Bab 14 : Cerita Kak Anfa

Kamar Mayat

Part 14

***

Sampai dirumah, aku langsung mandi, berganti pakaian, dan langsung bergegas untuk tidur. Mengantuk sekali rasanya. Mata seakan sangat berat untuk dibuka. Karena semalaman aku tidak tidur karena dinas malam. Aku kelewat takut dengan situasi tadi malam.

Pukul setengah sepuluh aku terbangun, saat mendengar suara

ketukan pintu kamar tidurku.

Tampak ibu sedang berdiri sambil tersenyum, begitu pintu terbuka.

"Makan dulu, Andri. Sudah siang ini. Nanti kamu malah sakit kalau sering telat makan. Ibu sudah masakin makanan kesukaan kamu" kata ibu.

Aku mengangguk "Iya,Bu.

Tadi Andri ngantuk banget soalnya, jadi langsung tidur, nggak sarapan dulu"

"Ya sudah,Ibu tunggu diruang tempat meja makan ya" kata ibu. Ibu kemudian berlalu dari hadapanku.

Tak lama, aku segera

menyusul ibu ke ruang makan.

Dua bulan ini, jika bukan hari libur, hanya aku dan ibu saja yang ada di rumah. Ayah setiap hari berangkat dinas. Beliau seorang guru disebuah Sekolah Dasar Negeri yang ada di kecamatan.

Tampak di atas meja makan

beberapa macam masakan yang

terhidang. Ada gulai kepala ikan tongkol kesukaan ku, sambal tomat dan lalapan , tempe dan tahu goreng, juga kerupuk udang. Aku kemudian makan dengan lahap.

Masakan buatan ibu memang

juara.

"Gimana dinas malamnya Andri? Apa ada kendala pas dinas malam?" tanya ibu, di sela sela aku sedang makan.

"Alhamdulillah nggak ada apa apa, Bu. Semua baik baik saja."

jawab ku sembari tersenyum.

Tak mungkin juga aku menceritakan hal yang sebenarnya pada ibu.Nanti ibu bakalan tambah risau dan khawatir, bahkan bisa jadi ibu memintaku agar mengundurkan diri saja dari RS Jaya Putra.

***

Seperti kemarin malam, aku berangkat ke RS setelah selesai sholat magrib dan makan malam.

Di koridor, aku bertemu lagi dengan kak Anfa, yang juga akan dinas malam di ruang perawatan laki laki.

"Kak, saya masih penasaran sama kata kata kak Anfa kemarin pagi" kataku, membuka percakapan.

"Kata kata kakak yang mana ya, Andri?" Kak Anfa balik bertanya padaku.

"Soal pesan Kak Anfa agar saya hati hati selama dinas di ruang kamar mayat. Hati hati sama apa dan siapa ya,Kak?" tanyaku dengan rasa masih penasaran.

"Ohh... yang itu. Besok juga kamu akan tahu sendiri, Andri.

Kalau kakak bilang, nanti malah kamu malah jadi semakin takut" Jawab kak Anfa, membuat aku semakin penasaran dengan perkataannya. Tapi aku tak bertanya lebih lanjut. Tidak etis rasanya, kalau aku memaksa kak Anfa untuk mengatakan hal yang mungkin sebetulnya dia tak ingin mengatakannya padaku.

Sampai di ujung koridor RS, kami berpisah, karena tempat dinas kami berlainan arah. Aku menuju ke ruang kamar mayat, sedangkan kak Anfa menuju ke ruang perawatan laki laki yang terletak di sebelah kanan.

Sampai di depan pintu kamar

mayat, tampak pak Danang sedang duduk di bangku panjang. Dia memandangku dengan tatapan yang begitu sadis, sama seperti sebelumnya, Entah kenapa.

"Selamat malam, Pak" sapaku dengan ramah dan berusaha tersenyum semanis mungkin padanya.

Namun Pak Danang tak menjawab. Dia tetap bergeming dan hanya memandangku dengan sudut mata. Aku segera masuk ke ruang dalam, tak mau juga aku berlama lama dekat pak Danang yang aneh itu.

Aku kemudian meminta izin

pada kedua kakak senior untuk

sholat isya di mushola. Bergegas aku ke mushola dan mendirikan sholat isya berjamaah, setelah mereka memberikan izin.

Ketika kembali dari mushola,

terlihat pintu ruang kamar mayat terbuka dan ada sebuah brankar di depannya. Seketika jantungku

berdegup kencang. Pasti ada

jenazah yang baru dikirim. Duh ... mana aku dinas malam sendirian,

aku membatin.

Dan benar saja, saat aku tiba

di dalam ruangan, tampak dua

orang suster yang baru saja mengantar jenazah dari ruang perawatan wanita. Mereka sedang memberikan keterangan pada kak Budiman, sementara kak Ilyas sibuk mencatat.

Sekitar 15 menit, kedua suster itu meninggalkan kamar mayat.

"Andri, jenazah ini tadinya

pasien dengan sirosis hati. Baru saja meninggal 1 jam yang lalu.

Keluarganya belum ada yang datang untuk menjemputnya, jadi sementara di taruh disini dulu sampai ada keluarganya yang datang untuk menjemputnya" jelas kak Budiman, begitu kedua suster tadi keluar dari ruang kamar mayat.

Sirosis hati adalah kerusakan hati kronis dari berbagai penyebab yang mengarah ke jaringan parut dan gagal hati. Penyakit Hepatitis (penyakit kuning) Dan penyalahgunaan alkohol sering menjadi penyebabnya. Dan menurut dunia medis, penyakit ini belum bisa di sembuhkan.

"Iya, Kak. jadi apa yang harus saya lakukan?" tanyaku.

"Nggak ada. Kamu tungguin

aja sampai keluarganya datang untuk menjemput. Kalau sampai besok belum datang, baru kamu suntik formalin" Jawab Kak Budiman.

"Tapi saya belum tahu gimana

caranya nyuntik formalin ke jenazah, Kak" kataku bingung.

Sebab aku memang betul betul belum tahu. Selama mengenyam pendidikan di SPK, hal tersebut belum pernah di ajarkan.

"Kamu berdoa aja agar keluar jenazah ini cepat datang" Kata kak Ilyas sambil terkekeh.

Menyebalkan sekali dia, padahal aku serius bertanya.

"Besok pagi jam 7 kan kami

sudah datang, Andri. Nanti kamu bisa lihat gimana caranya nyuntik formalin ke jenazah, kalau memang mayat ini belum di ambil sama keluarganya" kata Kak Budiman. "Ya sudah, sekarang kami pulang dulu. Selamat dinas malam" lanjut Kak Budiman.

Kedua orang kakak seniorku dan pak Danang segera keluar dari ruangan kamar mayat. Tinggal aku dan jenazah perempuan itu yang ada didalam ruangan kamar mayat ini sekarang.

Aku lantas membaca laporan

yang tadi ditulis oleh kak Ilyas.

Nyonya Sintia, 35 tahun, diagnosa cirrhosis hepatis. Riwayat sakit karena overdosis alkohol.

Aku kemudian memakai masker, handscoon (sarung tangan) dan penutup kepala. Lalu menghampiri mayat Bu Sintia yang ada di atas brankar. Seorang perempuan berusia 35 tahun.

Usia yang masih cukup muda. Aku

mengamati wajahnya, terlihat sangat kurus dan berwarna kuning.

(Seharusnya,kalau dia nggak mengkonsumsi barang haram itu, mungkin dia masih bisa menjalani

aktivitas, sebab umurnya memang masih produktif. Tapi sayang sekali, dia terjerumus dalam kehidupan yang jauh dari norma agama. Kasihan suami dan anak yang ditinggalkannya)

Aku melepas kembali masker,

sarung tangan dan penutup kepala, setelah merasa cukup mengamati jenazah Bu Sintia.

Kemudian menuju ke meja Kak Budiman , bermaksud akan mengambil jaket yang ku taruh di dalam tas.

Tapi betapa terkejutnya aku,

saat mata ini tak sengaja melihat ke arah cermin. Tampak disana jenazah Bu Sintia dalam posisi duduk. Aku menelan ludah.

Spontan aku menoleh ke arah brankar, tempat Bu Sintia di taruh.

Namun mayat Bu Sintia

tak berubah, masih dalam keadaan tertidur.

Kembali aku melihat ke arah

cermin. Dan sekarang diri ini

benar benar sangat terkejut. Tak

sengaja aku berteriak dengan keras. Sebab aku melihat bukan lagi bayangan jenazah Bu Sintia yang ada disana, tetapi wajah seram dokter Indri yang sedang tersenyum padaku.

Spontan aku merinding, bulu kuduk meremang. Seluruh tubuhku bergetar saking merasa takut.

Tiba tiba wajah dokter Indri

berubah menjadi sangat menyeramkan, sama seperti kemarin malam. Ingin sekali aku pingsan saja saat ini, agar tak lagi melihat bayangan yang ada di dalam cermin itu.

Aku langsung berlari keluar dari ruangan kamar mayat dengan terbirit-birit. Lalu duduk di kursi panjang sembari menenangkan debaran jantung yang tak karuan. Ya Allah ... apa yang sebenarnya sudah terjadi dengan dokter Indri? Kenapa aku sering sekali melihat bayangan wajahnya di dalam cermin itu? Apakah ada hubungannya antara hilangnya dokter Indri dengan cermin itu? aku berkata dalam hati.

***

Bersambung...

Terpopuler

Comments

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

𝓪𝔂𝓸 𝓐𝓷𝓭𝓻𝓲 𝓹𝓮𝓬𝓪𝓱𝓴𝓪𝓷 𝓶𝓲𝓼𝓽𝓮𝓻𝓲 𝓱𝓲𝓵𝓪𝓷𝓰𝓷𝔂𝓪 𝓭𝓸𝓴𝓽𝓮𝓻 𝓘𝓷𝓭𝓻𝓲💪💪💪💪💪💪💪

2022-10-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!