" Kamu sudah lama merokok?" Basa basi Shanum.
Binar menoleh dan menatap Shanum, lalu mengangguk pelan.
" Sejak awal naik kelas XI, tepatnya setelah papa kecelakaan dan divonis lumpuh.." Jawab Binar pelan.
Sesaat pemuda itu terlihat melamun dengan terus menatap kedepan tanpa berkedip.
" Kau tidak suka?" Tanyanya, kepalanya menoleh dan lekat menatap mata Shanum.
" Nggak!!" Jawab Shanum cepat, menantang tatapan Binar.
Nyut...
Ngilu rasa jantung Binar, mendengar jawaban Shanum.
" Karena gue cewek, masa iya gue ngerokok ha..ha..ha... Tapi ayahnya Shine, uncle Brian dan om Lenox, mereka merokok dan bagiku itu keren, macho!!" Ucap Shanum dengan mengedipkan sebelah matanya genit.
" Papaku kalau sedang gabut juga kadang-kadang merokok sih..."
Serr...
Dada Binar bagai disiram air yang menyejukkan. Begitu sejuk dan menenangkan. Apapun, asalkan Shanum tak membencinya.
Bibirnya tersenyum sipu malu-malu, tapi dia menyembunyikannya dengan berpura-pura menoleh kesamping.
" Kalau aku?" Tanya Binar gaje.
" Lo kenapa?" Shanum balik bertanya, kedua matanya berkedip-kedip imut.
" Lo suka nggak gue ngerokok kayak gini?" Binar terlihat insecure saat bertanya. Kepalanya menunduk dalam, hembusan asap rokoknya begitu pelan.
Shanum menoleh menatap Binar yang tertunduk, ada kebingungan di raut wajahnya.
" Sini, madep sini Bin" Shanum mengangkat dagu Binar agar melihat padanya.
Deg...deg...deg...
Jantung Binar bagai ingin melompat keluar, saking nervous nya.
Shanum meneliti wajah tampan Binar dengan penuh selidik.
" Emmmh..ha..ha..ha..., kok lo nanyak gue!, emang lo siapanya gue?. Harusnya lo nanya sama pacar lo.., aneh lo!!" Lanjut Shanum dengan tawanya yang pecah. Kepalanya menggeleng-geleng pelan.
Binar terpaku sesaat menatap senyum manis Shanum yang begitu menakjubkannya.
Tangan Shanum reflek mentoyor bahu Binar, karena merasa canggung dengan tatapan Binar yang mematikan. Sementara Binar menyembunyikan senyumnya dengan semakin menunduk.
Iya ya..
Kenapa gue sangat ingin tau pendapatnya tentang gue...
Gila!!, kenapa dengan gue sebenarnya..
" Kalo buat gue sih, mau dia merokok atau enggak yang penting dia Sunnyku...." Lanjut Shanum lagi dengan suara pelan, hampir mirip seperti gumaman.
" Sunny?, bukanya dia sud---"
" Nggak!!, Sunnyku belum mati!!, sebelum dikuburkan Shine melihat jasad anak itu!!, dia bukan Sunny, gue juga yakin dia bukan..hikk....hikk...hilk..." Tangis Shanum pecah begitu saja.
Binar bingung dibuatnya, pemuda itu tidak tau harus berbuat apa. Di depannya saat ini seorang gadis sedang menangis.
Apa yang harus diperbuatnya?.
Dalam bingungnya Binar reflek memeluk Shanum dan menariknya dalam dekapannya. Walaupun tindakannya ini membuatnya harus berperang dengan degup jantunya yang menggila.
Apalagi aroma buah yang manis menyeruak dari rambut Shanum yang kini diendusnya rakus.
Binar tetaplah Binar, remaja yang baru merasakan proses baru dalam jiwanya, yaitu jatuh cinta. Remaja yang baru pertama merasakan sensasi aneh saat berdekatan dengan lawan jenisnya sedekat ini.
" Sshhhh, sudah Cahaya... , sorry..." Bisik Binar penuh penyesalan, karena sudah memacing di air keruh.
