Aku sampai di rumah ketika adzan maghrib telah lama berhenti berkumandang. Ku lewati gang sempit yang akan mengantarkan ku menuju kontrakan kecil tempat ku tinggal bersama Mama selama lebih dari dua tahun ini.
Pemilik kontrakan kami bernama Bu Hajah Mariyah. Seorang wanita paruh baya yang teramat sangat baik. Ada kalanya ketika keadaan keuangan keluarga ku menipis, sehingga menyebabkan kami jadi telat membayar uang sewa kontrakan. Bu Hj. Mariyah dengan berbesar hati mau memaklumi kondisi kami.
Bisa dibilang, aku dan Mama banyak berhutang budi pada Bu Hajah. Terlebih Bu Hajah juga sering membagikan sembako gratis kepada para penghuni kontrakan nya. Aku berharap ada banyak orang baik seperti Bu Hajah Mariyah di dunia ini. Jadi, kami bisa sering-sering mendapatkan sembako gratisan. ha ha ha. Sungguh pemikiran yang kelewat optimis bukan?
Bu Hajah Mariyah memiliki seorang putri tunggal yang seumuran dengan ku. Namanya Nunik. Dan aku bersahabat cukup dekat dengan putri nya itu.
Nunik pun memiliki wajah dan perangai yang menyerupai Bunda nya. Karena Nunik juga adalah seorang yang sangat-sangat baik. Sayang nya Nunik kini sedang menempuh studi S3 di luar kota. Sembari menyambi jadi dosen Arkeologi di Universitas alumnus nya di kota yang sama. Alhasil aku amat jarang menjumpai sahabat ku itu.
Hanya lewat telepon sesekali atau perbincangan lewat pesan singkat saja yang membuat komunikasi di antara kami masih tetap berlangsung.
Biasanya hanya sebulan sekali Nunik pulang untuk mengunjungi kedua orang tua nya. Dan kebetulan hari ini sepertinya sahabat ku itu baru saja pulang.
Saat aku hendak sampai ke depan teras kontrakan ku, ku dengar sapaan Nunik yang memanggil ku dari luar gerbang rumah nya.
"Lailaa!" Panggil Nunik.
Mendengar suara yang sangat ku kenal itu, aku pun langsung menoleh dan berlari menghampiri Nunik yang juga berjalan cepat ke arah ku.
Baru saja aku hendak memeluk nya, ketika ku ingat baju ku yang kotor terkena cipratan genangan air kotor. Alhasil aku pun menahan diri dan hanya meraih kedua tangan Nunik untuk mengajaknya berputar-putar di tempat, macam anak TK.
"Nuniiikk!! Kangennn!!" Ungkap ku jujur.
Ku pandangi wajah Nunik yang mungil dan tertutupi oleh jilbab lebar sepanjang pinggang. Ku nikmati senyuman riang yang menghiasi wajah teduh milik sahabat ku itu. Dan aku benar-benar mengakui kalau aku memang sangat merindukan sahabat ku itu.
"Iya! Iya! Nunik juga kangen Lail.. Lail sehat?" Tanya Nunik ketika kami sudah berhenti berputar-putar macam anak TK.
"Sehat.. sehat banget.. cuma capek aja baru pulang kerja."
"Seragam Lail kok beda? Pindah kerja lagi?" Tebak Nunik dengan sangat tepat.
Memang, ku akui kalau aku sering kali pindah tempat kerja karena selalu saja ada masalah yang mengikuti ku ke mana pun aku pergi. Kebanyakan sih aku sering bermasalah dengan rekan kerja yang sirik dan melimpahkan fitnah kepada ku. Karena nya aku pun bisa enam sampai delapan kali pindah kerja dalam satu tahun. Dan Nunik sangat mengetahui tentang hal ini.
Aku menyengir kuda, dalam menjawab pertanyaan Nunik.
"Ya gitu deh. Ganti suasana lah, Nun," seloroh ku asal.
"Dasar! Pasti Lail duluan kan yang bikin masalah? Coba deh il, jaga emosi kamu yang suka meletup-letup macam petasan itu. Nun khawatir Lail udah ngelamar di semua tempat di kota ini dan nanti mesti ngungsi keluar kota karena semua tempat kerja di kota ini gak mau nerima Lail lagi!" Canda Nunik.
"Sial kamu, Nun! Kok malah nyumpahin temen sendiri sih!" Aku rmemanyunkan bibir ku, pertanda kesal.
"Hh.. tapi omongan Nun bisa jadi benar kan, il.. Lail udah keseringan pindah tempat kerja. Dan hampir semuanya disebabkan karena sifat Lail yang gampang emosian. Kata orang tuh, wajah Lail manis banget, tapi mulut kamu, il, pedas banget kayak mercon. Gak banyak yang bisa tahan ngadepin kamu lho, il.." Nunik kembali dengan wejangan-wejangan nya.
Aku menghela napas letih. Sudah sering menghadapi Nunik dan wejangan-wejangan nya itu..
"Nggih, Ndoro Ayu.. kulo manut." (Bahasa Jawa: Ya, Tuan Putri.. saya akan menurut) ucap ku dengan sikap ala abdi dalem.
Dan Nunik pun melayangkan cubitan sayang nya ke pipi ku yang agak gembil.
"Iiihh.. Lail tuh ya! Nunik kasih saran, sering nya begini nih. Pasti masuk kuping kanan terus keluar kuping kiri!" Kesal Nunik.
"Adu duh! Ampun Nun! Sakit! Jangan kencang-kencang napa cubit nya? Kalau pipi ku tambah melar gimana coba?"
"Biarin ah! Lail masih jomblo ini!"
"Sial kamu, Nun! Kayak kamu gak jomblo aja!"
Dan Nunik seketika menyodorkan tangan kanan nya ke wajah ku. Ku dapati sebuah cincin perak melingkar di jari manis nya itu.
"Nunik udah tunangan lho, il! Jadi bentar lagi Lail jomblo sendirian.." pamer Nunik.
"HAH?! Kapan kamu tunangan, Nun?! Kok gak bilang-bilang sih??!" Aku protes keras.
"Maaf ya, il. Acara nya dadakan sih tadi siang. Nun aja gak nyangka bakal ada acara lamaran," papar Nunik menerangkan.
"Terus, siapa calon kamu? Aku kenal--"
Ucapan ku terpotong oleh panggilan Mama di depan teras kontrakan kami.
"Laila! Kamu sudah pulang, Nak? Sudah shalat maghrib belum? Oh. Sama Neng Nunik toh. Calon nya udah pulang, Neng?" Tanya Mama ku kepada Nunik.
"Udah Buk De.. tadi habis ashar Mas Aryo dan ibu nya pamit pulang duluan ke kota C," jelas Nunik.
Dan aku mengamati obrolan Mama dan Nunik itu, dengan hati yang masih penasaran.
"Kok Mama udah tahu sih?" Aku protes keras.
"Ya tahu lah, Nak. Mama kan ikut bantu-bantu masak tadi pagi. Acara nya memang dadakan ya, Neng?"
"Iya.."
"Terus--"
"Obrolan nya dilanjut nanti aja ya, Nak. Kamu mandi, shalat dulu sana. Waktu maghrib singkat lho, La.." tegur Mama.
"Tapi aku masih pingin ngobrol sama Nunik, Ma.."
"Laila?!" Mama meninggikan suara nya.
"Lail mandi dulu aja ya. Nun juga mau ke warung dulu nih. Nengokin warung nya Abah. Nanti pulang dari warung, Nun mampir deh ke rumah Lail. insya Allah.." ucap Nunik memberi solusi.
"Awas lho ya! Main ya Nun! Soal nya kalau besok kan, kamu mesti lah pergi lagi kan ke kota C? Dan aku juga mulai kerja pagi-pagi sekarang," sahut ku mengingatkan.
"Iya.. iya.. insya Allah nanti Nun main, il.. Udah dulu ya. Cepetan mandi, sana! Lail bau.. Assalamu'alaikum!" Pamit Nunik sebelum berlalu pergi menuju warung sembako milik abah nya.
"Wa'alaikumsalam.. aku tuh bau syurga, Nun.." jawab ku dengan bercanda. Dan Nunik memberi ku senyuman pasrah nya.
"Laila.." Mama kembali memanggil ku.
Membuat ku cepat-cepat melangkah masuk ke dalam rumah. Aku ingin bergegas mandi dan shalat. Jadi ketika Nunik datang nanti, kami bisa bercengkerama panjang lebar perihal acara pertunangan nya yang dadakan itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Senajudifa
nyimak lg dulu agak lupa soalx
2022-09-17
1
pensi
jadi diniatkan dari rumah, cuma mau dapat sembakonya 🤭
2022-08-11
1
Lina Zascia Amandia
Kak Mel, udh byk bgt baunya pdhl. msh baru. Kerenlah Kak Mel, idenya. mengalir. trs...
2022-08-11
1