Jam dinding masih berdentang tiga kali, tapi Binar sudah membuka matanya. Tugasnya menjadi babu dirumah papanya harus segera ditunaikan.
Beberapa jam berikutnya gadis kecil dengan jilbab instan itu telah siap dengan ransel dan jaketnya, tidak sabar lagi untuk bertemu dengan Almaureen dan kakak-kakaknya. Ya semalam Ara banyak membelikannya jilbab instan untuknya. Agar Aivy tidak repot-repot lagi menyisir rambut.
Aivy berlarian didalam rumah mencari Binar.
Matanya berbinar bahagia saat melihat sosok yang dicarinya sedang berada di dapur.
" Kakak belum selesai beberes rumah ya ini sudah jam delapan loh?" Aivy gelisah menatap Binar yang masih memakai apron dan menyusun makanan di meja makan.
" Bentar ya sayang, udah beres ini kok.." Sahut Binar dengan menoleh sekilas.
Rumah terlihat sudah rapi dan mengkilat.
Bau harum masakan Binar benar-benar membuat perut siapapun yang menciumnya langsung terasa lapar.
" Kakak masak apa?" Aivy membuka tudung saji diatas meja.
" Wuihhh rend----" Seru Aivy tertahan saat Binar dengan cepat membungkamnya dan menoleh ke kiri dan ke kanan.
Dengan cepat ditutupnya kotak bekal yang berisi rendang dan beberapa lauk lain. Lalu di jejalkanya di dalam tas ransel Aivy.
" Sssttt, jangan berisik. Nanti ketahuan mama..." Bisik Binar.
"Iya kak, kalau ketahuan kita nggak boleh makan ya, pasti kita cuma disuruh makan tahu sama tempe goreng. Padahal kan kakak yang masak rendangnya.." Bisik Aivy.
" Kenapa bisik-bisik!!" Bentak Lyra yang muncul dari pintu dapur dengan masih mengenakan piyamanya, bahkan sepertinya cuci mukapun belum.
Gadis itu langsung duduk begitu saja dimeja makan dan membuka tudung saji.
Tangannya dengan santai mencomot roti panggang yang telah disiapkan Binar untuknya.
" Gadis jorok!!" Batin Binar.
" Air putih gue mana!" Bentaknya pada Binar.
" Itu kan disamping kakak ada, tinggal tuang saja masa nggak bisa..." Sahut Aivy.
" Berisik!!, siapa suruh kamu bicara.." Lyra melotot ke arah Aivy, gadis kecil itupun menunduk takut.
Binar merangkulnya untuk memberikan kekuatan.
" Kak, kami mau pergi ke kebun binatang hari ini..." Ucap Binar.
" APA!??" Teriak Lyra.
" Wah..wah..gembel kita sudah sok-sokan sekarang.., semalam ke Garmedeo, hari ini mau ke kebun binatang, lagaknya kayak orang banyak duit aja..." Ucap mama Ganis yang juga dalam keadaan yang sama seperti Lyra, baru bangun tidur, belum mandi, belum cuci muka, tapi telah menyerbu ke meja makan. Benar-benar tidak berakhlak.
" Yahhh, biar ajalah ma mereka keluar rumah hari ini, setidaknya saat Edward datang rumah kita bersih dari kuman.." Ucap Lyra melirik jijik pada keduanya.
"Brengsek!!, tanpa kuman ini juga kalian tidak akan bisa makan..sok banget!. Kalau tidak demi papa dan Aivy udah gue racun kalian...." Umpat Binar dalam hati.
Matanya menyala mengerikan menatap kedua wanita yang dibencinya sampai kedasar bumi.
" Ya sudah sana pergi!!" Seru Lyra lagi.
Binar melepas apronnya dan meraih tangan Aivy.
" Tunggu Binar, kamu sudah mencuci baju di kamar mama belum?"
" Sudah ma.."
" Baju dikeranjang sudah disetrika belum?"
" Sudah ma.."
" Rumah sudah dipel belum?, taman sudah disiram belum?, bunga anggrek mama udah dikeluarin belum?, pasir si pusy sudah diganti belum?"
Semua pekerjaan rumah yang sepatutnya dikerjakan oleh ibu rumah tangga, di rumah ini terbalik.
Semua harus dikerjakanya, bahkan pakaian dalam keduanya pun Binar lah yang mencucinya. Benar-benar wanita tak punya adab. Dan disini pulalah hadirnya kebencian Binar terhadap spesies yang bernama wanita.
Bahkan semalaman saja Binar hanya memejamkan matanya cuma setengah jam.
Selesai mencuci piring di cafe orang tua Zahra. Binar langsung ke pasar Bungurasih untuk membantu mengangkut barang hasil bumi dari penjual desa, ke pedagang di kios-kios pasar.
Lalu berlanjut membantu para ibu-ibu yang berbelanja dengan mengangkat belanjaan mereka dari dalam pasar ke mobil atau angkutan umum. Tak jarang pula Binar mencari uang dengan menjadi penyapu jalan.
Semenjak papanya kecelakaan demi menyelamatkan dirinya tiga tahun lalu, Binar menjadi bulan-bulanan kedua wanita tidak waras itu.
Papanya yang sejatinya seorang pegawai pabrik disalah satu perusahaan terbesar di Surabaya itu harus menyerah oleh keadaan.
Dia tidak lagi mampu untuk memenuhi kewajibannya untuk mencari nafkah bagi keluarganya.
Dan Binar yang dianggap menjadi akar masalah terjadinya kecelakaan itupun dipaksa untuk bertanggungjawab. Padahal seperti apa kejadian aslinya tidak ada yang tahu kecuali pak Sanjaya dan Binar sendiri.
" Kak kita di tinggal nggak ya?" Keluh Aivy sedih, matanya terus menatap pada jam dinding.
Mereka janjian pukul delapan di depan hotel, tapi saat ini sudah lewat dari pukul delapan pagi. Tapi mereka masih terjebak dirumah karena harus menggelar karpet dulu sebelum pergi.
" Kakak telpon kak Saga dulu lah, kabarin dulu mereka kalau kita datang telat.." Ucap Aivy gelisah.
" Iya juga ya..., tapi kakak nggak punya nomornya " Balas Binar.
Kalau menuruti egonya sih Binar malas, mendingan nerusin tidur aja di gudang sekolah, tapi demi Aivy dan mumpung ada orang baik yang mau ngajakin apa salahnya kalau sekedar refresing.
" Ya sudah ke nomor kak Aya saja kalau gitu..." Ucap Aivy.
" Kak Aya juga nggak punya..." Sahut Binar.
" Aivy ada, nih kak...kemarin Maureen nulis nomor ponsel daddynya di buku Aivy..." Aivy membuka ranselnya dengan cepat dan mengeluarkan buku kecilnya.
" Nah!!, ini nomor kak Aya juga ditulis sama Maureen, nomor kak Shine juga ada.." Ucap Aivy dengan menyodorkan buku kecilnya dihadapan Binar.
Binar bingung mau menghubungi siapa. Menghubungi Shine?, jelas dia masih malu dengan perasaan aneh yang ada, tiap kali mengingat wajah pemuda itu. Wajah yang sepintas mirip denganya.
Atau..
Menghubungi Cahaya?, jelas mereka nggak sedekat itu sampai-sampai harus bertelponan. Bertemu juga baru dua kali. Dan lagi Binar ini anti cewek!, sorry aja harus menghubungi Cahaya duluan. Gengsi cuy!!.
Yah, mau nggak mau akhirnya Binar mendial nomor ponsel daddy Rangga.
" Assalamualaikum..." Sapa suara maskulin dari seberang.
" Waalaikumsalam om, ini Binar kakaknya Aivy.." Ucap Binar sopan.
" Iya boy, ada apa?"
" Om kami berencana jadi ikut ke kebun binatang, tapi masih ada yang perlu kami kerjakan dirumah. Bisa ditunggu beberapa menit lagi nggak om?, maaf sebelumnya..." Ucap Binar sungkan.
Tapi demi kebahagiaan adiknya, kepala menjadi kaki pun Binar rela.
" Oh, santai saja boy. Almeer juga belum bangun karena tidur lagi sehabis sholat subuh, emmm kalau nggak om jemput saja gimana?" Tawar daddy Rangga.
" Nggak usah om, nanti malah ngerepotin.."
Papa Vino yang mendengar obrolan keduanya pun mengambil alih ponsel daddy Rangga.
" Rumah kamu dimana boy?" Tanya papa Vino.
Binar yang menyadari suara berganti pun langsung paham.
" Jalan Kalituri 15 om.." Jawab Binar.
" Ya sudah kami jemput aja boy, searah ke kebun binatang juga kok jalurnya.." Sahut Vino.
" Terimakasih om..."
" You welcome boy.."
...***...
Tin..tin..tin..
Suara klakson mobil berbunyi di halaman depan rumah Sanjaya.
Binar dan Aivy berhamburan keluar. Sementara Lyra dan mama Ganis menatap mereka dari balik kaca jendela.
Daddy Rangga turun untuk membukakan pintu pada Aivy, karena Maureen sibuk ingin Aivy bersamanya.