Diapun semakin mengeratkan pelukanya, kian menempel. Binar memejamkan matanya, sesasi ini membuat Binar semakin bedebar hebat.
Shanumpun merasakan hal yang sama, aroma segar yang maskulin menguar dari tubuh Binar, bukan aroma parfum mahal, tapi hanya aroma sabun yang tertinggal ditubuhnya, segar dan membuat Shanum betah nempel-nempel.
" Lo sangat hangat Bin, seperti papaku..." Bisik Shanum.
" Yeeee, masak gue disamain dengan om-om..." Binar merajuk kesal dengan mendorong pelan tubuh Shanum menjauh.
Sebenarnya itu hanya alibinya saja Binar berkata seperti itu. Nyatanya Binar hanya tidak sanggup terus mendekap Shanum, karena entah kenapa tubuhnya menjadi panas dan gelisah.
" Bin, lo bilang papa lo---"
" Di RS kan, tapi ternyata di panti jompo?" Sahut Binar cepat, ada kesenduan dari sorot matanya, dan Shanum jelas bisa melihatnya.
" Keluargaku terlalu rumit untuk ku ceritakan padamu Cahaya..." Binar menggigit bibirnya, menahan rasa geram setiap kali mengingat kedua Lampir dalam rumahnya.
" Aku ini anak dari pernikahan siri papaku dengan wanita yang dicintainya, begitupun Aivy. Dan setelah mama kandungku meninggal saat aku lulus SMP, papa membawaku kerumah istri sahnya. Tapi penolakan dan kebencian yang kuterima sampai hari ini"
" Apalagi setelah papaku harus menjadi seperti itu.., dan itu semua gara-gara aku..." Cerita Binar, tanganya pelan meraih jemari Shanum untuk digenggamannya.
" Kamu jadi akan tunangan dengan Shine nantinya?" Binar tidak mau meneruskan obrolan tentang keluarganya, dia lebih penasaran dengan pribadi Shanum.
" Shine itu hanya sayang padaku, cinta?. Sepertinya nggak ada..ha..ha ... Dia nggak cinta aku, dan dia juga terlalu manis untuk dijadikan pasanganku. Bisa-bisa dia mati muda jika harus menghadapi omelanku tiap hari ha...ha..ha.." Shanum menerawang jauh kedepan.
" Kalau Sunny..., dia itu tegas dan keras diluar. Tapi hatinya lembut, lunak, lumer dan manis. Sunnyku itu seperti durian yang sangat aku sukai, lebih dari suka tepatnya...ha..ha..ha..."
Nyut....
Rasa cemburu menggerogoti hati Binar saat ini. Ada rasa marah dan benci pada sosok yang bernama Sunny ini.
" Sebegitu sempurnanya Sunny bagimu?" Ucap Binar sendu, fix dia kalah telak.
" Heemmmm, tentu saja..." Jawab Shanum lantang.
" Bin ini sudah larut deh..., pulang yuk?" Shanum menarik tangan Binar yang sejak tadi mengenggamnya itu untuk berdiri.
" Apa nggak sayang?" Tanya Binar gaje. Sementara dia sendiri merasa sayang berpisah dengan Shanum, kalau boleh jujur sih, Binar maunya terus bersama Shanum seperti saat ini.
Nyaman...
Ada rasa nyaman yang tidak pernah ia rasakan selama ini. Shanum membuat hidupnya yang sesak menjadi lebih nyaman akhir-akhir ini.
" Maksud lo?" Shanum menatap mata Binar yang begitu enggan berpisah dengannya.
" Kamu nggak merasa berat?" Tanya Binar lagi.
" Iya! iya lah!, lo lebih besar dari gue. Ya jelaslah gue keberatan narik lo kaya gini" Sahut Shanum.
Binar berdecak kesal, rupanya dari tadi Shanum tidak konek dengan kata-katanya.
" Yuk, gue anter..." Binar menarik tangan Shanum yang masih terus digenggamnya.
Bahkan saat sudah di motorpun Binar tidak juga melepaskannya.
Entah kenapa Shanumpun tidak keberatan dan justru diapun sama, merasakan rasa nyaman saat Binar menggenggam tangannya seperti ini.
Binar membawa motornya dengan pelan, karena dia begitu enggan, enggan memulangkan Shanum.
Entah rasa apa yang sedang bercokol dalam dadanya saat ini, dia begitu ingin menguasai Shanum untuk dirinya sendiri. Bahkan untuk kembali ke rumahnya sendiri saja Binar merasa tak rela.
Sampai di ujung gang sebelum masuk area rumah Shanum, rupanya Shine telah menunggu mereka disana.
Tanganya memberi kode agar Binar bisa melihatnya.
" Udah lama disini?" Tanya Binar saat mereka sudah berhadapan, Sama-sama masih di atas motor mereka masing-masing.
" Belum lama, gue juga baru anterin Ayu pulang.." Jawab Shine, tanganya sibuk merogoh amplop dalam kantung jaketnya.
" Nih, hadiah lo. Sudah dicek dari di kamera panitia, motor lo lebih dulu dari gue.." Shine menyodorkan amplop yang sangat tebal pada Binar.
" Jadi kita yang menang Bin?" Tanya Shanum histeris.
" Iya!!, kalian yang menang.." Jawab Shine. Sementara Binar hanya diam dan mengangguk.
" Yeaaay..., nanti kapan-kapan gue ikut lagi boleh kan Bin?" Shanum mengangkat tubuhnya mendekat ke telinga Binar yang masih menggunakan helm.
Binar mengangguk tegas, senyumnya mengembang dibalik helmnya.
" Ya udahlah, yuk Sha!!. Cepetan, bokap gue VC tiap pukul dua belas, dia selalu ngecek gue udah dikamar atau belum" Keluh Shine.
" Oh iya, lupa gue!!" Shanum menepuk helmnya keras.
Gila, Bersama Binar rasanya nyaman banget..
Sampai-sampai gue lupa turun..
Ya Tuhan...., Apa gue get crush?
Dengan Binar?
Ah tidak?!!, Aku akan selalu setia padamu....Sunny.
Binar bukan siapa-siapa.
Shanum menarik tanganya yang masih digenggaman Binar dengan buru-buru.
Binar terkejut, dengan cepat dia membuka helmnya.
" Bin, makasih malam ini, gue balik dulu..." Ucap Shanum dingin, tanpa menatap wajah Binar.
Binar menatap Shanum penuh keheranan, kenapa gadis itu menjadi seperti itu.
Beberapa waktu yang lalu masih baik-baik saja.
Binar masih terus menatap Shanum, walaupun gadis itu kini sudah berada di belakang Shine, memeluk perut Shine. Tapi anehnya, kenapa dia membuang mukanya kesamping.
Kenapa ini?
Kenapa Cahaya tiba-tiba berubah? Apalagi salahku kali ini?
Cahaya....
Jangan padamkan pelita dihatiku ..
Duniaku akan kembali gelap tanpa terangmu..
Cahaya...
Jangan tinggalkan aku...
Jerit batin Binar saat ini.
" Kami balik bro, oh iya.... Ayah dan ibuku besok datang dari USA, kami akan makan malam di Restoran Astro. Lo dateng juga ya..., bawa juga Aivy soalnya Ayu, Roy dan Alexandria juga gue undang...." Ucap Shine sebelum motor mereka melaju meninggalkan Binar yang diam membisu menatap punggung Shanum.
" Akkkhhhhh, Cahaya kamu kenapa?" Teriak Binar kesal sepeninggal mereka. Diacak-acak nya rambutnya seperti orang kesetanan.
Drtt...drttt...drrtt...
" Ya Nov?" Sahut Binar saat tahu Arnov yang memanggilnya.
" Kumpul di markas sekarang!, kita pemanasan jangan lupa..."
Binar mengenakan kembali helmnya dan dengan kecepatan gila-gilaan Binar mengebut ke markas.
Hatinya kesal dengan sikap Shanum yang tiba-tiba berubah, rasanya ia ingin membantai siapa saja untuk menghilangkan rasa kesalnya saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments