuk.
"Yey, malah bengong. Seingat gue, ini masih jam kerja deh. Ngapain Lo malah tiduran di sini? Magabut ya?" Tuduh Bos ku itu.
Seketika aku pun langsung emosi kala dituduh magabut (makan gaji buta).
"Enak aja! Siapa juga yang magabut! Orang aku lagi nungguin pesanan karyawan kok," aku membela diri.
"Iya. Tapi sambil tiduran kan?" Tuding Bos ku itu kembali.
Tak bisa mengelak, akhirnya aku hanya bisa terdiam.
Ku harap bos songong ku itu segera berlalu pergi. Tapi nyatanya, harap ku itu jadi impian yang terlalu muluk. Karena detik kemudian, mulut Bos ku itu kembali mengeluarkan racun nya.
"Itu iler coba dihapus dulu! Jorok banget sih! Udah tiduran, eh malah ileran juga!" Sindir si Keong Racun, eh, Bos songong ku itu.
Seketika aku pun langsung mengusut mulut ku yang kurasa kering. Lalu kulihat sebuah senyuman jahil terpampang di wajah bos songong ku itu. Dan tahu lah aku kalau aku sedang dikerjai oleh nya.
"Sialan!" Aku mengumpat. Dan langsung ku sesali kala kulihat mata bos ku yang langsung menyipit usai mendengar umpatan ku tadi.
Merasa serba salah dan jengkel sekaligus, akhirnya ku putuskan untuk segera hengkang dari situasi yang tak mengenakkan ini.
"Aku.." ku sadari panggilan ku terhadap diri sendiri di hadapan bos ku itu rasanya terdengar tak etis. Akhirnya aku pun buru-buru meralatnya.
"Saya permisi dulu, ya, Pak! Saya mau anterin pesanan karyawan dulu."
Dan, tanpa mendengar jawaban dari si Keong racun, aku pun langsung melesat pergi membawa pesanan karyawan, usai membayar nya terlebih dahulu.
Tak ku hiraukan ucapan Bos Songong ku itu yang sepertinya mengatakan sesuatu tentang "Kasar" dan "Tak beretika".
Ku tebak, pastilah Bos ku itu sedang mengumpati ku.
"Dasar Bos Keong. Gak punya simpati banget sih. Harusnya ya kalau orang tidur kan jangan digangguin!" Dumel ku sepanjang jalan menuju lantai tiga.
***
Setelah dari kantin, aku kembali sibuk berwara-wiri ke sana ke mari. Tak kubayangkan kalau tugas OB ternyata bisa sesibuk ini. Pantas lah gaji nya sedikit di atas UMR. Karena toh pekerjaannya hampir menyandingi kerja rodi nya jaman penjajahan Jepang dulu.
Meski begitu, aku menyempatkan diri untuk santai di ruang OB beberapa kali. Aku bahkan sempat makan bersama Nindi di kantin saat jam istirahat siang.
"Gimana hari kedua ini, La? Betah kan?" Tanya Nindi ramah usai menghabiskan soto campur nya.
Terlebih dahulu, aku menyeruput es teh manis, sebelum menjawab pertanyaan Nindi tadi.
"Lumayan lah Nin. Biar badan capek, tapi kalau hati senang ya kerjaan sih jadi kerasa enjoy ya!"
Nindi tersenyum menanggapi ucapan ku itu.
"Iya. Paling awal-awal aja sih ngerasain capek nya. Karena belum terbiasa aja kali ya kerja labor. Sebelumnya kamu emmang kerja di mana, La?" Tanya Nindi kembali.
"Di mall. Jadi pelayan di toko baju. Kerja nya sih nyantai banget. Paling sibuk ya kalau week end aja. Atau kalau ada barang baru turun. Jadi mesti mindah-mindahin baju lama ke tempat belakang. Sementara baju baru di taro di depan," papar ku menerangkan.
"Ooh.. gaji nya gimana La?"
"Soal gaji sih, menang jauh kerja di sini dari pada di mana-mana juga. Eh, kayaknya pabrik kita deh yang paling ngasih gede upah karyawan OB nya. Soalnya aku juga punya teman OB, tapi gaji nya di bawah UMR."
"Ya iya lah. Kan pabrik kita lumayan gede, La.. Udah punya banyak cabang di lain kota. Pabrik di sini juga kan pabrik cabang."
"Oh ya? Ku kira ini pabrik pusat. Habis luas gedung nya aja kan lumayan ya," seloroh ku menebak.
Tiba-tiba saja, saat aku sedang bercengkrama dengan Nindi, seorang pelayan kantin menghampiri meja kami.
"Permisi, Mbak. Mbak yang tadi pagi pesan Mie kornet terus ketiduran di sini bukan ya?" Tanya pelayan wanita muda itu.
"I..ya? Kenapa ya?"
"Alhamdulillah.. ini lho Mbak. Tadi pagi Mbak nya ketinggalan ponsel kan?" Tanya sang pelayan dengan wajah sumringah.
Spontan, aku pun langsung meraih saku seragam OB yang ku kenakan. Dan aku langsung terhenyak kala tak ku dapati keberadaan ponsel ku di sana. Seingat ku, aku masih memegang nya tadi pagi untuk menyimpan nomor rekan OB ku lainnya.
Aku pun langsung menatap penuh harap pada pelayan muda di hadapan ku itu. Berharap, teguran nya itu mengisyaratkan berita baik perihal hilang nya ponsel butut ku.
"Iya. Aku baru sadar kalau ponsel ku hilang!" Ungkap ku jujur.
"Yang ini bukan, Mbak, ponsel nya?" Tanya sang pelayan seraya menyodorkan ponsel BB ber casing warna hitam, namun tampak jelas sangat kumal.
"Iya! Itu ponsel ku!" Aku berseru senang dan langsung meraih ponsel ku itu dari tangan sang pelayan.
"Makasih ya, Mbak! Mbak yang temuin ya?" Ucap ku dengan rendah hati dan penuh rasa syukur.
Tak bisa kubayangkan jika ponsel ku ini benar-benar hilang. Tentulah aku akan kelabakan pergi ke gerai pusat operator telepon untuk mengganti nomor baru dengan nomor lama ku. Sehingga semua akun sosial dan bisnis ku bisa aman dan tak dijamah oleh orang yang tak bertanggung jawab.
Apalagi saat kuingat simpanan emas digital milikku. Duh. Ingin rasanya aku mengeplak kepala ku sendiri atas kecerobohan yang kulakukan ini.
"Bukan saya, Mbak, yang menemukan ponsel Mbak nya. Tapi itu loh. Lelaki yang pagi tadi ngobrol sama Mbak nya lah yang menemukan ponsel itu. Saya dititipin sama Mas ganteng nya untuk ngembaliin ponsel ke Mbak nya," papar sang pelayan, cukup panjang lebar.
"Huh? Lelaki?" Aku mengingat-ingat lelaki yang dimaksud oleh sang pelayan. Dan kemudian tahulah aku siapa yang dimaksud oleh pelayan itu.
'Cih! Ganteng katanya?! Masih gantengan Brad Pitt ke mana-mana!' tukas ku membatin.
Sang pelayan pun lalu pamit pergi. Meninggalkan ku yang masih menatap ponsel ku lekat-lekat.
"Siapa lelaki yang nemuin ponsel mu, La?" Tanya Nindi tiba-tiba.
"Itu loh. Si keong racun.." jawab ku asal.
Beberapa detik kemudian, aku menyadari jawaban ku pastilah telah membingungkan Nindi. Akhirnya aku pun kembali menerangkan singkat.
"Bukan siapa-siapa Nin. Lagian bukan orang penting kok!" Aku meyakinkan Nindi.
Kemudian, aku mencoba mengecek ponsel ku. Aku ingin tahu apakah Bos Songong ku itu sempat membuka-buka ponsel ku atau tidak. Karena bodohnya aku tak mengunci layar ponsel ku. Jadi siapa pun bisa mengakses ponsel ku.
Sementara untuk aplikasi nya baru lah ku pasang password.
Kulihat histori ponsel. Dan ternyata, histori nya sesuai dengan yang kubuka sedari semalam tadi. Terakhir kali, aku memang membuka aplikasi telepon untuk menelpon Bagas, salah satu rekan OB ku.
Lalu kulihat ada nomor asing yang belum tersimpan di memori ponsel ku. "Pastilah aku lupa menyimpan nomor Bagas tadi pagi."
Aku pun langsung menyimpan nomor asing itu dan membubuhinya nama Bagas OB.
"La, balik yuk ke base camp. Udah selesai kan makan nya?" Ajak Nindi beberapa saat kemudian.
"Ayok! Udah.. udah kenyang kok."
Dan kami pun berlalu pergi dari kantin kantor. Meninggalkan jejak lapar yang telah berganti dengan rasa kenyang usai menandaskan makan siang kami.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Senajudifa
la...ceroboh banget
2022-09-20
1
Lina Zascia Amandia
3 bab dulu Kak...
2022-08-11
1
Author yang kece dong
Lanjut...
2022-07-15
2