Tragedi Cinta Segitiga

Tragedi Cinta Segitiga

Bab 1: Kamar Mayat

Begitu selesai memarkir sepeda motor di parkiran rumah sakit, aku bergegas menuju ke dalam gedung Rumah Sakit Jaya Putra. Dua hari yang lalu aku mendapat surat panggilan kerja dari bagian personalia rumah sakit tersebut dan diminta untuk datang menghadap hari ini. Ya...aku telah dinyatakan diterima bekerja di rumah sakit swasta ini. Setelah lulus dari salah satu Sekolah Perawat Kesehatan yang ada di kotaku, dua bulan yang lalu.

Aku segera mencari Ruang Personalia Rumah Sakit Jaya Putra. Begitu sampai di dalam gedung berlantai dua ini. Aku berjalan di sepanjang koridor rumah sakit, sambil membaca papan petunjuk yang terpasang di setiap pembatas ruangan yang satu dengan ruangan yang lain.

"Mas, maaf, saya mau tanya, kalau ruangan personalia itu di sebelah mana ya? Daritadi saya cari kok tidak ketemu." Tanyaku pada seorang cleaning service, yang sedang mengepel lantai di depan Poli Klinik Bedah. Sebab aku sudah berusaha mencari dan melewati beberapa ruangan, tapi belum juga menemukan Ruang Personalia Rumah Sakit Jaya Putra.

Sesaat si cleaning service menghentikan pekerjaannya.

"Dari sini, Mas jalan lurus saja sampai ujung sana, nanti belok ke arah kanan. Nah, di sana ada beberapa ruangan, salah satunya ruangan personalia. Memang baru saja pindah di sana ruang personalianya, Mas." Jawab si cleaning service menjelaskan, sambil menunjuk ke arah depan.

Aku manggut-manggut.

"Terima kasih banyak ya, Mas. Kalau gitu saya langsung ke sana aja." Kataku sembari meneruskan langkah, menuju ruangan personalia. Pantas saja daritadi aku tidak menemukan tulisan yang berbunyi 'Ruang Personalia' di papan petunjuk arah, ternyata memang tempatnya baru saja pindah. Aku kemudian berjalan sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh Mas Cleaning Service tadi.

Sesampainya di sana, tampak ada 6 buah ruangan lain yang berderet di sebelah Ruang Personalia. Seraya berjalan aku membaca papan kecil yang ada di atas masing-masing pintu ruangan itu. Ruang kepala Rumah Sakit, Ruang Sekretaris, Ruang Keuangan, Ruang Administrasi Umum, Ruang Arsip, dan Ruang Rapat.

Aku kemudian mengetuk pintu Ruang Personalia, lalu membukanya perlahan dan segera masuk, setelah mendengar suara orang berkata “masuk” dari dalam ruangan tersebut.

"Ada perlu apa?" Tanya seorang bapak berkacamata, yang meja kerjanya berada paling dekat dengan pintu.

"Maaf, Pak. Saya Andri. Maksud kedatangan saya ke sini mau memenuhi panggilan kerja dari Rumah Sakit Jaya Putra." Jawabku menjelaskan.

"Ohhh...Yang lulusan SPK itu, ya?" Tanya si bapak berkacamata, yang belakangan aku tahu dia bernama Pak Jarwo.

Aku mengangguk.

"Betul, Pak."

"Silahkan duduk. Coba saya lihat surat panggilan kerjanya." Pinta Pak Jarwo.

Aku lalu duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Pak Jarwo. Kemudian memberikan surat panggilan kerja yang kuambil dari dalam tas.

"Ini, Pak." Kataku, sambil menyerahkan amplop bernuansa coklat. Sejenak Pak Jarwo kemudian membaca surat panggilan surat tersebut.

"Andri, kamu akan ditempatkan di Kamar Mayat rumah sakit ini." Ujar Pak Jarwo, sambil melipat kembali surat panggilan kerja itu dan memasukannya lagi ke dalam amplop.

Aku melongo mendengarnya, sebab sama sekali tak menyangka sebelumnya, kalau akan

ditempatkan di Kamar Mayat Rumah Sakit Jaya Putra. Beberapa saat aku bergeming, sambil berharap kalau aku salah mendengar ucapan Pak Jarwo tadi.

"Gimana, Andri. Apa kamu bersedia menerima tawaran kerja dari kami, untuk ditugaskan di Kamar Mayat?" Tanya Pak Jarwo, membuyarkan lamunanku.

"Saya mohon maaf sebelumnya, Pak. Apa tidak ada ruangan lain yang masih kosong, selain Kamar Mayat?" Tanyaku, mencoba menawar. Barangkali saja Pak Jarwo mau memindahkan aku keruangan yang lain.

Pak Jarwo tersenyum.

"Kenapa?Kamu takut ya, Andri? Masa laki-laki penakut. Lagi pula yang ada di Kamar Mayat itu kan semua orang yang sudah mati, Andri. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Beda dengan orang yang masih hidup. Mereka bisa memukul atau bahkan membunuh." Ujar Pak Jarwo sembari berkekeh dengan nada menggoda.

Aku tersenyum kecut mendengar gurauan Pak Jarwo. Justru karena mereka sudah jadi mayat, itu yang membuat aku menjadi semakin takut, aku menjawab dalam hati.

"Eng... saya tidak takut, Pak. Tapi kalau ada pilihan ruangan lain yang masih kosong, kan tidak ada salahnya kalau saya memilih ruangan yang lain itu." Kataku mencoba berkilah.

"Ya ... ya ... ya kamu benar dan pintar sekali. Tapi sayangnya, cuma ada Kamar Mayat itu ruangan yang masih kosong, Andri. Jadi gimana, kamu mau terima atau tidak pekerjaan ini? Kalau kamu tidak mau, biar nanti saya cari gantinya." Pak Jarwo memberi ultimatum. Kali ini dia tampak serius.

Aku menarik napas dalam-dalam untuk melepas rasa takut yang menggentayangi jiwa.

Untuk beberapa saat aku masih ragu menerima tawaran itu. Memang betul juga sih, apa yang dikatakan Pak Jarwo tadi, kalau yang ada di Kamar Mayat itu orang yang sudah mati semua. Tapi justru itu yang bikin aku semakin merasa takut dan membakar semua kejantananku.

"Gimana, Andri? Kamu mau terima atau tidak tawaran kerja di rumah sakit ini?" Tanya Pak Jarwo sekali lagi. Tampaknya dia sudah mulai tak sabar. Mungkin, karena masih banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan.

"Iiii... iya, Pak. Saya mau terima tawaran kerja di rumah sakit ini." Jawabku getir. Meskipun aku sendiri ragu dengan jawaban tersebut.

"Nah ... gitu dong. Jadi laki-laki itu harus berani. Masa sama mayat saja takut. Mulai besok, kamu sudah bisa masuk kerja di rumah sakit ini. Selamat bergabung di Rumah Sakit Jaya Putra, ya, Andri. Semoga kamu kerasan dinas di sini." Kata Pak Jarwo, sembari menjabat tanganku, memberi ucapan selamat padaku.

"Terima kasih, Pak. Jadi besok saya langsung ke kamar mayatnya ya, Pak?" Tanyaku penuh gugup.

"Iya, besok kamu langsung lapor saja ke Dokter David. Beliau penanggung jawab di sana."

"Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi pulang sekarang." Pamitku, seraya beranjak dari duduk, lalu keluar dari Ruang Personalia.

***

Aku lantas kembali menyusuri koridor Rumah Sakit Jaya Putra, bermaksud akan menuju tempat parkir motor, kemudian segera pulang.

Saat beberapa langkah berjalan, aku berpapasan dengan seorang perempuan. Dia mengenakan jas dokter warna putih lengan pendek, sedangkan bajunya berlengan panjang dengan rok di bawah lutut. Sekilas aku sempat melirik perempuan itu dengan ujung mata. Wajahnya amat kirana dan mencuci mata, dengan tinggi badan sekitar 160 cm, usianya mungkin 27 Tahun.

Sesaat perempuan itu tersenyum ke arahku. Tapi entah kenapa, diri ini malah merinding melihat senyumnya yang mistis. Bulu kuduk di tengkuk dan kedua tanganku langsung meremang. Kenapa tiba-tiba aku merinding gini, ya? Aku membatin.

Terpopuler

Comments

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓐𝓷𝓭𝓻𝓲 𝓣𝓮𝓻𝓲𝓶𝓪 𝓪𝓳𝓪 𝓶𝓾𝓷𝓰𝓴𝓲𝓷 𝓫𝓪𝓴𝓪𝓵 𝓴𝓮𝓽𝓮𝓶𝓾 𝓳𝓸𝓭𝓸𝓱🤣🤣🤣🤣🤣🤣

2022-10-18

0

Safini Azizah

Safini Azizah

serem... ihh

2022-10-17

0

Safini Azizah

Safini Azizah

serem... ihh

2022-10-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!