Kamar Mayat
Part 12
***
Setelah dokter David
menutup pintu, aku meneruskan
membaca baca buku laporan
Melihat dan memperlihatkan
dengan seksama, bagaimana cara
menulis laporan harian juga cara membuat laporan kematian. Agar
ketika ada jenazah yang datang
dan aku sedang dinas sendirian,
aku sudah bisa membuat laporan
kematian jenazah itu sendiri. Tak bingung lagi , sebab tak ada orang yang bisa di tanya.
Aku melihat jam di pergelangan tangan. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Aku beranjak dari
duduk, lalu mengangkat kedua tangan dengan menautkan semua jari. Kemudian menggerakkan
kepala ke kiri dan kanan. Badanku terasa pegal , mungkin karena
duduk terlalu lama.
Ketika menoleh ke arah
cermin, sekilas aku melihat bayangan dokter Indri di sana.
seketika aku terkesiap dan untuk
beberapa saat aku hanya berdiri
mematung sendiri sambil memandangi
cermin tersebut .
Aku mengucek ucek mata dan
mempertajam penglihatan . Tapi
bayangan dokter Indri tak terlihat lagi. Ah ... mungkin aku tadi salah
lihat, aku membatin
Karena merasa jenuh, aku
lantas keluar ruangan dan duduk
di depan kamar mayat. Suasana di
sekelilingnya sangat sepi. Udara
terasa dingin menusuk tulang,
sama seperti di dalam. Aku hanya
bertahan 10 menit di luar, sebab semakin malam udara semakin terasa sangat dingin. Aku lalu masuk lagi , bermaksud akan mengambil jaket yang tersimpan di dalam tas.
Aku segera memakai jaket tersebut, lumayan bisa
mengurangi rasa dingin yang
ku rasakan. Saat akan kembali
keluar ruangan, aku melihat lagi
bayangan dokter Indri yang ada di sebuah cermin itu. Kali ini terlihat sangat jelas. Dengan badan gemetar, dan rasa takut yang luar biasa , aku berjalan menghampiri cermin tersebut
Aku memperhatikan dokter Indri yang terasa sangat nyata di cermin itu. Seperti layaknya sebuah lukisan. Wajahnya tampak murung,
dan matanya seakan menyiratkan
kesedihan.
Tiba tiba, Wajah dokter Indri
berubah menyeramkan. Sorot matanya merah menyala, seperti menyimpan amarah dan dendam.
Sesaat aku memejamkan mataku, lalu mengucek uceknya. Berharap
kalau penglihatanku salah. Tapi,
ketika aku melihat kembali
bayangan dokter Indri di dalam cermin itu, malah sepertinya dia sedang menatapku.
Aku langsung merinding, bulu kuduk meremang. Tanpa menunggu lebih lama lagi. Aku langsung lari terbirit-birit ke arah pintu , dengan napas yang masih tersengal , aku lalu duduk di kursi panjang yang ada di depan ruangan kamar mayat serta menundukkan wajah.
Sambil mengusap usap dada, agar
terasa sedikit tenang.
(Kenapa wajah dokter Indri
jadi menyeramkan gitu ya? Apa sebenarnya yang sudah terjadi pada dirinya. Kenapa dia selalu tampak di cermin itu?)
"Sedang piket malam ya , Pak?"
tanya seseorang, membuatku agak terkejut.
Aku mendongak, terlihat seorang laki laki berperawakan tinggi besar, sedang berdiri di depanku. Aku menaksir usianya
berkisar 70 tahun. Dia mengenakan baju batik lengan pendek dan celana panjang warna hitam, juga memakai blangkon.
Aku menengok ke sebalah kiri dan kanan kamar mayat. Tak ada siapapun yang terlihat. Dari mana
datangnya bapak ini ya? Sejak
kapan dia datang , kok aku tak
melihatnya, Aku membatin.
"Sedang piket malam, Pak?"
tanya bapak itu lagi.
"Oh ... ehhh ... iya, Pak" Jawabku, sambil masih bertanya tanya dalam hati, siapa bapak yang
sedang berdiri di depanku ini.
Si bapak tersenyum. "Boleh saya ikut duduk, Pak?" tanya bapak itu.
"Ohh ... iya, tentu saja boleh,
Pak. Silahkan duduk" Kataku sembari menggeser badan.
Bapak itu lalu duduk di
sebelahku. Diri ini memperhatikan
wajahnya dengan ekor mata.
Meskipun merasa sedikit takut,
tapi aku tak merinding. Berarti
bapak yang ada di sebelahku ini
memang benar benar manusia, bukan makhluk tak kasat mata, aku
mengambil kesimpulan.
"Maaf, Pak. Bapak ini siapa
ya? Tadi saya kok nggak lihat
bapak datang ya?" tanyaku pada bapak itu.
Si bapak tersenyum. "Nama saya Tono, orang di RS ini biasa memanggil saya Mbah Tono. Saya petugas keamanan di RS ini. Tapi saya hanya bertugas pada malam hari saja. Tadi waktu saya datang ke sini, Bapak sepertinya sedang melamun, jadi nggak liat saya"
jawab Mbah Tono, Masih dengan
tersenyum.
Pipi ku terasa panas karena menahan malu, Karena ketahuan kalau tadi sedang melamun.
"panggil saya,Andri, Mbah.
Nggak usah pakai pak. Saya baru tiga hari dinas di ruangan kamar mayat ini" kataku seraya mengulurkan tangan. Kami pun bersalaman.
Aku dan Mbah Tono
kemudian berbincang, Saling memperkenalkan diri masing masing. Ternyata Mbah Tono sudah hampir 20 tahun bekerja sebagai petugas keamanan di RS Jaya Putra.
Dulunya Mbah Tono seorang jawara . Dia tinggal kampung di sebelah. Pihak RS Jaya Putra lalu merekrutnya untuk menjadi petugas keamanan di RS ini. Di karenakan dulu beberapa buah genset milik RS Jaya Putra sering hilang di curi
orang. Juga barang barang yang lain. Bahkan pakaian pasien yang ada jemuran pun banyak yang hilang. Sebab bagian belakang dari
RS Jaya Putra yang berdekatan
dengan desa sebelum di pagar tinggi.
Sejak Mbah Tono bekerja
sebagai keamanan di RS Jaya Putra banyak yang berkurang, begitu
juga dengan jemuran pasien.
Meskipun belum sepenuhnya
aman, tapi setidaknya sudah tak
separah ketika Mbah Tono belum
bekerja di RS Jaya Putra.
Aku manggut-manggut
mendengar cerita Mbah Tono.
Ternyata seru juga berpengalaman
Mbah Tono di awal awal dia
bekerja di RS Jaya Putra.
"Nggak lama dari situ, pagar di belakang sama dipagar tinggi
oleh pihak RS. Jadi maling bakalan
susah kalau mau nyuri barang
berat kagak genset. Dulu waktu RS ini pertama buka, banyak orang kampung sebelah yang diambil
jadi pegawai disini " kata Mbah Tono.
"Berarti banyak juga ya tenaga
kesehatan dikampung sebelah ya, Mbah?" tanyaku pada Mbah Tono.
"Mereka di RS ini bukan kerja
jadi pak mantri atau Bu bidan ,
Mas. Tapi mereka jadi petugas
kebersihan, tukang masak,atau tukang cuci disini. Ada juga yang
jadi petugas kamar mayat. Kayak
Si Jarwo. Dulunya dia itu kerja jadi
buruh bangunan di RS ini masih dibuat. Terus dia ditawari
untuk kerja jadi petugas kamar mayat disini , setelah RS ini jadi.
Dia langsung ikut program kejar paket C apa gitu, kurang tahu saya.
Wong tadinya si Danang itu cuma lulusan SMP saja. Sedangkan untuk kerja di RS ini, paling rendah harus punya ijazah SMA" Kata
Mbah Tono dengan panjang lebar.
"Jadi Mbah Tono kenal sama pak Danang?" tanyaku.
"Bukan cuma kenal mas. Tapi saya tahu dia dari lahir."
"Ohh ... gitu. Apa rumah Mbah Tono deketan sama rumah pak Danang?"
"Agak jauh. Tapi saya tahu semua setiap penghuni rumah yang ada di daerah saya. Cuma ya itu, sekarang si Danang nggak mau
negur saya kalau nggak di tegur duluan. Mungkin karena dia merasa sudah jadi pegawai di RS ini, sedangkan saya cuma petugas keamanan" kata Mbah Tono sembari terkekeh.
Aku hanya tersenyum menanggapi perkataan Mbah Tono.
"Wah ... nggak kerasa
ngobrol nya sampai ngelantur ke
mana mana ini. Saya minta maaf, kalau mas Andri nggak berkenan
sama obrolan saya tadi. Nggak
usah di ambil hati. Ya sudah,
sekarang saya mau keliling lagi,Ya Mas Andri" kata Mbah Tono, sambil
terkekeh. Dia lalu berenjak dari
duduknya dan berlalu dari hadapanku.
Aku melihat jam di tangan kiriku. Waktu sudah menunjukkan
hampir pukul setengah satu malam. Tiba tiba terdengar suara brankar menuju ruangan kamar mayat.
Mungkin ada jenazah yang sedang dikirim ke sini, Aku bergumam.
***
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓫𝓲𝓴𝓲𝓷 𝓹𝓮𝓷𝓪𝓼𝓪𝓻𝓪𝓷 𝓷𝓲𝓱🤦♀️🤦♀️🤦♀️🤦♀️🤦♀️
2022-10-18
0
Afne Afnemartaafandi
lanjut penasaran nih
2022-07-11
2