Sementara Binar sendiri masuk ke mobil Vino dan duduk bersama Saga.
Lyra yang melihat sosok tampan tinggi gagah seorang Rangga langsung berubah warna matanya.
" Wuihhh mah...siapa mereka mah.." Tunjuknya pada Vino dan Rangga.
" Entahlah..., sepertinya mereka bukan orang sini..." Jawab mama Ganis.
" Darimana Binar kenal orang-orang itu..."
Gumam Lyra.
" Halah..paling-paling mereka sama saja seperti papa mu yang bodoh itu. Mereka mungkin sama-sama pengoleksi sampah yang dipungut dari jalanan.." Ucap mama Ganis sambil tertawa sinis.
Sementara di sepanjang perjalanan, Binar hanya mengobrol dengan Saga. Beberapa kali juga papa Vino dan mama Vera bertanya-tanya tentang keluarga Binar.
Sementara Shine dan Shanum yang duduk di bangku belakang, mereka terus saja tertawa dan bercanda.
Susana canggung tiba-tiba hadir diantara Shine dan Binar. Saat tatapan mereka bertemu, mereka akan saling salah tingkah sendiri.
" Hiiii...." Shine bergidik ngeri, perasaan yang aneh terus menjalarinya saat berdekatan dengan Binar seperti sekarang ini.
" Gue bukan hombreng!!!, bukan..,bukan.., bukan..." Matra itu terus digaungkan oleh Shine dalam hatinya.
Begitupun suasana hati Binar saat ini, rasa berdebar tak menentu membuatnya berulang kali menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan.
Saga terlihat curiga dengan tingkah keduanya yang malu-malu dan beberapa kali kepergok olehnya saling curi pandang lewat rear vision di depan.
Ahh, masak kak Binar naksir kak Shine sih..
Ehh..atau jangan-jangan yang dimaksud brothy semalem itu ini..
Baiklah, gue kerjain ajalah..
" Brothy.., duduk sini ya.., gantian Saga mau dibelakang, mual nih mau muntah..." Ucapnya dengan berakting meremat perutnya.
" Nggak mau ah!, brothy nyaman disini" Sahut Shine.
" Ya udahlah, kak Sha yang kedepan.." Ucap Shanum.
" No!! You stay here, don't go anywhere ..." Tarik Shine, dan Shanum yang sudah berdiri itupun jatuh terduduk dipangkuan Shine.
Nyut...
Ada rasa nyeri di hati Binar melihat interaksi keduanya.
No!!, ini bukan cemburu ya!! Hiihhhh geli..
Binar menepis rasa-rasa aneh yang terus bermunculan dalam hatinya.
Sialan, gue bisa mati muda bila dekat-dekat pacar Cahaya seperti ini. Jantung gue tremor mulu.
Saga yang memperhatikan Binar yang salah tingkah dan beberapa kali melirik Shine pun merasa merinding sendiri.
Nggak mungkinkan kak Binar ini belok?
" Jadi mau muntahnya nggak sayang?, kalau jadi kita menepi dulu ini.." Ucap papa Vino.
" Nggak usah deh pah.... Masih bisa tahan Saga. Tapi, brothy pindah sini ya please..." Rengek Saga.
" Mati gue!!, Mampus!! " Ucap Binar dan Shine berbarengan.
" Sana gih..." Shanum mendorong Shine untuk berdiri pindah ke depan, sementara Saga mengulum senyumnya dan mengayunkan kakinya melangkah ke belakang, begitupun Shine.
" Hai bro..." Sapa Shine pada Binar yang membuang pandangannya ke luar.
" Hemmm " Sahut Binar.
" Jadi kamu kakak tingkatnya Saga boy?" Tanya papa Vino.
" Betul om.." Jawab Binar.
" Kak Binar juga yang nganter Kak Sha waktu buku dan bekal Saga kemarin ketinggalan pa.." sahut Saga.
" Oh, begitukah? terimakasih banyak ya boy..." Ucap papa Vino dengan sedikit menoleh.
Mama Vera yang centil itu menoleh kebelakang, dan matanya yang jeli memindai wajah tampan keduanya.
" Heyy, kalau diperhatikan dengan serius kaya gini mata kalian mirip loh.."
" Nah loh..., tunggu Bin!, madep sini!. nah tuh kan.., kamu mirip banget ama pangerannya si Sha deh..."
Mama Vera menatap dengan intens mata kedua pemuda di belakangnya itu.
" Coba deh Bin, kamu buka maskernya. Barangkali kamu mirip sama Sunnynya si Sha..." Pinta Vera.
" MAMA!!!" Bentak Shanum marah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments