Bab 16 : Cerita Mbah Tono

Kamar Mayat

Part 16

***

Mbah Tono lalu termenung Wajahnya tampak menyiratkan kesedihan yang mendalam. Mungkin selama ini, perilaku dokter Indri yang menurutnya sangat baik dan santun, begitu membekas di hati laki laki tua itu. Sampai sampai dia merasa sangat kehilangan. Aku jadi semakin penasaran. Kemana sebetulnya dokter Indri menghilang pergi pada hari itu. Dan dengan siapa dia pergi

"Aneh ya, Mbah. Kok bisa sampai nggak ada satu orang pun di RS Jaya Putra ini yang tahu, kemana dokter Indri pergi pada hari itu. Kasian sekali dia" kataku, lebih mirip sebuah gumaman

Mbah Tono manggut manggut, masih dengan wajah sedih "Itu dia, Mas. Saya juga nggak habis pikir. Orang segini banyak nya di RS Jaya Putra, masa iya sih nggak ada satu pun dari mereka yang lihat keberadaan dokter Indri pada hari itu. Kalau memang dia sudah meninggal, nggak ada juga orang yang tahu dimana makamnya dan dia meninggal karena apa. Benar benar bikin bingung dan menyisakan sebuah tanda tanya besar."

"Kalau menurut Mbah Tono, dokter Indri itu sebenarnya masih hidup apa sudah meninggal kira kira, Mbah" tanyaku ingin tahu.

"Saya nggak berani mengira ngira seperti itu, Mas Andri. Meskipun hampir seluruh karyawan RS Jaya Putra sudah mengambil kesimpulan, kalau dokter Indri itu sudah meninggal. Tapi saya masih berharap, dokter Indri bisa di temukan dan bisa kembali bekerja di RS Jaya Putra ini." kata Mbah Tono.

Aku menarik napas dalam. "Apa ada kemungkinan, kalau dokter Indri itu dibunuh orang ya, Mbah?" tanyaku.

Seketika wajah Mbah Tono berubah mendengar ucapanku barusan, menjadi sangat tidak bersahabat. Dia menatapku tajam penuh selidik. Aku sampai kaget dibuatnya.

Kenapa tiba tiba wajah Mbah Tono jadi berubah begitu ya? Seperti yang nggak suka waktu aku mengatakan kalau dokter Indri itu sudah meninggal karena di bunuh orang. Padahal kan tadi dia sendiri yang bilang, kalau hampir semua orang di RS ini sudah mengambil kesimpulan seperti itu, aku membatin.

Sedetik kemudian, dengan tanpa mengatakan sepatah kata lagi, Mbah Tono segera beranjak dari duduk. Dia lalu berjalan ke arah koridor, dan menghilang di kegelapan malam, meninggalkan aku sendirian. Aku sampai melongo melihat hal tersebut. Kini tinggal aku sendiri yang masih terheran heran dengan sikap Mbah Tono barusan. Kenapa perubahan sikapnya begitu drastis. Ada apa sebenarnya?

Mbah Tono kenapa jadi berubah begitu ya? Kok tiba tiba pergi nggak pamit dulu. Apa tadi aku sudah salah ngomong? Ah ... banyak banget sih orang aneh yang aku temui di RS Jaya Putra ini. Semuanya bikin aku bingung , gumamku dalam hati, sembari menggaruk kepala yang tak gatal.

Sampai waktu subuh menjelang, aku tetap berada di luar ruang kamar mayat. Aku tak berani masuk, khawatir nanti malah ketiduran. Beruntung tak ada satu gangguan yang aku temui di luar, seperti kemarin malam, meskipun aku masih tetap saja merasa takut.

Bergegas aku pergi ke mushola, begitu waktu subuh tiba. Mengambil air wudhu dan mendirikan sholat subuh berjamaah dengan beberapa karyawan RS Jaya Putra dan penunggu pasien rawat inap.

Dari berangkat sampai dengan kembali lagi ke ruangan kamar mayat, aku tak menemui sesuatu yang menyeramkan di sepanjang jalan tadi. Aku mengucap syukur berkali kali untuk hal tersebut.

Sebab cukup sudah aku sport jantung semalaman.

***

Tepat pukul 7 pagi, Kak Ilyas dan Pak Danang datang. Kak Budiman piket malam hari ini. Seperti yang sudah sudah, wajah Pak Danang masih tampak tak bersahabat denganku. Mukanya di tekuk dan tak ada kesan ramah sedikit pun. Kali ini aku tak mau pusing dan tak ambil peduli dengan tingkahnya. Masa bodolah dia mau bersikap seperti apa terhadap diri ini, yang penting aku tak mengganggu dia dan tetap menjaga adab sopan santun kepada yang lebih tua.

Aku kemudian melakukan operan dengan Kak Ilyas, sesuai dengan yang aku tulis di buku laporan harian, setelah kembali dari mushola. Melaporkan bahwa jenazah Nyonya Sintia sudah di ambil keluarganya tadi malam.

"Padahal kalau jenazah Nyonya Sintia belum di ambil hari ini, kamu bisa belajar gimana caranya nyuntik formalin ke tubuh mayat, Andri" kata Kak Ilyas, setelah kami selesai operan.

"Iya juga sih, Kak. Tapi ya mau gimana lagi, orang udah di ambil keluarganya semalam" kataku pura pura menyesal, padahal aku senang jenazah Nyonya Sintia di ambil tadi malam, karena aku takut bukan main, membuat bulu kuduk ku meremang.

"Mudah mudahan nanti ada kiriman jenazah lagi pas kamu dinas pagi, jadi kamu bisa langsung belajar" kata Kak Ilyas lagi. Aku hanya tersenyum.

"Hati hati di jalan" pesan Kak Ilyas.

"Iya,Kak. Makasih. Mari, Pak" kataku ramah, saat lewat di depan pak Danang yang sedang duduk di depan meja dokter David. Dia bergeming dan aku sudah tak peduli lagi dengan sikapnya.

***

Ketika sampai di pelataran RS, Aku melihat dokter David sedang berbicara dengan Kak Anfa. Terlihat sangat serius. Sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu hal yang penting, terlihat dari gerakan tangan Kak Anfa yang beberapa kali mengangkat dua jari, jari telunjuk dan jari tengah. Tanda bahwa apa yang dia katakan adalah benar adanya. Aku memicingkan mata, berusaha agar bisa melihat dengan lebih jelas lagi.

Tak lama kemudian, mereka lalu naik ke dalam mobil dokter David. Sejenak aku terpaku melihat hal itu. Aku menautkan kedua alis, mencoba mengira ngira apa yang tadi mereka berdua bicarakan. Kenapa mereka terlihat begitu sangat serius?

(Bukankah ini masih pagi ya? Kok dokter David udah mau pergi lagi. Kenapa dia nggak ke kamar mayat dulu? Atau dia semalam piket dokter jaga? Kak Anfa juga kok ikut mobilnya dokter David? Mereka mau pada pergi kemana ya. Kayak terburu buru banget ya)

Rasa ngantuk yang dari tadi menyerang, langsung hilang seketika, berganti dengan rasa penasaran yang sangat. Aku berencana akan mengikuti ke mana mobil dokter David pergi. Aku ingin tahu, apa sebenarnya yang akan mereka berdua lakukan.

Bergegas aku memakai helm, agar tak terlihat oleh dokter David atau kak Anfa, ketika mobil yang di kendarai mereka melintas di depanku.

Begitu mobil dokter David menuju ke arah gerbang RS, segera aku menghidupkan mesin motor dan mengikuti mobil itu.

Setengah jam sudah aku membuntuti mobil dokter David. Tapi sepertinya tak ada

tanda tanda kalau mobil itu akan berhenti. Aku semakin penasaran dan semakin merasa ingin tahu, mereka berdua sebetulnya mau pergi kemana dan mau melakukan apa.

Tiba tiba aku kehilangan jejak mereka, ketika melintas di jalan rel kereta api. Laju sepeda motorku terhalangi oleh palang pintasan rel kereta api yang ditutup, sementara Mobil dokter David sudah melaju jauh di depan sana.

Aku mencoba mengejar mobil dokter David, begitu palang pintasan rel kereta api terbuka. Tapi mobil itu sudah jauh dan tak terlihat lagi. Entah sudah pergi ke arah mana. Dengan rasa kecewa yang teramat sangat, akhirnya aku memutuskan untuk segera pulang saja. Mungkin belum waktunya aku mengetahui sebuah rahasia yang tersembunyi di balik misteri ini semua, aku membatin. Aku kemudian berbelok arah menuju ke rumah untuk pulang.

***

Bersambung...

Terpopuler

Comments

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

𝓴𝓪𝓶𝓾 𝓵𝓪𝓶𝓪 𝓐𝓷𝓭𝓻𝓲 🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️

2022-10-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!